Friday, October 11, 2013

Teknosofi Integralisme

Menggali Teknosofi dari Integralisme


Armahedi Mahzar (c) 2013

Ada tiga orang pembicara dalam Tribute Lecture for Armahedi Mahzar yang saya hadiri berbicara tentang integralisme dan teknologi, sains dan psikologi. Saya mempunyai kesan bahwa buku Revolusi Integralisme telah gagal dalam menyampaikan maksudnya. Pembicara pertama Deden Himawan hanya membicarakan teknologi sebagai komponen dari prisma dalam buku Integralisme yang pertama. Pembicara kedua, Agus Purwanto   yang membicarakan sains, hanya mengomentari dua bab pertama buku Revolusi Integralisme . Pembicara ketiga, Adriano Rusli, yang membicarakan psikologi, hanya membaca buku integralisme yang pertama dan heran ketika mengetahui bahwa di dalamnya ada istilah teknosofi.

Dengan sendirinya, mereka bertiga tidak menyadari bahwa buku Revolusi Integralisme pada dasarnya adalah sebuah teknosofi Islami di mana teknologi dalah bagian dari amal yang menerapkan sains sebagai ilmu demi kemanfaatan bagi semua manusia. Oleh karena itu amal ilmiah itu haruslah dijalankan dengan kearifan imaniah, karena iman, irfan, ilmu dan amal adalah kesatuan integral bersama-sama dengan alat(produk teknologi)nya yang merupakan bagian alam yang dimuliakan manusia menjadi sarana untuk pengabdian (ta'abbud) dan terima kasih (tasyakkur) pada Yang Maha Pencipta.

Iman-irfan-ilmu-amal-alat adalah konsep Islam tentang teknologi yang dalam bahasa integralisme itu adalah kesatupaduan atau integralitas teknik-teknosofi-teknologi-teknostruktur-teknosfera dalam terminologi sekuler. Integralitas teknik atau teknosistem itu mempunyai tiga fungsi dalam kehidupan manusia. Sebagai ekstensi atau perpanjangan organ manusia, sebagai medium sosial atau organ peradaban dan sebagai lingkungan material  bagian dari ekosistem seutuhnya. Ketiga fungsi, yang saya peroleh dari Marshall Mcluhan , itulah yang harus diintegrasikan kedalam kewajiban manusia sebagai abdi sekaligus khalifah Allah di muka bumi.

Revitalisasi Ilmu-ilmu Agama


Karena teknosistem terus berkembang melalui multilektika dengan manusia dan alam, maka ketiga fungsi itu semakin lama semakin lebih kompleks. Sebagai konsekuensinya hubungan antara manusia, masyarakat dan lingkungan pun semakin kompleks. Sebagai akibatnya fiqh dan tasawuf harus semakin diperluas wilayahnya dan ditingkatkan metodologinya, bahkan ilmu tauhid, sebagai pemahaman rasional Aqidah, juga harus diperluas juga. Perumusan Tauhid wahdatiyah yang saya sampaikan pada akhir buku ketiga itu adalah hasil ijtihad saya untuk merumuskan Tauhid secara integralistik berdasarkan kelima nama Allah pada surat Pembuka Quran.

Tasauf juga harus diperluas dengan mengembangkan cara-cara meditasi untuk mendekatkan diri pada Yang Maha Pencipta dengan mungkin mengambil metoda-metoda mistisme berbagai agama lain dan menjadikan kerja-kerja budaya sehari-hari sebagai upaya taqarrub dengan meniatkannya sebagai ibadah yang dilakukan dengan ikhlas dan menerima karya-karya budaya dengan ridha dan menjadikannya sarana untuk mengabdi padaNya melalui pengabdian pada sesama. Dengan demikian seluruh kebudayaan kini merupakan Thariqah manusia untuk mendekatkan manusia pada Yang Maha Penciptanya.

Fiqh sebagai ilmu implementasi Syari'ah juga harus diperluas dengan juga mengatur hubungan manusia bukan pada dirinya sendiri dan sesama manusia, di samping hubungan manusia dengan Yang Maha Penciptanya, tetapi juga dengan sesama makhluk hidup dan dengan teknologi ciptaan manusia yang telah berevolusi dari fungsinya sebagai perpanjangan organ menjadi alam buatan bagian yang tak terpisahkan dari lingkungan hidup yang alamiah. Oleh karena itu para fuqaha harus terus berijtihad menghasilkan kaidah-kaidah baru bagi kondisi-kondisi baru yang dibawa oleh perkembangan teknologi.

Teknologi sebagai Nafs Peradaban


Teknosistem sebagai organ peradaban mempunyai logika perkembangannya sendiri. Logika teknosistem ini dapat diibaratkan sebagai nafs peradaban. Teknologi sebagai nafs atau naluri peradaban mempunyai hasratnya sendiri. Menurut Kevin Kelly http://www.sparkminute.com/wp-content/uploads/2010/08/KevinKelly_VidImage1.jpg , perkembangan teknologi cenderung berkembang seperti evolusi biologi, tetapi dengan percepatan yang sangat lebih cepat. Bahkan waktu penggandaan tetap untuk setiap jenis teknologi berbeda-beda, dan semakin lama semakin pendek menurut hukum Kurzweil yang meramalkan singularitas teknologi pada masa depan yang dekat ini, di mana kecerdasan buatan teknologi menjadi lebih tinggi dari kecerdasan manusia dan meningkat dengan percepatan yang konstan.

Nah, dengan nafsu perluasan dan penjalinan teknologi yang semakin padu itu, sudah sewajarnya lah kita sebagai manusia meningkatkan spiritualitas kecerdasan dan kebersamaan sehingga berfungsi sebagai kecerdasan kolektif spiritual manusia yang akan menendalikan nafs peradaban itu seperti akal manusia menegendalikan nafs diri mereka. Proses yang disebut terakhir dikenal sebagai dikenal sebagai proses tazkiyatul nafsi yang menjadi intisari Thariqah sebagai proses pendekatan diri manusia pada Yang Maha penciptanya.

Itulah sebabnya apa yang kita perlukan adalah mencerdaskan ummat Islam yang hampir mencapai 70% penduduk bumi ini sehingga mereka menjadi pencipta-pecipta teknologi yang harmonis dengan fitrah manusia sebagai khalifahNya di muka bumi, bukan menjadi abdi-abdi mesin raksasa teknologi. Karena itu agar supaya tazkiyatul nafsi individu manusia menjadi tazkiyatul nafsi peradaban atau tazkiyatul madaniyati, maka seorang muslim hendaknya menyadari rukun-rukun Islam sebenarnya adalah tahap-tahap sebuah proses pensucian terus-menerus: tazkiyah.

Tahap-tahap Reintegralisasi Peradaban


Mengingat teknologi itu ibarat nafs dari peradaban, maka dengan sendirinya tahap-tahap tazkiyatul madaniyati sudah selayaknya meniru tahap-tahap tazkiyatul nafs dalam thariqah. Salah satu model untuk tazkiyatul nafs adalah maqam-maqam spiritual yang diajukan oleh Imam al-Ghazali dalam bukunya: Ihya Ulumuddin alias Revitalisasi Ilmu-ilmu Agama. Tahap awal dari thariqah adalah taubat (reorientasi) dan tahap akhirnya adalah ridha (akseptasi). Tahap pertama adalah reorientasi tujuan peradaban dari eksploitasi alam menjadi harmonisasi alam dan manusia dalam perdamaian yang tunduk pada Yang Maha Pencipta.

Tahap-tahap lainnya adalah shabar/syukur (tabah/terima-kasih), faqr/zuhud (miskin/prihatin),  tauhid/tawakkal (pengesaan/pasrah), khauf/raja' (takut/harap) dan berujung pada ridha/ikhlas. Shabar peradaban adalah orientasi peradaban dengan menerima keterbatasan sumber daya alam dan syukur dalam peradaban berarti mempertahankan semangat inovasi dalam rangka memakmurkan bumi dengan cara mengangkat alam menjadi bermanfaat bagi kemanusiaan. Faqir peradaban berarti tidak melakukan konsumsi sumber daya alam secara berlebihan dan zuhud peradaban adalah meningkatkan efisiensi dan efektivitas teknologi.

Tauhid peradaban berarti memandang semua sumber-daya alam, manusia dan teknologi sebagai amanat yang diberikan Yang Maha Pencipta sebagai karunia yang harus dimanfaatkan demi pelaksanaan perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya. Tawakkal peradaban adalah semua keadaan mulai dari sukses tenologi hingga bencana alam adalah ujian dan cobaan dari Yang Maha Pencipta agar kita selalu serasi dengan KehendakNya. Khauf peradaban berarti bahwa kita harus selalu waspada akan dampak-dampak samping negatif dari teknologi di masa depan dan Raja' peradaban berarti bahwa kita harus selalu optimis akan kemampuan manusia untuk mengendalikan dampak-dampak negatif teknologi.

Tahap terakhir ridha peradaban berarti kita harus selalu memandang peradaban teknologi sebagai anugerahNya yang senantiasa dan sebagai sarana untuk melaksanakan perintah-perintahNya dan menghindari larangan-laranganNya mencari keridhaanNya. Dengan demikian kita meletakkan peradaban teknologi sebagai perantara antara Yang Maha Pencipta dan alam CiptaanNya sebagai sarana kita untuk memuji dan mengabdi Dia sebagai satu-satunya Pencipta dan Penguasa sekalian alam. Semoga semua tahap-tahap reintegralisasi peradaban teknologi itu bermanfaat bagi seluruh ummat manusia di seluruh penjuru alam semesta senantiasa.

Akhirul Kalam


Integralisme adalah upaya reintegralisasi peradaban di bawah tuntunan ajaran Islam demi mengembalikan kejayaan peradaban Islam di masa Islam bukan untuk penguasaan terhadap umat lain tetapi demi merealisasi Islam sebagai rahmatan lil 'alamin atau rahmat bagi semua bangsa dalam  perdamaian dan kedamaian menuju kemakmuran bumi yang adil bagi seluruh umat manusia. Alhamdulillah, proses itu telah dilaksanakan oleh Agus Purwanto dengan mendirikan trensains (pesantren sains) di Jawa Timur dan oleh pendirian perusahaan-perusahaan teknologi Tech Mayantara Asia dan Prabatech oleh Deden Himawan di Jawa Barat. Semoga semangat ini dapat ditularkan pada kawan-kawan lainnya sehingga menjadi simpul-simpul jaringan kebangkitan peradaban Islami di masa depan. Amin ya Rabbal 'alamin








2 comments :

Unknown said...

Alhamdulillah, sebuah cahaya yang sangat mencerahkan., sangat perlu dan penting untuk disebar luaskan, semoga

Arma said...

Tinggal copy/paste saja pak Muchtar Abbas :)