Kritik Al Ghazali Terhadap Filosof;
Tiga Permasalahan yang Membuat Kafir
Imam Al Gazali di dalam bukunya Tahafut al Falasifah
memberikan kritik yang sangat keras terhadap dua filosof muslim; Al
Farabi dan Ibn Sina, demikian juga terhadap Aristoteles secara tidak
langsung. Menurut Imam Al Gazali, mereka ini kurang teliti dalam masalah
logika, sehingga mereka keliru dalam banyak persoalan. Kekeliruan
tersebut ada sebanyak 20 persoalan. Dalam 17 persoalan mereka dianggap
sebagai ahlu al bid’ah, sementara dalam 3 soal lainnya mereka dinilai kafir. Tiga persoalan tersebut adalah anggapan bahwa:1. Alam bersifat qadim
2. Tuhan tidak mengetahui rincian sesuatu dan peristiwa
3. Pengingkaran terhadap kebangkitan jasmani.
Disini saya hanya akan membahas tiga poin yang di atas saja. Sebab tiga persoalan inilah yang paling serius dan yang menjadi inti pertentangan antara Al Ghazali dan Ibn Rusyd. Berikut pemaparan tiga persoalan tersebut:
1. Pendapat Filosof Tentang Qadim-nya Alam Ini
Menurut mereka alam ini selalu ada sejak dulu, tidak berpermulaan atau dengan kata lain tidak pernah tidak ada (qadim). Mereka menganalogikan keberadaan alam di samping keberadaan Tuhan di zaman azali dengan matahari dan sinarnya.
Sementara menurut Al Ghazali pendapat ini bertentangan dengan Islam. Sebab dalam teologi Islam Allah adalah Pencipta. Pencipta maksudnya adalah menjadikan sesuatu dari tiada menjadi ada (creatio ex nihilio). Jika alam ini dikatakan qadim, berarti alam tidak diciptakan. Sedangkan menurut al Qur’an Allah-lah yang menciptakan segala sesuatu.
2. Tentang Pengetahuan Tuhan
Kelompok filosof berpendapat bahwa Tuhan tidak mengetahui hal-hal dan peristiwa-peristiwa secara lebih rinci (juz'iyat), melainkan hanya secara universal (kulliyat). Menurut mereka pengetahuan terhadap hal-hal yang juz’iyat menuntut adanya perubahan pada ilmu Tuhan. Sebab hal-hal yang bersifat juz'iyat selalu mengalami perubahan. Sementara ilmu-Nya yang juga merupakan zat-Nya bersifat qadim, tidak mungkin berubah dengan perubahan yang tejadi pada objek di luar Tuhan.
Sedangkan menurut Al Ghazali, ilmu Allah adalah suatu pertalian dengan Zat Tuhan. Kalau terjadi perubahan pada pertalian tersebut, Zat Tuhan tetap tidak berubah. Dengan demikian tidak ada pertentangan antara sifat qadim Allah dengan pengetahuan-Nya terhadap hal-hal yang partikular.
Selain itu Al Ghazali juga melandaskan pendapatnya dengan dalil al Qur’an:
قل أتعلمون الله بدينكم والله يعلم ما فى السماوات وما فى الأرض والله بكل شيئ عليم
Katakanlah: apakah kalian ingin memberitahu Allah tentang agama kalian? Padahal Allah mengetahui apa yang ada di langit dan di bumi. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu. (QS. Al Hujrat: 16).
3. Tentang Kebangkitan Jasmani
Di dalam Tahafut al Falasifah, al Ghazali mengemukakan keingkaran para filosof terhadap kebangkitan jasad, pengembalian ruh ke jasad, kenikmatan dan kesengsaraan jasmani di akhirat. Menurut mereka janji surga dan ancaman neraka hanyalah perumpamaan untuk mendekatkan pemahaman orang awam tentang balasan kebaikan dan keburukan.
Pendapat ini menurut Al Ghazali bertentangan dengan keyakinan ummat Islam dan juga dalil al Qur’an . Di dalam al Qur’an disebutkan:
قال من يحي العظام وهي رميم. قل يحييها الذى أنشأها أول مرة
Ia berkata:”Siapakah yang dapat menghidupkan tulang belulang yang telah hancur luluh” Katakanlah: Ia akan dihidupkan oleh Tuhan yang menciptakannya pertama kali. (QS. Yasin: 78-79).
Referensi:
- Al Ghazali, Tahafut al Falasifah, editor Sulyman Dunya, Cairo: Dar al Maarif, tanpa tahun.
- Hasyimsyah Nasution, Filsafat Islam, Jakarta: Gaya Media Pratama, 2013.
sumber
No comments :
Post a Comment