Thursday, October 24, 2013

asal-asal usul nama Minangkabau

ASAL-USUL NAMA MINANGKABAU





MINANGA TAMWAN


Prof.Dr.Poerbatjaraka mengatakan bahwa nama Minangkabau berasal dari kata dalam bahasa Sangsekerta yaitu Minanga Tamwan. Kata-kata ini terdapat dalam Prasasti Kedukan Bukit  .

Prasasti Kedukan Bukit adalah prasasti yang menceritakan tentang kisah perluasan wilayah Minanga Tamwan. Yaitu perluasan wilayah yang bermula dari kemenangan utusan Raja Minanga Tamwan yang dipimpin Datuk Cribijaya (Dt.Sibijayo, Panglima Perang Minanga Tamwan) melawan Bajak Laut yang banyak meresahkan masyarakat di sekitar Sungai Palembang (Sungai Musi) sekarang.

Dalam prasasti ini disebutkan ,

  • Swasti, Cri Cakawarsatita 605 ekudaci cu-
  • KlapaksawulanWaicakhaDapuntaHyangnaik di
  • samwaumengalapsiddhayatrasisaptamicuklapaksa
  • wulanJyesthaDapuntaHyangmarlapasdariMinanga
  • Tamwanmamawa yang waladualaksadangankoca
  • duaratuscara di samwaudanganjalansariwu
  • tluratussapuluduawanyaknyadatang di mukhaUoano
  • sukhacitta di pancamicuklapaksawulanasada
  • laghumuditadatangmarwuatwanua
  • Criwijayajayasiddhayatrasubniksa
Terjemahannya

Selamat, bahagia, SuksesTahunsakaberlalu 406 harikesebelas
ParoTarangbulanWaisakadapuntahyangnaik di
perahumelakukanperjalananpadahariketujuhparohterang
bulanjestaDapuntahyangberangkatdariMinanga
Tamwanmembawabalatentaradualaksadenganperbekalan
duaratuskolidiperahudenganberjalanseribu
tigaratusduabelasbanyaknya. Datang di mukhaupang
sukacita di harikelimaparuhterangbulanasada
legagembiradatangmembuatwanua……
perjalananjayaSriwijayaberlangsungsempurna (membawakemakmuran)…..

Semua ini dituangkan Prof.Dr.Poerbacaraka dalam bukunya Riwayat Indonesia I. Hanya saja di manakah letak daerah Minanga Tamwan itu, hingga saat ini masih menjadi perdebatan. Menurut keterengan Prof.Dr.Poerbacaraka yang disebut Minanga Tamwan itu adalah daerah yang terletak di antara dua Sungai Besar yang bertemu.

Sebagian ahli ada yang menduga bahwa dua sungai besar itu adalah Kampar Kiri dan Kampar Kanan. Namun bila yang dimaksud adalah Sungai Kampar Kiri dan Kam¬par Kanan, maka kemungkinan besar daerah tersebut ada di sekitar Muara Takus.

MANANG KABWA

Mpu Prapanca dalam NegaraKertagama (1386 Masehi)
  
menuliskan dalam Pupuh XIII bahwa negara bawahan Majapahit di antaranya

Lwir ning nusa pranusa pramuka sakahawat ksni Malayu ning Jambi mwang Palembang karitang  i Teba  len Dharmmacraya  tumut
Kandis Kahwas Manangkabwa ri Si yak i Rekan Kampar mwang Pane Kampe Hars atahwe Mandahiling  i Tumihang  Parllak  mwang i Barat

artinya

Aspek pulau segala macam: yang utama adalah yang milik negeri Malayu: yaitu Jambi dan Palembang, Karitang, Teba, di sisi lain Dharmashraya bersama mereka, Kandis, Kahwas, Manangkabwa, Siyak, Rekan , Kampar dan Pane, Kampe, Haru, dan Mandahiling juga, Tumihang, parlak dan Barat.


MANANGKABWA

Empat abad sesudah itu pangeran Wangsakerta pada tahun 1682 masehi, di kesultanan Cirebon, mengkoordinasi sebuah panitia terdiri dari para tokoh bebagai agama dan berbagai negeri di Nusantara untuk menuliskan naskah Carita Parahyangan

. yang meliputi naskah Pustaka Rajya Rajya i Bhumi Nusantara  Dalam naskah itu beliau menuliskan bahwa pada zaman kejayaan Kediri (1042 - 1222.) pra Majapahit, Minangkabwa berada sebagai negara bawahan Sriwijaya. (ransliterasi teks dan terjemahan oleh Mamat Ruhimat, S.S. adalah sebagai berikut
  • /32/ i bhumi nusantara bang wétan/
  • pantara ning kacakrawartyan
  • rājya çriwijaya/
  • athawa rājya-rā-
  • 5 jyékang ri séwaka ri
  • rājya çriwijaya yatiku/
  • tringgano/ pahang/
  • langkasuka/ kalantan
  • jelutung/ sémwang/ ta-
  • 10 mralingga/ ghrahi/ palémbang/
  • lamuri/ jambi/ dharmmaçraya/
  • kandis kahwas
  • batak/ minangkabwa/
  • ri siyak ro-
  • 15 kan1 kampar/ pané/
  • kāmpéharw athawa
  • mandahiling/ tumihang/
  • parllāk mwang i
  • barat lwas samu-
  • 20 dra/ mwang i lamuri/ batan
  • lampung/ barus
  • kumwa juga jawa
  • /33/ kulwan i bhumi sunda yatiku
  • mandala hanéng bang kulwan
  • i cimanuk nadi/ athawa
  • sawétan ing cita-
  • 5 rum nadi mangulwan///
terjemahannya 
  • 32/ di Bumi Nusantara sebelah
  • timur. Di antara kekuasaan
  • Kerajaan Sriwijaya
  • atau kerajaan-kerajaan
  • 5 yang takluk kepada
  • Kerajaan Sriwijaya adalah
  • Tringgano, Pahang,
  • Langkasuka, Kalantan,
  • Jelutung, Semwang, Ta-
  • 10 mralingga, Ghrahi, Palembang,
  • Lamuri, Jambi, Dharmasraya,
  • Kandis, Kahwas,
  • Batak, Minangkabwa,
  • Siyak, Ro-
  • 15 kan, Kampar, Pane,
  • Kampeharw atau
  • Mandahiling, Tumihang,
  • Parllak, dan di
  • barat Lwas Samu-
  • 20 dra, dan di Lamuri, Batan,
  • Lampung, Barus,
  • termsuk juga Jawa
  • /33/ Barat di Bumi Sunda yaitu
  • daerah yang berada di sebelah
  • barat Sungai Cimanuk, atau
  • di sebelah timur Sungai Citarum
  • 5 ke sebelah barat.
Ini adalah bagian dari hasil perjanjian damai antara Sriwijaya dan Kediri atas anjuran raja Cina yang dilangsungkan di Sundapura di Bumi Jawa Barat. Serta yang menjadi saksinya dari beberapa negeri yaitu utusan dari Kerajaan Cina, utusan Kerajaan Yawana, Utusan Kerajaan Syangka, utusan Kerajaan Singhala, utusan Kerajaan Campa, utusan Kerajaan Ghaudi, dan beberapa utusan kerajaan
dari Bumi Bharata


MENANG KERBAU


Dalam Hikayat Raja-raja Pasai   dikisahkan bahwa
  • Ratu Majapahit mengerah Perdana Menteri , Patih Gajah Mada menakluk semua negara jiran , tunduk dan membayar ufti ke Majapahit. Kerajaan Periaman enggan berbuat demikian Ratu Majapahit mahu berlaga kerbau dengan kerbau Periaman dengan pertaruhan ' Jika kerbau Majapahit kalah orang Jawa akan memakai kain cara perempuan. Sebaliknya jika kerbau Periaman kalah , kerajaan Periaman takluk di bawah Majapahit'.
  • Patih Suatang dan Patih Ketemenggungan menggunakan taktik kotor bagi menewaskan Majapahit dalam laga kerbau itu. Mereka mempertaruhkan anak kerbau kecil yang lapar susu berhari-hari lamanya. Semasa hari laga kerbau, kerbau Periaman menghisap pelir kerbau Majapahit kerana ia lapar susu. Majapahit diisytiharkan kalah dan dijamu dengan air buluh rencong. Semasa pesta jamuan perpisahan itu, ramai askar Majapahit telah ditikam dengan buluh rencong .
  • Kerajaan Periaman ditukar nama menjadi Minangkabau yang bermaksud 'menang laga kerbau'.

 DARI KATA PINANG KHABU

Prof. Herman Neubronner Van der Tuuk , seorang profesor kebangsaan Belanda mengatakan bahwa Minangkabau merupakan Pinang Khabu. Yaitu tanah pangkal, tanah asal atau tanah leluhur.. Pendapat ini dikuatkan pula oleh pernyataan Thomas Stanford Raffles, seorang ahli kebangsaan Inggris yang pernah menjabat Gubernur Jenderal Inggris di Indonesia pada tahun 1811 hingga 1818.

Pernyatan ini tertuang di dalam kete¬rangan¬nya setelah melakukan penjelajahan ke berbagai pelosok nagari dan hutan-hutan di wilayah Suma¬tera Tengah. Dalam sebuah catatannya Raffles menyatakan bahwa : “…. Di sini kita menemukan bekas-bekas suatu kerajaan besar (Minangkabau) yang namanya hampir-hampir tidak kita kenal sama sekali, tetapi sangat nyata merupakan tempat asal bangsa-bangsa Melayu yang bertebaran di Kepulauan Nusantara.”

Pernyataan bahwa Minangkabau merupakan tanah asal ini didukung pula oleh banyak data dan fakta. Apalagi semua suku bangsa Melayu menurut sejarah memang berasal dari Minangkabau. Seperti Melayu Riau, Jambi, Deli, Aceh, Palembang, Melayu Semenanjung, Kalimantan, dan Bugis. Bahkan Suku Kubu, Sakai, Talang Mamak, Suku Anak Laut di Selat Malaka, dll, mengaku berasal dari Minangkabau.

Bukti lain tentang hal ini misalnya seperti pengakuan yang terpahat menjadi prasasti di makam Seri Sultan Tajuddin di Brunai yang antara lain berbunyi sebagai berikut :

“Maka Seri Sultan Tajuddin memerintah¬kan kepada Tuan Haji Khatib Abdul Latif supaya me
¬nerangkan silsilah ini agar diketahui anak cucu, raja yang mempunyai tahta kerajaan di Negara Bru¬nai Darussalam turun-temurun yang meng¬ambil pusaka nobat negara dan genta alamat dari negeri Johor Kamalul Maqam, yang mengambil pusaka nobat negara dan alamat dari Minangkabau nagari Andalas…dst”.

Parasasti ini menggambarkan bahwa orang-orang Melayu yang berada di Semenanjung Malaysia sekarang juga berasal dari Minangkabau. Misalnya seperti yang di Johor, Selangor, Malaka, Pahang, dll. Bahkan sampai ke generasi yang paling akhir, yaitu yang kemudian menghuni Negeri IX. Menurut sejarah, umumnya mereka ini menyeberang Selat Malaka setelah melewati aliran Batang Rokan dan Batang Kampar.

MENON COBOS

Menurut Prof.Dr.Syed Muhammad Hussain Nainar , seorang guru besar di Universitas Madras. Menurutnya kata Minangkabau berasal dari kata Menon Cobos. Menon Cobos artinya adalah tanah mulia atau tanah murni. Dianggap sebagai tanah mur¬ni atau tanah mulia karena daerah ini juga dianggap sebagai tempat asal para leluhur orang-orang Melayu.

BINANGA KANVAR

Menurut Prof.Sutan Muhammad Zain kata Minangkabau berasal dari Binanga Kanvar. Binanga Kanvar artinya adalah muara Sungai Kampar. Menurutnya di Muara Sungai Kampar inilah bermulanya kera¬jaan Minangkabau.

Pendapat lain yang senada dengan Prof.Sutan Muhammad Zain adalah pernyataan seorang kebangsaan Cina yang bernama Chan Yu Kua. Pernyataan ini ia tuliskan di dalam catatan perjalanannya. Di dalam catatan itu ia menerangkan bahwa sewaktu ia pernah datang ke Muara Kampar pada abad ke 13. Dijelaskannya bahwa di Muara Kampar itu didapatinya sebuah bandar dagang yang paling ramai di pusat Pulau Sumatera.

Catatan ini mengingatkan kita pada catatan serupa dari pendahulunya, I-Tsing beberapa abad sebelumnya.

MINA KAMBWA

Yulfian Azrial ., 2011 melihat bahwa kata Minangkabau juga bisa berasal dari istilah dalam bahasa Sanskerta, yaitu kata Mina Kambwa. Mina Kambwa artinya negeri Pilar Naga atau negeri Pilar Langit yang terdiri dari deretan Gunung Berapi.

Dari segi etimologi, kata mina dalam Bahasa Sanskerta berarti Naga. Dalam kisah-kisah Hindu Kuno, istilah Mina atau Naga sering digambarkan sebagai simbol dari gugusan gunung berapi yang terdapat di pegunungan Bukit Barisan sekarang. Sedangkan Kambwa atau Skambwa berati pilar atau semacam tiang penyangga langit. Jadi Mina Kambwa artinya tiang atau pilar penyangga langit yang terdiri dari gugusan gunung berapi.

Istilah Mina Kambwa ini sering disebut dalam mandala-mandala Hindu. Dalam mandala-mandala Hindu seperti dalam Shri Yantra dan Kalachakra Mandala, deretan gunung merapi di gugusan pegunungan bukit barisan ini sering disebut sebagai Gunung Meru atau Gunung Suci sorga. Gunung yang terbesar dan tertinggi disebut Gunung Mahameru yang sering dilambangkan dengan piramida besar. Gunung ini oleh sebagian besar ahli diduga adalah Gunung Krakatau yang meletus pada tahun 11.600 SM.

Mengenang Oesman Effendi

Mengenang Oesman Effendi
Pelukis Idealis dari Kotogadang




Oesman Effendi adalah salah seorang sosok seniman Indonesia, yang menggeluti seni lukis dengan karakter dan prinsip yang kokoh dan tak tergoyahkan. Kepercayaan dirinya sangat tinggi terhadap apa yang ia yakini. Malahan dalam melukis seolah olah ia menemukan esensi sebuah lukisan. Ia mengatakan ; pada akhirnya lukisan itu kembali kepada elemen dasarnya: titik, garis dan warna. Bentuk bukan tujuan utama sebuah lukisan. Bertolak dari keyakinan itu ia berkarya dan berkarya.

SEKILAS RIWAYAT HDUP

Oesman Effendi adalah seorang seniman Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat, tepatnya Koto Gadang. Lahir di Padang tanggal 28 Desember 1919. Panggilan akrabnya adalah OE. Oleh karena itu dikalangan seniman Ia lebih terkenal dengan sebutan OE itu. OE kecil tidak bercita cita menjadi seniman. Ia tertarik menjadi ahli bangunan, karena itu ia memilih untuk memasuki sekolah ketukangan ("Koningen Wilhelmina Schools"?) tahun 1934 1940. Ketertarikannya kepada dunia seni disebabkan karena ia banyak membaca terutama buku yang berkaitan dengan seni lukis. Ia berlajar dan berkarya dalam melukis secara sendiri (belajar sendiri). Oleh karena itu OE disebut pula sebagai pelukis otodidak yaitu belajar melukis tanpa melalui pendidikan formal.

Kegiatan melukis dilakukannya semenjak ia duduk dibangku KWS, yaitu sekitar tahun 1937. Setelah ia bergabung dengan sanggar Seniman Indonesia Muda di Solo, barulah ia menekuni dengan sungguh sungguh melukis. Sejak ia bergabung dengan sanggar Seniman Indonesia Muda tahun 1947 itu ia banyak berguru kepada para seniman senior. Disamping melukis OE juga bekerja pada percetakan sebagai illustrator dan menulis tentang kebudayaan dan kesenian di berbagai media. Pada tahun 1951 OE dikirim oleh Bank Indonesia ke negeri Belanda untuk membuat gambar mata uang Republik Indonesia.

Sebagai illustrator yang baik ia juga banyak membuat cover buku bacaan dan buku buku sastra serta buku buku ilmu pengetahuan. Kegiatan lain yang ia lakukan yaitu mengikuti berbagai lomba membuat lambang dan logo diantaranya lambang cipta Taman Ismail Marzuki Jakarta. Ia juga pemenang lomba lambang dalam bentuk exlibris untuk Bataviasche Kunstkring tahun 1938.

Sebagai pemikir ia banyak bergelut dalam berbagai diskusi dan seminar kebudayaan dan kesenian. Disamping itu ia juga mengabdi dalarn bidang kependidikan sebagai tenaga pengajar seperti mengajar di Balai Budaya tahun 50 an, sebagai Dosen di Universitas Taruma Negara, tahun 1970 1971 serta Dosen pada Akademi Seni Rupa. LPKJ Jakarta tahun 1972.

OE adalah salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki dan Mesjid Amir Harnzah. Dalam berbagai pengabdiannya itu OE tercatat sebagai pemegang Diploma Akademi Delia Art Disegno Firenze dari Italia tahun 1974 dan memperoleh penghargaan tertinggi Seni Lukis Terbaik untuk kelas Indonesia tahun 1976.

Tahun 1973 OE pulang kampung ( Koto, Gadang ), dan dikampungnya ia tetap melukis. Ia bercita cita. mendirikan sebuah museum di kampung halamannya namun cita cita itu tidak kesampaian.

KEGIATAN BERKARYA

 
Kesenimanan seseorang tidak ditentukan oleh penampilannya, akan tetapi ditentukan oleh karyanya. Gambaran orang awam tentang seorang seniman banyak dipengaruhi oleh gambaran penampilannya. Yang disebut seniman itu banyak digambarkan dengan penampilan yang awut awutan, badan kurus dan tidak terurus, pakaian seadanya, mata merah karena kurang tidur, rambut kusut masai dan tidak patuh terhadap waktu sehingga terkesan tidak bisa di atur. Garnbaran seniman yang semacarn itu tidak bertemu pada diri OE. Kesan itu diungkapkan oleh salah seorang murid OE, Arief Budiman berikut ini ;

Saya mula mula bertemu dengan Nashar. Saya. segera. berpikir "nah ini dia pelukis sejati".Badannya kurus kering, jalannya. sedikit bungkuk, mukanya kusut walaupun kumis dan jeriggotnya tidak. ada, matanya tampak menyala. Mardian jauh lebih rapi dan banyak senyum. Mardian pasti kalah hebat ketimbang Nashar, demikian pikir Arief. Zaini lebih rapi lagi, dia datang ke Balai Budaya menemui muridnya. untuk latihan melukis naik sepeda. Pelukis naik sepeda, ? . Rasanya kok seperti ada yang salah pikir Arief lagi. Mutunya pasti lebih rendah lagi. Tetapi yang membuat Arief marah karena mengobrak abrik gambaran idealnya tentang pelukis tatkala bertemu OE.

OE selalu berpakaian rapi dan bersih. Bersepatu hitam dengan tali sepatu terikat sempurna. OE berkaca mata, rambutnya pendek, berkilat dan tersisir rapi. Ke Balai Budaya tempat ia melatih melukis kadang kadang ia, naik mobil diantar oleh istrinya. Dia bagaikan seorang Direktur Bank. Kontan Arief memandang OE rendah, oleh karena itu Arief berusaha menghindarinya.

OE senang berteori. Kalau ditanya sesuatu, dia langsung menjelaskan dengan teori teori yang ruwet dengan menyebut nyebut pemikir Barat. Dia sulit berhenti kalau sudah bicara. Tidak seperti pelukis lain pada waktu ditanya dan menjawab pertanyaan. Zaini dan Mardian tersenyum kalau ditanya, dan biasanya ia balik bertanya "menurut kau bagaimana!"? ?. Pelukis Nashar kalau ditanya muridnya berusaha menjelaskan, tapi teori yang dipakai untuk menjelaskan bersifat kampungan, artinya mudah difahami oleh orang yang masih awam dalam dunia seni lukis.

Seorang seniman dalam berkarya pastilah bertolak dari keyakinan filosofi yang dianutnya. Pada waktu ia masih mencari mungkin ia akan banyak terpengaruh kepada gaya, cara dan filosofi yang dianut pelukis pendahulunya. Namun apabila kematangan sudah menyelimuti sang pelukis, dia akan menemukan satu pegangan yang diyakininya milik dia dan diyakini kebenarannya. Dia tidak akan mudah digoyahkan oleh pengaruh pengaruh yang menggodanya.

Menurut OE suatu karya seni dicipatakan adalah untuk kemaslahatan manusia, untuk memberi rasa puas pada yang melihatnya, untuk meningkatkan kualitas manusia itu. Oleh karena itu OE berprinsip bahwa "Seni Untuk Manusia"?. Seni bukan untuk seni dan seni bukan untuk politik.

Suatu karya seni adalah hasil kreativitas seniman yang harus selalu baru. Kalau tidak demikian itu bukanlah sebuah karya seni. Oleh karena seorang seniman dituntut untuk berusaha mencapai kebaruan itu, baik dalam isi, bentuk atau wujud maupun penyajiannya. Prinsip pokok dalam berkarya seni selalu dipegang oleh OE, sehingga keluarlah ucaparmya "saya tidak dapat bekerja kalau tidak ada sesuatu yang baru yang hendak saya kerjakan"?. Bertolak dari prinsip tersebut maka lukisan OE bagi sebagian pelukis terasa sangat aneh dan sebagian pelukis lain memujinya sebagai karya yang sangat orisinil milik OE.

Lukisan OE banyak didominasi oleh warna, garis dan titik yang diekspresikan dengan getaran getaran jiwa yang kuat, idealisme yang menggeletar, garis garis yang akurat, warna warna yang pas, ekspresi yang tuntas, sederhana, dalain bentuk, rapih dan menantang, orisinil dengan wajah tersendiri.

Dengan tampilan lukisannya yang seperti itu tidak salah kalau ada pelukis yang mengatakan "ini baru seni lukis Indonesia!"?. Ucapan itu disampaikan pada waktu ia menyaksikan pameran OE tanggal 25 juli 1977. Keunikan karya OE seperti yang digambarkan diatas karena OE berkeyakinan bahwa "pada akhirnya lukisan itu kembali kepada elemen dasarnya yaitu titik, garis dan warna. Bentuk bukan tujuan utama sebuah lukisan. Oleh karena itu kata OE "unsur utama dari lukisan bukanlah keserupaan, tetapi kesanggupan mengatur titik, garis dan warna!"?.

Dr. Sanento Yuliman dalam bukunya Seni Lukis Indonesia Baru menulis tentang karya lukis OE sebagai berikut
Pada tahun 1960 dalam berkarya, melakukan abstraksi terhadap bentuk alam. Guru bagi seniman kata OE adalah alam itu sendiri, kehidupan itu sendiri, pengalaman pengalaman dari pendahulu, serta karya karya besar mereka itu sendiri. Pada tahun 1968 OE melukis abstrak. Lukisan OE mempunyai muatan kontras, harmonis dan variasi garis lengkung, bercak bercak warna cerah memberi tekanan pada kanvasnya. Secara keseluruhan membentuk susunan terbuka yang unsur unsurnya. bergerak leluasa dan berirama. Demikian puitisnya lukisan OE sehingga. dapat dikatakan mendekati ungkapan musik sebagaimana, yang terlihat pada lukisannya "alam persahu"? dan "pemandangan"?. Lukisan OE merupakan pengalaman lirisnya tentang alam atau kehidupan tanpa melukiskan alam itu atau objek dalam kehidupan itu sendiri.

Tekanan warna tanpa aturan menghasilkan komposisi yang manis dengan garis garis liris berwarna warni, hijau cerah, biru cobalt, merah darah dan kuning dalam sapuan kuas yang ringan dan transparan.
Bentuk objek dipotong dengan garis dan bidang geometris sehingga melahirkan bentuk pola yang unik. Seorang pengunjung pada pameran OE tahun 1957 memberikan komentar "kita dikacaukan oleh susunan konstruktif dari garis, warna dan bidang"?. (Sanento Yuliman).

Wujud karya seni yang dihasilkan OE pada hakekatnya bertentangan dengan kebiasaan yang dilakukan seniman pada awal abad ke 20. Claire Holt mengatakan bahwa awal abad ke 20 seni di ibaratkan sama dengan lukisan pemandangan alam naturalis, dan beberapa seniman Indonesia telah mencapai kematangannya. Apa saja indah dan romantis, seperti sorga, segalanya menyenangkan, tenang, damai, lukisan yang semacam itu hanya membawa satu makna Indies yang molek. OE memberontak terhadap hal semacam itu. Ia ingin menghadirkan sesuatu yang ia inginkan, yang ia rasakan, getaran hatinya, idealisme. Karena itulah ia mengatakan "lukisan merupakan ekspresi dari apa yang dilihat pelukisnya"?. Lukisan bukanlah keserupaan, tetapi kesanggupan mengatur titik, garis dan warna. Tujuan akhir dari seniman adalah dia harus mempu menernukan dirinya sendiri.
Bertolak dari pemikiran, keyakinan dan filosofi yang dianutnya sebagai seorang seniman, maka ia pada. suatu diskusi terbatas tahun 1970 mengeluarkan pernyataan yang menghebohkan. Seni lukis Indonesia belum ada. Pro dan kontra terhadap pernyataan itupun bermunculan, berbagai polemikpun terjadi.

Pernyataan yang menghebohkan itu mungkin didasari pengamatannya terhadap karya seni para seniman tidak ada. yang orisinil dan baru, tidak ada yang bernafaskan ke Indonesiaan. Semuanya meniru lukisan barat yang sudah ada sebelumnya. Namun yang sangat menghebohkan dan membuat para perupa dan pengamat seni Indonesia gregetan, karena ia tidak menjelaskan apa yang sebenamya yang dimaksudnya itu demikian ditulis oleh Melela Mahargasrie.

Selama bertualang dalam rimba seni lukis, OE telah melakukan delapan kali pameran tunggal di dalam negeri bersama pelukis pelukis Indonesia lainnya seperti Affandi, Abas Alibasyah, Zaini, Nashar, Mardis, Fajar Sidik, Soedarso, Bagong Koesudiardjo, Amri Yahya, Sahar, Batara Lubls, Nasah Jamin, Kartika, Ahmad Sadali, AD Pirous, Popo, Iskandar, But Muchtar dan banyak lagi. Delapan belas kali pameran di luar negeri serta tiga. puluh kali pameran bersama.
Selama dia berkarya dalam kurun waktu 36 tahun, lukisannya yang terjual hanya 36 buah. Nampaknya ia tidak hidup dari seni, namun ia hidup bersama seni.
Dalam masa pencarian, pelukis muda mesti banyak dipengaruhi oleh pelukis yang mendahuluinya. Tokoh tokoh seperti Affandi, Rush, Abas Alibasyah sangat berpengaruh bagi pelukis muda di Yogyakarta. Sedangkan S.Sudjdjono, Oesman Effendi, Zaini berpengaruh dikalangan pelukis muda di Jakarta. Selanjutnya di Bandung yang berpengaruh adalah Ahmad Sadali, Srihadi, Mochtar Apin dan Popo Iskandar. ( Mustika ).

AKHIR PERJALANANNYA

Setelah melanglangbuana hampir 25 tahun, akhirnya tahun 1973 OE kembali ke kampung halamannya Koto Gadang. Di kunpungnya ia tetap saja berkarya. Malahan ia bercita cita untuk mendirikan sebuah museum, namun cita cita itu tidak kesampaian.

Akhir Desember 1984 ia pernah pingsan, lalu dibawa kerumah sakit Cipto, dikira ia terkena serangan jantung namun setelah dilakukan pengecekan ternyata ia mengindap kangker hati. Sejak Februari 1985 Ia dirawat jalan, dan kesehatannya ternyata menurun, seminggu sebelum ia meninggal ia sukar untak makan. Rabu 27 Maret 1985 ia dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Pukul 14.50 tanggal 28 Maret 1985 OE berpulang kehadirat Illahi. la mengakhiri perjuangannya untuk menghadirkan seni lukis Indonesia di bumi persada ini. Ia tutup usia pada umur 66 tahun.

Ketika melepas jenazah OE, pelukis Rush berkata sarnbil terisak Engkau paling baik OE, Engkau paling baik kepada siapa saja OE, Engkau telah berkorban banyak untuk seniman dan tanah air, OE baik sekali engkau, OE selamat jalan.

PENUTUP

OE adalah seorang pelukis Indonesia yang diakui oleh siapa saja. Punya prinsip yang teguh dalam berkarya, dan tidak mau terpengaruh begitu saja. OE ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya identitas. oleh karena itu ia tidak segan melontarkan ucapan bahwa seni lukis Indonesia tidak ada. Mungkin itu maksudnya agar para seniman selalu menggali dan menggali lagi untuk dapat menemukan identitas itu. Iapun telah buktikan.


Terima kasih pada penulis artikel ini Muzni Ramanto

Saturday, October 12, 2013

Pemikiran dan Pergerakan



PEMIKIRAN DAN PERGERAKAN
Integralisasi Iman, Ilmu, Amal  di Masjid Salman

Armahedi Mahzar (c) 2013

https://blogger.googleusercontent.com/img/b/R29vZ2xl/AVvXsEiimtEbtwJpna1o8TVYklnrI481wG4eKd9XMUivBFNMPt4iPdP7M6GHJxhusxHGMcO0QtdtKmT8cr-c_I_BY5RUL4scvwjpjLC5CYKoAMB5wqbalqyrkNwArOfiHL5JfYZTupsD/s1600/salman.jpg
Ketika di tahun 1961 saya masuk ITB sebagai seorang mahasiswa di departemen Fisika, mesjid Salman seperti yang ada sekarang ini belumlah ada. Namun, shalat Jum'at untuk Civitas Academica ITB sudahlah ada, walaupun tidak di dalam sebuah bangunan masjid. Kami shalat di sebuah kamar ujung tenggara  dari gedung Aula Barat ITB. Kamar itu adalah sebuah ruangan yang dipisahkan dari ruangan tengah aula dan kamar lainnya dengan penyekat semi permanen.
Mulanya hanya ada dua atau tiga shaf jama'ah. Akan tetapi jama'ahnya bertambah terus, sehingga dinding pemisah harus dibongkar dan akhirnya jama'ah seluruhnya tidak dapat ditampung dalam ruangan aula sehingga meluap ke selasar sekitar aula. Itulah sebabnya para dosen dan mahasiswa muslim berjuang untuk mendirikan sebuah masjid kampus.
Akhirnya panitia pembangunan masjid ITB berhasil menemui Bung Karno yang menyetujui untuk pembuatan masjid di kampus almamater beliau dan beliau mengusulkan memberi nama masjid yang akan didirikan itu dengan nama seorang sahabat nabi Muhammad saw yang merupakan insinyur pembuatan parit perang Chandaq: Salman al-Farisi.
Maka, masjid Salman pun dicita-citakan untuk dibangun sebagai masjid dwifungsi seperti pada masjid di zaman Rasulullah: pusat ibadat dan pusat budaya. Ibadat adalah konsekuensi Islam dari Iman. Iman yang terintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan Islam yang terintegrasi dengan kebudayaan. Itulah yang diajarkan kepada para mahasiswa baru yang menerima kuliah agama Islam yang akhirnya berhasil diperjuangkan sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi pada waktu itu.
Dalam kuliah agama itulah ditekankan hadits untuk mencari ilmu dari lahir hingga liang lahat dan mencari ilmu walaupun harus ke negeri Cina sekali pun. Dalam kuliah agama dan khutbah-khubah jum'at di ITB ditekankan pula kesatuan iman, ilmu dan amal sebagai  ruh penggerak kebudayaan Islam. Itulah sebabnya dari semula aktivis Salman tidak pernah memikirkan keterpisahan pemikiran dan pergerakan dalam semua aktivitasnya sehari-hari.
Iman adalah bagian dari rasionalitas seorang ilmuwan dan teknolog dan Islam sebagai ruh dari pengamalan ilmu sebagai bagian dari kebudayaan seutuhnya. Gerakan sosial yang menyatukan antara agama, sains dan budaya secara kolektif adalah realisasi dari gerakan pemikiran mengenai kesatuan iman, ilmu dan amal secara individual.
Berikut ini akan dibahas bagaimana gerakan pemikiran sekaligus gerakan sosial itu bisa terwujud secara serasi, selaras dan sepadu. Bagaimana gerakan pemikiran tentang kesepaduan vertikal individu dan gerakan sosial mengarah kesepaduan horisontal kolektivitas itu menyatu dalam gerakan hidup aktivis Salman sehari-hari.
Pertama-tama rukun iman itulah yang menjadi perekat kesepaduan indvidual vertikal. Kedua rukun Islam itulah yang menjadi penggerak kesepaduan horisontal kolektif. Inti dari rukun iman adalah tauhid dan inti dari rukun Islam adalah tazkiyah. Tauhid itu adalah bagian dari tasyahhud dan tazkiyah adalah ruh dari ta'abud. Kesaksian melalui tasyahhud dan pembersihan melalui ta'abbud adalah penyatu ibadat dan budaya Islam. 
Kesatuan dan kesepaduan kegiatan agama dan budaya inilah yang menyebabkan Salman menjadi salah satu simpul dari jejaring kebangkitan Islam di Indonesia yang diharapkan menjadi inisiator kebangkitan kembali peradaban Islam dalam skala dunia.

Tasyahhud:
Esensi Pemikiran Islam


Dalam rukun Iman, kita dituntut untuk percaya pada Tuhan, malaikat, kitab-kitabNya dan rasul-rasulnya serta alam akhirat serta taqdir yang menyatukan semuanya dalam suatu proses inna lillahi wa inna 'ilaihi raji'un: semuanya dari Allah dan kepadaNya kita semua kembali. Dengan keimanan yang integratif ini maka kita melihat semua fenomena alam sebagai sunatullah atau perbuatanNya yang mengikuti hukum-hukumNya sebagai manifestasi dari sifat-sifatNya yang mencerminkan kesatuan zatNya yang maha gaib. Zat, sifat, perintah dan perbuatanNya itulah yang menciptakan semua benda di alam semesta.
Proses penciptaan itu berjalan senantiasa dan berkelanjutan dengaan pemunculan kompleksitas secara bertahap seperti yang diamati sains dalam evolusi kosmologis, geologis, biologis, psikologis dan sosio-teknologis yang berturutan.
Evolusi kosmologis melahirkan berbagai bahan dasar material bagi proses energetik geologis dan informasi genetik kehidupan biologis serta ilmu informatik dan nilai-nilai normatif  keyakinan dalam kesadaran psikologjs yang diwujudkan dalam pranata kelembagaan sosiologis dan kompleksifikasi sistemik teknologis sebagai sarana ibadat manusia untuk kembali.kepadaNya sebagai sumber dan tempat kembali segala yang ada. 
Bahan dasar itulah yang disebut sebagai kausa material atau illat al-maddiyah oleh para filosof ilmuwan Islam. Proses geobiologis itulah yang disebut kausa efisien atau illat al-fa’iliyah dan informasi genetik, psikhik dan teknik itulah yang disebut kausa formal atu illat al-suriyah. Norma dan nilai itulah yang merupakan kausa final atau illat al-gha’iyah dari semua proses. Kausa final itulah yang berasal dari kausa primal atau illat al-tammah sumber segalanya .
Pengurutan yang material ke yang energetik melalui yang informatik dan normatif menuju tujuan yang gaib ini jugalah lah merupakan proses penyatuan vertikal tumbuh kembang manusia secara individual. Bermula dari jasad embrionik dalam rahim, hingga bayi yang bergerak senso motorik, lalu pembelajaran bahasa dan ilmu anak remaja yang bersekolah menggunakan akal mereka berakhir dengan bekerja mengembangkan nilai-nilai normatif bertujuan.
Proses tumbuh kembang pribadi manusia adalah proses bertahap yang mengulangi pentahapan semesta raya yang ditemukan para ilmuwan secara bertahap pula. tahap-tahap itu merupakan kesatuan vertikal antara kategori-kategori integral materi, energi, informasi, nilai dan sumber yang masing-masingnya diwakili oleh tubuh material, naluri energetik, kesadaran informatik, keyakinan normatif dan ruh esensi setiap individu.
Tasyahhud itu adalah kesaksian atas Arkan Al-Iman yang meliputi
1.       Iman kepada Allah yang disebut sebagai Metakosmos Pencipta dab Maha Sumber segala hal
2.       Iman kepada malaikat yang menjalankan pengaturan alam semesta atau Makrokosmos
3.       Iman kepada kitab-kitabNya yang merupakan landasan bagi peradaban atau Mesokosmos
4.       Iman kepada rasul-rasulNya yang merupakan individu atau Mikrokosmos
5.       Iman kepada Qiyamat/’Akhirat sebagai kehancuran makrokosmos memasuki Suprakosmos
6.       Iman kepada Qadar dan Qadha’ sebagai ketentuan Integrasi Kosmik
Sehingga dapatlah kita simpulkan bahwa arkan al-Iman menyiratkan pengakuan akan Kesepaduan Realitas.

Ta'abbud:
Esensi Pergerakan Islam


Dalam rukun Islam kita dituntut untuk melakukan lima jenis ritual: mengucapkan dua kalimat syahadat, melakukan shalat wajib lima waktu, berpuasa selama bulan ramadhan, mengeluarkan zakat dan menunaikan ibadah haji.
Dengan demikian, tasyahhud  yang merupakan rukun pertama dari arkanul Islam, esensinya adalah Tauhid (Laa ilaha ilallah) dan Risalah (Muhammadar Rasulullah). Tauhid menghubungkan rukun Islam dengan rukun pertama dari Iman. Sedangkan Risalah menghubungkan seorang mu'min dengan realisasi Tauhid melalui keempat rukun Islam yang berikutnya.
Esensi arkan al-Islam itu adalah sebuah kerangka pentahapan abadi pembangunan peradaban atau Tazkiyah al-Madaniyati. Arkan Al-Islam itu meliputi
1.       Syahadatain sebagai landasan bagi pembinaan individu atau Tazkiyah al-Nafsi
2.       Shalat sebagai sarana pembinaan kelompok atau Tazkiyah al-Jama'ati
3.       Shaum sebagai sarana pembinaan Masyarakat yang adil atau Tazkiyah al-Ijtima'i
4.       Zakat sebagai landasan pembangunan Negara bangsa yang sejahtera atau Tazkiyah al-Ummati
5.       Hajji sebagai sarana pembangunan Peradaban antar bangsa yang damai atau Tazkiyah al-Madaniyati

Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa rukun Islam di samping merupakan sarana penghubung kita dengan Allah atau 'ubudiyah, dia juga merupkan sarana pembangunan Peradaban melalui mu’amalah.
Jika rukun Islam dapat dilihat sebagai kerangka pembangunan peradaban berdasarkan rukun Iman, maka Ihsan dapat dilihat sebagai kerangka pembangunan pribadi yang mendekatkan diri pada Sang Peciptanya melalui ibadah dimana diharapkan
1.                             Kita beribadat seolah-olah melihat Tuhan, atau
2.                             Kita beribadat karena dilihat Tuhan
beribadah seolah melihat Tuhan adalah simbol dari beribadah karena Cinta dan beribadah karena dilihat Tuhan adalah simbol dari beribadah karena Takut pada Allah swt.

Ihsan adalah esensi Thariqah untuk mendekatkan diri pada Allah dengan cara mentransformasi rasa takut menjadi rasa cinta secara bertahap. ‘Aqidah adalah landasan bagi pasangan proses Syari'ah sebagai transformasi religio-kultural peradaban dan Thariqah transformasi psiko-spiritual individu. Kedua bentuk transformasi itu dasarnya adalah tauhid seutuhnya.

Tauhid Seutuhnya:
Landasan Pembangkitan Peradaban


Keseluruhan Tauhid itu adalah sebuah Tauhid Wahdatiyah yang susunannya terlukis dalam gambar berikut ini: landasan Din al-Islam adalah Tauhid Diniyah. Sebagai landasan peradaban Tauhid adalah Tauhid Madaniyah. Kedua Tauhid itu terintegrasi dengan Tauhid Uluhiah sebagai landasan terdasar dari keseluruhan Tauhid yang juga meliputi Tauhid Rububiyah sebagai dasar semua ilmu dan Tauhid Mu’amalah sebagai pengamalan ilmu.


Sebenarnya, kelima aspek Tauhid itu berkaitan dengan kelima nama dan sifat Tuhan yang tercantum dalam tiga ayat pertama dari surat pertama Al-Quran Al-Karim: Allah, Al Rabb, Al-Rahman, Al-Rahim dan Al-Malik. Keterkaitannya adalah sebagai berikut
1.       Asma ALLAH berkaitan dengan  Tauhid Uluhiyah sebagai kesaksian atau tasyahhud akan keesaan Allah subhana wa ta’ala yang diwujudkan dalam pengabdian atau ta’abbud yang kita laksanakan seumur hidup kita secara sepenuhnya dalam perjalanan kembali menuju haribaanNya
2.       Asma Al-RABB berkaitan dengan  Tauhid Rububiyah sebagi kesaksian bahwa Zat Allah yang transenden sebagai pencipta seluruh alam-alam nyata dan gaib dalam bentuk pelimpahan Sifat-sifatNya melalui Perintah-perintahNya berupa hukum-hukum alam yang ditaati oleh semua perbuatanNya berupa gejala-gejala alam yang menghasilkan semua ciptaanNya berupa benda-benda alami dari yang terkecil hingga yang terbesar
3.       Asma AL-RAHMAN  berkaitan dengan  Tauhid Mu’amalah sebagai kesaksian bahwa Cinta Allah mewujud dalam kehidupan seluruh makhluk hidup yang bersifat individual dan sosial yang harus direalisasi manusia melalui tazkiyah al-nafsi atau pembersihan diri mencapai nafs al-muthma’innah atau jiwa yang tenang dan melalui tazkiyah al-ijtima’i atau pembersihan masyarakat mencapai qawm al-marhamah yaitu masyarakat yang dikasihi Allah
4.       Asma AL-RAHIM berkaitan dengan  Tauhid Madaniyah sebagai kesaksian bahwa Allah menyayangi manusia yang merealisasikan tugasnya sebagai khalifah Allah atau wakilNya di muka bumi melalui ta’allum atau pencarian ilmu dalam bentuk sains dan budaya yang diikuti dengan tasyakkur atau berterima kasih dalam bentuk pengembangan teknologi dan seni sebagai komponen-komponen peradaban yang Islami dalam rangka memakmurkan bumi melalui peradaban.
5.       Asma AL-MALIK berkaitan dengan  Tauhid Diniyah sebagai kesaksian bahwa Allah adalah pemilik al-dunya dan al-akhirat yang harus kita jalani sebagai ‘Abd Allah atau abdiNya melalui Din al-Islam yang terdiri dari ‘Aqidah fondasional, Syari’ah kolektif dan Thariqah individual

Akhirul Kalam


Apa yang yang saya sampaikan di atas adalah pemikiran pribadi yang tak ada sangkut pautnya dengan pengurus-pengurus Salman, kecuali dengan Bang Imad almarhum sebagai salah seorang pendiri masjid Salman dan dosen agama Islam saya di kampus ITB,  yang menekankan sifat antroposentris Tauhid dengan menekankannya sebagai sikap manusia untuk mengesakan Allah sebagai satu-satunya ilah bukan sebagai wawasan teologi tradisional  teosentris yang menekankan sifat 20.

Kritik saya pada pandangan itu adalah karena pandangan itu telah membelah Tasyahhud dan mengambil penggalan pertamanya sebagai fondasi Islam.  Pemikiran pribadi itu sesuai dengan pengamatan saya akan menyatunya pemikiran dan pergerakan dalam aktivisme Salman.
Belakangan pandangan saya tentang Tasyahhud itu berkembang menyempurna menjadi penerimaan arkan ul-Islam sebagai inti Syari’ah (yang dipelajari oleh ilmu Fiqh) dan arkan al-iman sebagai inti ‘Aqidah (yang dipelajari oleh ilmu Kalam) yang disempurnakan oleh ihsan sebagai inti Thariqah (yang dipelajari oleh Tasawuf) berupa motivasi internal Syari’ah.

Kesatuan Aqidah-Syari’ah-Thariqah itulah yang merupakan Din al-Islam yang seutuhnya. Din al-Islam itulah yang merupakan ruh penggerak Madaniyah al-Islam atau peradaban Islam sebagai tubuh kolektif ummat Islam. Semoga sumbangan pemikiran ini bisa mengilhami generasi-generasi muda di Nusantara untuk membangkitkan kembali peradaban Islam dunia di masa datang. Amin ya Rabb al-‘alamin.
Disampaikan pada
Seminar Nasional Milad Emas 50 Tahun Masjid Salman ITB
Kamis 4 Juli 2013 di Masjid Salman ITB, Jl. Ganesha no. 7. Bandung.