Mengenang Oesman Effendi
Pelukis Idealis dari Kotogadang
Oesman Effendi adalah salah seorang sosok seniman Indonesia, yang menggeluti seni lukis dengan karakter dan prinsip yang kokoh dan tak tergoyahkan. Kepercayaan dirinya sangat tinggi terhadap apa yang ia yakini. Malahan dalam melukis seolah olah ia menemukan esensi sebuah lukisan. Ia mengatakan ; pada akhirnya lukisan itu kembali kepada elemen dasarnya: titik, garis dan warna. Bentuk bukan tujuan utama sebuah lukisan. Bertolak dari keyakinan itu ia berkarya dan berkarya.
SEKILAS RIWAYAT HDUP
Oesman Effendi adalah seorang seniman Indonesia yang berasal dari Sumatera Barat, tepatnya Koto Gadang. Lahir di Padang tanggal 28 Desember 1919. Panggilan akrabnya adalah OE. Oleh karena itu dikalangan seniman Ia lebih terkenal dengan sebutan OE itu. OE kecil tidak bercita cita menjadi seniman. Ia tertarik menjadi ahli bangunan, karena itu ia memilih untuk memasuki sekolah ketukangan ("Koningen Wilhelmina Schools"?) tahun 1934 1940. Ketertarikannya kepada dunia seni disebabkan karena ia banyak membaca terutama buku yang berkaitan dengan seni lukis. Ia berlajar dan berkarya dalam melukis secara sendiri (belajar sendiri). Oleh karena itu OE disebut pula sebagai pelukis otodidak yaitu belajar melukis tanpa melalui pendidikan formal.
Kegiatan melukis dilakukannya semenjak ia duduk dibangku KWS, yaitu sekitar tahun 1937. Setelah ia bergabung dengan sanggar Seniman Indonesia Muda di Solo, barulah ia menekuni dengan sungguh sungguh melukis. Sejak ia bergabung dengan sanggar Seniman Indonesia Muda tahun 1947 itu ia banyak berguru kepada para seniman senior. Disamping melukis OE juga bekerja pada percetakan sebagai illustrator dan menulis tentang kebudayaan dan kesenian di berbagai media. Pada tahun 1951 OE dikirim oleh Bank Indonesia ke negeri Belanda untuk membuat gambar mata uang Republik Indonesia.
Sebagai illustrator yang baik ia juga banyak membuat cover buku bacaan dan buku buku sastra serta buku buku ilmu pengetahuan. Kegiatan lain yang ia lakukan yaitu mengikuti berbagai lomba membuat lambang dan logo diantaranya lambang cipta Taman Ismail Marzuki Jakarta. Ia juga pemenang lomba lambang dalam bentuk exlibris untuk Bataviasche Kunstkring tahun 1938.
Sebagai pemikir ia banyak bergelut dalam berbagai diskusi dan seminar kebudayaan dan kesenian. Disamping itu ia juga mengabdi dalarn bidang kependidikan sebagai tenaga pengajar seperti mengajar di Balai Budaya tahun 50 an, sebagai Dosen di Universitas Taruma Negara, tahun 1970 1971 serta Dosen pada Akademi Seni Rupa. LPKJ Jakarta tahun 1972.
OE adalah salah seorang pendiri Dewan Kesenian Jakarta, Lembaga Pendidikan Kesenian Jakarta, Taman Ismail Marzuki dan Mesjid Amir Harnzah. Dalam berbagai pengabdiannya itu OE tercatat sebagai pemegang Diploma Akademi Delia Art Disegno Firenze dari Italia tahun 1974 dan memperoleh penghargaan tertinggi Seni Lukis Terbaik untuk kelas Indonesia tahun 1976.
Tahun 1973 OE pulang kampung ( Koto, Gadang ), dan dikampungnya ia tetap melukis. Ia bercita cita. mendirikan sebuah museum di kampung halamannya namun cita cita itu tidak kesampaian.
KEGIATAN BERKARYA
Kesenimanan seseorang tidak ditentukan oleh penampilannya, akan tetapi ditentukan oleh karyanya. Gambaran orang awam tentang seorang seniman banyak dipengaruhi oleh gambaran penampilannya. Yang disebut seniman itu banyak digambarkan dengan penampilan yang awut awutan, badan kurus dan tidak terurus, pakaian seadanya, mata merah karena kurang tidur, rambut kusut masai dan tidak patuh terhadap waktu sehingga terkesan tidak bisa di atur. Garnbaran seniman yang semacarn itu tidak bertemu pada diri OE. Kesan itu diungkapkan oleh salah seorang murid OE, Arief Budiman berikut ini ;
Saya mula mula bertemu dengan Nashar. Saya. segera. berpikir "nah ini dia pelukis sejati".Badannya kurus kering, jalannya. sedikit bungkuk, mukanya kusut walaupun kumis dan jeriggotnya tidak. ada, matanya tampak menyala. Mardian jauh lebih rapi dan banyak senyum. Mardian pasti kalah hebat ketimbang Nashar, demikian pikir Arief. Zaini lebih rapi lagi, dia datang ke Balai Budaya menemui muridnya. untuk latihan melukis naik sepeda. Pelukis naik sepeda, ? . Rasanya kok seperti ada yang salah pikir Arief lagi. Mutunya pasti lebih rendah lagi. Tetapi yang membuat Arief marah karena mengobrak abrik gambaran idealnya tentang pelukis tatkala bertemu OE.
OE selalu berpakaian rapi dan bersih. Bersepatu hitam dengan tali sepatu terikat sempurna. OE berkaca mata, rambutnya pendek, berkilat dan tersisir rapi. Ke Balai Budaya tempat ia melatih melukis kadang kadang ia, naik mobil diantar oleh istrinya. Dia bagaikan seorang Direktur Bank. Kontan Arief memandang OE rendah, oleh karena itu Arief berusaha menghindarinya.
OE senang berteori. Kalau ditanya sesuatu, dia langsung menjelaskan dengan teori teori yang ruwet dengan menyebut nyebut pemikir Barat. Dia sulit berhenti kalau sudah bicara. Tidak seperti pelukis lain pada waktu ditanya dan menjawab pertanyaan. Zaini dan Mardian tersenyum kalau ditanya, dan biasanya ia balik bertanya "menurut kau bagaimana!"? ?. Pelukis Nashar kalau ditanya muridnya berusaha menjelaskan, tapi teori yang dipakai untuk menjelaskan bersifat kampungan, artinya mudah difahami oleh orang yang masih awam dalam dunia seni lukis.
Seorang seniman dalam berkarya pastilah bertolak dari keyakinan filosofi yang dianutnya. Pada waktu ia masih mencari mungkin ia akan banyak terpengaruh kepada gaya, cara dan filosofi yang dianut pelukis pendahulunya. Namun apabila kematangan sudah menyelimuti sang pelukis, dia akan menemukan satu pegangan yang diyakininya milik dia dan diyakini kebenarannya. Dia tidak akan mudah digoyahkan oleh pengaruh pengaruh yang menggodanya.
Menurut OE suatu karya seni dicipatakan adalah untuk kemaslahatan manusia, untuk memberi rasa puas pada yang melihatnya, untuk meningkatkan kualitas manusia itu. Oleh karena itu OE berprinsip bahwa "Seni Untuk Manusia"?. Seni bukan untuk seni dan seni bukan untuk politik.
Suatu karya seni adalah hasil kreativitas seniman yang harus selalu baru. Kalau tidak demikian itu bukanlah sebuah karya seni. Oleh karena seorang seniman dituntut untuk berusaha mencapai kebaruan itu, baik dalam isi, bentuk atau wujud maupun penyajiannya. Prinsip pokok dalam berkarya seni selalu dipegang oleh OE, sehingga keluarlah ucaparmya "saya tidak dapat bekerja kalau tidak ada sesuatu yang baru yang hendak saya kerjakan"?. Bertolak dari prinsip tersebut maka lukisan OE bagi sebagian pelukis terasa sangat aneh dan sebagian pelukis lain memujinya sebagai karya yang sangat orisinil milik OE.
Lukisan OE banyak didominasi oleh warna, garis dan titik yang diekspresikan dengan getaran getaran jiwa yang kuat, idealisme yang menggeletar, garis garis yang akurat, warna warna yang pas, ekspresi yang tuntas, sederhana, dalain bentuk, rapih dan menantang, orisinil dengan wajah tersendiri.
Dengan tampilan lukisannya yang seperti itu tidak salah kalau ada pelukis yang mengatakan "ini baru seni lukis Indonesia!"?. Ucapan itu disampaikan pada waktu ia menyaksikan pameran OE tanggal 25 juli 1977. Keunikan karya OE seperti yang digambarkan diatas karena OE berkeyakinan bahwa "pada akhirnya lukisan itu kembali kepada elemen dasarnya yaitu titik, garis dan warna. Bentuk bukan tujuan utama sebuah lukisan. Oleh karena itu kata OE "unsur utama dari lukisan bukanlah keserupaan, tetapi kesanggupan mengatur titik, garis dan warna!"?.
Dr. Sanento Yuliman dalam bukunya Seni Lukis Indonesia Baru menulis tentang karya lukis OE sebagai berikut
Pada tahun 1960 dalam berkarya, melakukan abstraksi terhadap bentuk alam. Guru bagi seniman kata OE adalah alam itu sendiri, kehidupan itu sendiri, pengalaman pengalaman dari pendahulu, serta karya karya besar mereka itu sendiri. Pada tahun 1968 OE melukis abstrak. Lukisan OE mempunyai muatan kontras, harmonis dan variasi garis lengkung, bercak bercak warna cerah memberi tekanan pada kanvasnya. Secara keseluruhan membentuk susunan terbuka yang unsur unsurnya. bergerak leluasa dan berirama. Demikian puitisnya lukisan OE sehingga. dapat dikatakan mendekati ungkapan musik sebagaimana, yang terlihat pada lukisannya "alam persahu"? dan "pemandangan"?. Lukisan OE merupakan pengalaman lirisnya tentang alam atau kehidupan tanpa melukiskan alam itu atau objek dalam kehidupan itu sendiri.
Tekanan warna tanpa aturan menghasilkan komposisi yang manis dengan garis garis liris berwarna warni, hijau cerah, biru cobalt, merah darah dan kuning dalam sapuan kuas yang ringan dan transparan.
Bentuk objek dipotong dengan garis dan bidang geometris sehingga melahirkan bentuk pola yang unik. Seorang pengunjung pada pameran OE tahun 1957 memberikan komentar "kita dikacaukan oleh susunan konstruktif dari garis, warna dan bidang"?. (Sanento Yuliman).
Wujud karya seni yang dihasilkan OE pada hakekatnya bertentangan dengan kebiasaan yang dilakukan seniman pada awal abad ke 20. Claire Holt mengatakan bahwa awal abad ke 20 seni di ibaratkan sama dengan lukisan pemandangan alam naturalis, dan beberapa seniman Indonesia telah mencapai kematangannya. Apa saja indah dan romantis, seperti sorga, segalanya menyenangkan, tenang, damai, lukisan yang semacam itu hanya membawa satu makna Indies yang molek. OE memberontak terhadap hal semacam itu. Ia ingin menghadirkan sesuatu yang ia inginkan, yang ia rasakan, getaran hatinya, idealisme. Karena itulah ia mengatakan "lukisan merupakan ekspresi dari apa yang dilihat pelukisnya"?. Lukisan bukanlah keserupaan, tetapi kesanggupan mengatur titik, garis dan warna. Tujuan akhir dari seniman adalah dia harus mempu menernukan dirinya sendiri.
Bertolak dari pemikiran, keyakinan dan filosofi yang dianutnya sebagai seorang seniman, maka ia pada. suatu diskusi terbatas tahun 1970 mengeluarkan pernyataan yang menghebohkan. Seni lukis Indonesia belum ada. Pro dan kontra terhadap pernyataan itupun bermunculan, berbagai polemikpun terjadi.
Pernyataan yang menghebohkan itu mungkin didasari pengamatannya terhadap karya seni para seniman tidak ada. yang orisinil dan baru, tidak ada yang bernafaskan ke Indonesiaan. Semuanya meniru lukisan barat yang sudah ada sebelumnya. Namun yang sangat menghebohkan dan membuat para perupa dan pengamat seni Indonesia gregetan, karena ia tidak menjelaskan apa yang sebenamya yang dimaksudnya itu demikian ditulis oleh Melela Mahargasrie.
Selama bertualang dalam rimba seni lukis, OE telah melakukan delapan kali pameran tunggal di dalam negeri bersama pelukis pelukis Indonesia lainnya seperti Affandi, Abas Alibasyah, Zaini, Nashar, Mardis, Fajar Sidik, Soedarso, Bagong Koesudiardjo, Amri Yahya, Sahar, Batara Lubls, Nasah Jamin, Kartika, Ahmad Sadali, AD Pirous, Popo, Iskandar, But Muchtar dan banyak lagi. Delapan belas kali pameran di luar negeri serta tiga. puluh kali pameran bersama.
Selama dia berkarya dalam kurun waktu 36 tahun, lukisannya yang terjual hanya 36 buah. Nampaknya ia tidak hidup dari seni, namun ia hidup bersama seni.
Dalam masa pencarian, pelukis muda mesti banyak dipengaruhi oleh pelukis yang mendahuluinya. Tokoh tokoh seperti Affandi, Rush, Abas Alibasyah sangat berpengaruh bagi pelukis muda di Yogyakarta. Sedangkan S.Sudjdjono, Oesman Effendi, Zaini berpengaruh dikalangan pelukis muda di Jakarta. Selanjutnya di Bandung yang berpengaruh adalah Ahmad Sadali, Srihadi, Mochtar Apin dan Popo Iskandar. ( Mustika ).
AKHIR PERJALANANNYA
Setelah melanglangbuana hampir 25 tahun, akhirnya tahun 1973 OE kembali ke kampung halamannya Koto Gadang. Di kunpungnya ia tetap saja berkarya. Malahan ia bercita cita untuk mendirikan sebuah museum, namun cita cita itu tidak kesampaian.
Akhir Desember 1984 ia pernah pingsan, lalu dibawa kerumah sakit Cipto, dikira ia terkena serangan jantung namun setelah dilakukan pengecekan ternyata ia mengindap kangker hati. Sejak Februari 1985 Ia dirawat jalan, dan kesehatannya ternyata menurun, seminggu sebelum ia meninggal ia sukar untak makan. Rabu 27 Maret 1985 ia dibawa ke Rumah Sakit Persahabatan Jakarta. Pukul 14.50 tanggal 28 Maret 1985 OE berpulang kehadirat Illahi. la mengakhiri perjuangannya untuk menghadirkan seni lukis Indonesia di bumi persada ini. Ia tutup usia pada umur 66 tahun.
Ketika melepas jenazah OE, pelukis Rush berkata sarnbil terisak Engkau paling baik OE, Engkau paling baik kepada siapa saja OE, Engkau telah berkorban banyak untuk seniman dan tanah air, OE baik sekali engkau, OE selamat jalan.
PENUTUP
OE adalah seorang pelukis Indonesia yang diakui oleh siapa saja. Punya prinsip yang teguh dalam berkarya, dan tidak mau terpengaruh begitu saja. OE ingin menunjukkan kepada dunia bahwa Indonesia punya identitas. oleh karena itu ia tidak segan melontarkan ucapan bahwa seni lukis Indonesia tidak ada. Mungkin itu maksudnya agar para seniman selalu menggali dan menggali lagi untuk dapat menemukan identitas itu. Iapun telah buktikan.
Terima kasih pada penulis artikel ini Muzni Ramanto
1 comment :
Post a Comment