Wednesday, April 17, 2013

CINDUR MATO

CINDUR MATO (Cerita Rakyat Sumatra Barat)
Oleh A.A. Navis di ceritakan kembali oleh  Sita S.Priyadi


RABU, 14 NOV. 2012 – SITA BLOG:  Adik-adik! Kali ini kakak akan bercerita tentang kisah Cindur Mato yaitu Salah satu cerita rakyat dari Sumatra Barat yang jalan ceritanya patut kita jadikan pelajaran dalam menyikapi hidup di era sekarang ini. Beginilah ceritanya!
Menurut yang empunya cerita, tersebutlah suatu kerajaan  di Minangkabau yang bernama Pagaruyung.  Tahta kerajaan itu diduduki oleh seorang wanita bergelar Bundo Kandung. Ia mempunyai anak tunggal bernama Dang Tuanku . bundo Kandung juga mempunyai seorang saudara yang menjadi raja muda di ranah Sikalawi. Untuk memelihara hubungan, Dang Tuanku ditunangkan dengan anak Raja Muda yang bernama Puti Bungsu.
Pada suatu hari, istana Pagaruyung menjadi gempar karena berita yang dibawa pedagang keliling. Berita itu berisi bahwa Puti Bungsu akan menikah dengan Imbang Jaya, anak Tiang Bungkuk, raja dari Sungai Ngiang. Di Sikalawi juga tersebar berita bahwa Dang Tuanku menderita penyakit nimbi (penyakit kulit). Penyakit itu sudah menjalar ke seluruh tubuhnya dan tidak dapat dissembuhkan lagi. Itulah sebabnya Raja Muda bersedia menjodohkan Puti Bungsu dengan Imbang Jaya. Lagi pula Imbang Jaya semartabat dengan Dang Tuanku. Mereka sama-sama anak raja. Juga tersebar berita bahwa jalan antara Pagaruyung dan Sikalawi tidak dapat dilalui. Imbang Jaya telah memerintahkan penyamun untuk berjaga-jaga di pesawangan (tempat sepi antara desa-desa), supaya tidak seorang pun dapat lewat.
Bundo Kandung marah mendengar berita itu. Ia segera memerintahkan orang untuk menabuh bedug istana untuk memanggil para pembesar kerajaan. Setelah semua para pembesar kerajaan hadir, Bundo Kandung menceritakan berita itu. Bundo Kandung sangat gusar pada perlakuan adiknya, Raja Muda. Gusar karena memutuskan pertunangan kedua anak mereka tanpa pemberitahuan. Mereka akhirnya sepakat untuk menyelidiki apa yang sesungguhnya terjadi di Sikalawi. Kata mereka,
“Mungkin berita itu hanya fitnah untuk mengadu domba Bundo Kandung dengan Raja Muda. Oleh karena itu, perlu dikirim utusan ke sana.”
“Kita memerlukan utusan khusus. Utusan itu haruslah orang yang pemberani dan cerdik,” usul salah seorang yang hadir.
Akhirnya mereka sepakat memilih Cindur Mato untuk menjadi utusan. Dialah penjaga istana yang paling setia. Cindur Mato adalah anak Lenggo Geni, dayang kesayangan Bundo Kandung. Selain setia, Cindur Mato juga berhati tulus. Ia juga teman seperguruan Dang Tuanku, pendekar yang tidak ada tandingannya. Dengan sedih Bundo Kandung melepas Cindur Mato. Bundo Kandung member berbagai nasehat sebelum Cindur Mato pergi. Pada malam sebelum kepergiannya, Cindur Mato dibisikkan sesuatu oleh Dang Tuanku. Tak seorang pun yang tahu apa yang dibisikkan kepadanya. 
Menurut yang empunya cerita, Cindur Mato pergi dengan membawa Gumarang, kuda sembrani berbulu putih. Kuda itu dapat berlari kencang dan dapat melompat tinggi. Ia juga membawa kerbau bernama Binuang. Jika kerbau itu membunyikan genta yang tergantung dilehernya, bertaburanlah lebah yang bersarang di lehernya. Lebah untuk mementak (menyengat) musuh. Dibawanya juga ayam berbulu putih bernama Kinatan. Ayam sabungan (aduan) yang mengalahkan seluruh lawannya. Ayam yang kokoknya sangat keras.
Setelah lama berjalan, siang dan malam, akhirnya Cindur Mato tiba di pesawangan menjelang Sikalawi. Ketika melewati bukit Tambun Tulang, segerombolan penyamun tiba-tiba menghadang. Perkelahian Cindur Mato melawan para penyamun yang berjumlah banyak berlangsung tidak seimbang. Lambat-laun Cindur Mato terdesak dan kehabisan tenaga. Dengan suara pelan, Cindur Mato berseru,
“Wahai Binuang, goyang-goyangkanlah gentamu.” Bagaikan mengerti, Binuang pun menggoyangkan genta yang tergantung di lehernya. Lalu, berhamburanlah lebah berbisa keluar dari telinganya. Lebah berbisa itu menyengat para penyamun sehingga mereka lari tunggang langgang. Cindur Mato kemudian melanjutkan perjalanan. Menjelang tengah malam dia sudah sampai di Sikalawi.
Tidak menunggu pagi, Cindur Mato segera mengendap-endap masuk ke dalam itana. Ia langsung membangunkan Puti Bungsu yang sedang tidur pulaas. Dengan berbisik, Cindur Mato menceritakan maksud kedatangannya. Disampaikannya juga pesan dari Dang Tuanku pada malam sebelum keberangkatannya. Katanya,
“Dang Tuanku berpesan kepadaku supaya Kak Puti kubawa ke Pagaruyung.”
“Baiklah. Kapan kita pergi?” Puti Bungsu bertanya.
“Sebaiknya sekarang juga,” jawab Cindur Mato.
Tanpa berpikir panjang, Puti Bungsu pergi mengikuti Cindur Mato menuju Pagaruyung. Pagi harinya, istana Raja Muda menjadi gempar. Dayang-dayang istana tidak menemukan Puti Bungsu di kamarnya. Telah dicari ke seluruh peloksok istana, tetapi Puti bungsu tidak ditemukan. Berita itu tersebar sampai ke luar istana. Akhirnya, berita itu didengar Imbang Jaya. Dia telah mendapat kabar dari salah seorang penyamun Bukit Tambun Tulang bahwa Cindur Mato tidak mampu mereka hadang. Imbang Jaya menjadi yakin bahwa Puti Bungsu dibawa ke Pagaruyung. Imbang jaya segera melompat ke punggung kudanya. Hulubalangnya (pengawal) mengikuti di belakang. Imbang Jaya bukan putra sembarang raja. Ia putra raja yang kebal dan kejam. Dipacunya kuda agar berlari kencang. Kemudian Imbang Jaya mengejar Cindur Mato. Pertarungan pun berlangsung dengan seru dan seimbang. Namun akhirnya, ketika desta (ikat kepala) Imbang Jaya jatuh ke tanah, kesaktiannya tiba-tiba punah. Cindur Mato segera menusukkan belatinya. Imbang Jaya jatuh ke tanah dan tewas seketika itu juga.  
Setibanya di Pagaruyung, Cindur Mato dimarahi Bundo Kandung karena ia telah melanggar perintah.  Ia kemudian diadili oleh Pembesar Empat Balai. Akan tetapi, pengadilan itu tidak menghasilkan satu keputusan pun.  Oleh karena itu, pengadilan keesokan harinya dipimpin langsung oleh Bundo Kandung. Bundo Kandung ingin menyelesaikan secepatnya.  Hal itu untuk menjaga agar jangan sampai peristiwa itu menjadi keributan.
“Persoalan yang terberat bukanlah masalah Cindur Mato menculik Puti Bungsu. Persoalannya adalah Imbang Jaya tewas dibunuh oleh Cindur Mato. Tiang Bungkuk pasti marah besar dan akan membalas.”  Bundo Kandung melanjutkan kata-katanya.
“Tiang Bungkuk bukan raja yang dapat diajak berunding. Dia akan datang ke sini untuk menuntut balas atas kematian anaknya. Itu yang pertama.  Kedua, dia merasa terhina karena tunangan anaknya diculik.  Apa pembelaan kita?”
Kemudian Badaro dari Sungai Tarab, anggota Empat Balai yang tertua, mengusulkan Cindur Mato diperintahkan meninggalkan Pagaruyung.  Meninggalkan Pagaruyung dan pergi ke Indra Pura.
“Jika Tiang Bungkuk datang, kita katakana bahwa Cindur Mato telah dibuang menurut hukum adat kita. Mengenai tewasnya Imbang Jaya, Tiang Bungkuk tidak dapat menuntut kita. Imbang Jaya tewas karena berkelahi.”  Demikian keputusan pertemuan itu.
Mendengar anaknya tewas dibunuh Cindur Mato di Bukit Tambun Tulang, Tiang Bungkuk marah bukan kepalang.  Dikerahkannya pasukan ke Pagaruyung untuk membalas dendam atas kematian anaknya.  Akan tetapi, Pagaruyung adalah kerajaan yang tidak mempunyai tentara.  Jika melawan, mereka akanmati.  Oleh karena itu, mereka kemudian lari menyelamatkan diri ke Lunang.
Pagaruyung telah menjadi kosong dan sunyi ketika Tiang Bungkuk sampai.  Orang yang ditugaskan  menanti kedatangan Tiang Bungkuk ialah Raja Dua Sila, yaitu Raja Adat dan Raja Ibadat.  Mereka bertugas untuk membujuk Tiang Bungkuk agar bersedia berdamai.  Akan tetapi, Tiang Bungkuk  belum  juga puas.  Dendam kesumat atas kematian Imbang Jaya tak juga hilang.  Pagaruyung dibakarnya habis menjadi debu.
Ketika Tiang Bungkuk kembali ke Sungai Ngiang, dia membawa serta seorang anak muda yang bertingkah -laku  seperti orang gila. Akan tetapi, pemuda itu memiliki banyak ilmu. Anak muda itu bukan lain adalah Cindur Mato yang sedang menyamar.  Jika ada orang yang patah tulang atau terkilir,  ia mampu menyembuhkannya dengan cepat dengan mengurutnya pada bagian yang terkilir.  Cindur Mato  mengurutnya sambil bernyanyi dengan suaranya yang merdu.  Tiang Bungkuk sangat menyukainya.  Jika Tiang Bungkuk sakit, dan tubuhnya merasa pegal-pegal Cindur Mato yang memijatnya.   Ia memijat sambil bernyanyi hingga Tiang  Bungkuk tertidur pulas.  Karena hubungannya dengan Tiang Bungkuk sudah semakin akrab, akhirnya Cindur Mato mengetahui rahasia kesaktian Tiang Bungkuk.  Ternyata rahasia kesaktian Tiang Bungkuk terletak pada keris pusaka saktinya yang bernama “Si Bungkuk” yang menyebabkannya selalu menang dalam perang.  Dengan demikian satu-satunya senjata yang dapat mengalahkan dan membunuh Tiang Bungkuk ialah keris bungkuk miliknya sendiri.  Akhirnya dalam satu kesempatan saat Tiang Bungkuk tertidur pulas setelah dipijat, Cindur Mato mencuri keris pusaka Tiang Bungkuk lalu ditikamkan ke tubuhnya sehingga Tiang Bungkuk tewas saat itu juga.
Menurut yang empunya cerita, Istana Pagaruyung dibangun kembali oleh Cindur Mato.  Dia kemudian diangkat menjadi raja.  Bundo Kandung dan Dang Tuanku serta Puti Bungsu tidak pernah kembali lagi dari Lunang.  Mereka meninggal dan dikuburkan di sana.  Sampai sekarang oleh masyarakat setempat, makamnya dianggap keramat. [Sita S.Priyadi]
Referensi:  A.A. Navis, “Cerita Rakyat dari Sumatra Barat”. Penerbit Grasindo. Jakarta: 1994. 

http://gemahripahst06.blogspot.com/2012/11/mengupas-secuil-sejarah-minangkabau.html

Catatan

  • Bundo Kanduang adalah gelar bagi Puti Panjang Rambut II. Ia adalah putri dari Tuanku Maharaja Sakti Dewang Pandang Putrawana, sepupu Ananggawarman
  • Dang Tuanku'Sultan Remendung' adalah Raja Pagaruyung, putra Bundo Kanduang dengan Bujang Salamat alias Hyang Indera Jati dari dinasti Makhudum di Sumanik. Dia ditunangkan dengan Puti Bungsu, sepupunya, anak dari pamannya Rajo Mudo alias Sutan Saktai Gelar Rajo Jonggor, yang berkuasa di Renah Sekalawi (Lebong)kira-kira kurang lebih 40 km dari lunang sbg Raja Jang Tiang Pat ke I (petuloi Tubey)
  • Cindua Mato seperti Dang Tuanku terlahir setelah ibunya, Kembang Bendahari, sepupu dari Bundo Kandung. Karena itu dia juga dapat dipandang sebagai saudara Dang Tuanku.
  • Imbang Jayo adalah raja Sungai Ngiang, rantau Minangkabau sebelah selatan yakni di sekitar Sangir dan Kerinci. Dia berusaha merebut Puti Bungsu, yang sudah ditunangkan dengan Dang Tuanku, dengan menyebarkan desas-desus bahwa raja Pagaruyung tersebut menderita penyakit.
  • Tiang Bungkuak adalah ayah Imbang Jayo yang sakti dan kebal. Namun pada akhirnya Cindua Mato menemukan kelemahannya.

Tuesday, April 16, 2013

Raja-raja Minang di Nusantara

Raja-raja Minang di Nusantara

Sedikit sekali orang yang mengetahui kejayaan Minangkabau di masa lampau. Dalam blog ini, kita akan melihat sepak terjang raja-raja asal Minangkabau, yang memerintah di banyak negeri seantero Nusantara.

Dapunta Hyang Sri Jayanasa, dipercaya sebagai pendiri imperium besar Sriwijaya. Menurut tambo alam Minangkabau, Dapunta Hyang berasal dari lereng Gunung Merapi, yang kemudian melakukan migrasi bersama sejumlah penduduk setempat. Dengan mengaliri Sungai Kampar dari pedalaman Minangkabau, Dapunta Hyang beserta rombongannya tiba di bibir pantai Selat Malaka. Mereka terus melanjutkan perjalanan ke selatan hingga bertemu muara Sungai Musi. Dari sini mereka mencoba memudiki Sungai Musi dan berjumpa lereng Gunung Dempo. Dari lereng gunung inilah kemudian Dapunta Hyang beserta rombongannya membangun sebuah kedatuan yang berpusat di tepian Sungai Musi.

Prasasti Kedukan Bukit
Kisah perjalanan Dapunta Hyang dari tanah Minang, terukir jelas dalam Prasasti Kedukan Bukit. Prasati itu bercerita tentang rombongan Dapunta Hyang yang selamat melakukan perjalanan dan penyerangan dari Minanga, bersama serombongan pasukan yang melewati darat maupun laut. Hingga saat ini, penafsiran isi prasasti tersebut masih simpang siur. Poerbatjaraka berpendapat bahwa Minanga (atau Minanga Tamwar) merupakan hulu pertemuan dua sungai Kampar, yang berada di luhak Lima Puluh Koto. Dan Minanga Tamwar diprediksi sebagai asal usul nama Minangkabau. Sedangkan para ahli lainnya seperti George Coedes dan Slamet Muljana, justru berteori bahwa Minanga merupakan kerajaan taklukan Dapunta Hyang yang terletak di hulu Batanghari. E.S Ito dalam novelnya “Negara Kelima”, juga menyinggung mengenai migrasi Dapunta Hyang dari Minangkabau ke Palembang. Dikatakannya bahwa Dapunta Hyang telah menghiliri Sungai Batanghari sampai ke muara Jambi, dan kemudian melanjutkan perjalanannya dengan berjalan kaki hingga ke tepian Sungai Musi. Menurutnya Dapunta Hyang adalah salah seorang pembesar Minangkabau, yang ingin mengembalikan kejayaan imperium Atlantis.
Putra Minangkabau lainnya yang duduk di tampuk kekuasaan adalah Kalagamet. Dia merupakan raja Majapahit kedua yang memerintah pada tahun 1309-1328. Kalagamet yang bergelar Sri Jayanagara , beribukan Dara Petak seorang permaisuri yang berasal dari Kerajaan Dharmasraya. Pada masa berkuasa, dia mengangkat saudara sepupunya yang juga keturunan Minangkabau, Adityawarman, sebagai duta untuk negeri Tiongkok. Adityawarman adalah putra Dara Jingga, permaisuri Dharmasraya lainnya yang bersuamikan Adwayawarman. Di masa pemerintahan Tribhuwana Tunggadewi, Adityawarman naik jabatan sebagai wreddhamantri atau perdana menteri kerajaan. Dalam posisi strategis itu, dia membangkang kepada Tribhuwana dan melecehkan Majapahit. Pada tahun 1347, dia pulang kampung ke Sumatra dan mendirikan Kerajaan Pagaruyung. Kerajaan ini merupakan penerus wangsa Mauli yang telah berkuasa di Sumatra selama hampir satu setengah abad. Pada abad ke-14, Kerajaan Pagaruyung memiliki daerah taklukan ke hampir seluruh wilayah Sumatra dan Semenanjung Malaysia. Kekuasaannya atas Nusantara barat, merupakan balance of power bagi Majapahit yang berkuasa di bagian tengah kepulauan.
Selain Jayanagara dan Adityawarman, tokoh Majapahit lainnya yang dipercaya berasal dari Minangkabau adalah Gajah Mada . Namanya mengikuti genre jago silat Minang lainnya seperti Harimau Campa, Gajah Tongga, atau Anjing Mualim. Sebagian orang memperkirakan, Gajah Mada merupakan putra seorang pendekar Minangkabau yang ikut mengantarkan Dara Petak dan Dara Jingga ke Majapahit. Namun Ridjaluddin Shar dalam novelnya “Maharaja Diraja Aditya­warman: Matahari di Khatulis­tiwa”, malah berpendapat sebaliknya. Menurutnya Gajah Mada adalah anak dari salah seorang pasukan Pamalayu yang menikahi gadis Minangkabau. Asal usul Gajah Mada memang penuh misteri dan tanda tanya. Hingga saat ini belum ada sejarawan yang berhasil mengungkap kelahiran dan kematian tokoh besar tersebut, kecuali hanya dugaan-dugaan awal saja. Yang jelas, Gajah Mada merupakan simbol kebesaran Majapahit dan persatuan Indonesia. Ketika ia ditunjuk sebagai perdana menteri pada masa pemerintahan Hayam Wuruk, dalam Sumpah Palapa ia bernazar akan menaklukkan seluruh Nusantara di bawah panji Majapahit. Namun janjinya tersebut tak sempat terwujud, sampai akhirnya kerajaan itu runtuh pada awal abad ke-16.
Muhammad Yamin , seorang pakar hukum, ahli sejarah, budayawan, dan salah satu founding fathers Indonesia, merupakan pengagum berat sosok Gajah Mada. Kekagumannya mungkin juga dikarenakan pertalian darah yang sama sebagai putra Minangkabau. Usahanya dalam merekonstruksi peran Gajah Mada dalam buku setebal 112 halaman, merupakan salah satu bentuk kegandrungannya. Impian Gajah Mada mempersatukan Nusantara, telah mengilhaminya untuk menggabungkan seluruh jajahan Hindia-Belanda dalam satu kesatuan wilayah politik. Pada bulan Oktober 1928, cita-citanya itu benar-benar terwujud. Dalam sebuah ikrar bersama yang kelak dikenal dengan Sumpah Pemuda, Yamin berhasil menyatukan seluruh komponen rakyat Hindia-Belanda, dalam satu bangsa, bahasa, dan tanah air.
Pada tahun 1390, seorang pengelana Minangkabau yang kemudian berjuluk Raja Bagindo, mendirikan Kesultanan Sulu . Tak banyak riwayat mengenai raja yang satu ini, kecuali para keturunannya yang menjadi pelaut ulung. Kabarnya mereka sangat ditakuti oleh pedagang-pedagang Eropa yang acap melintasi perairan utara Nusantara. Mohd. Jamil al-Sufri dalam bukunya “Tarsilah Brunei: The Early History of Brunei up to 1432 AD” menyebutkan, bahwa dari silsilah raja-raja Brunei Darussalam , diketahui bahwa pendiri kerajaan ini : Awang Alak Betatar atau yang bergelar Sultan Muhammad Shah, berasal dari Minangkabau. Selain itu raja-raja Serawak di Kalimantan Utara, juga banyak yang berasal dari Minangkabau. Hal ini berdasarkan informasi para bangsawan Serawak, yang ditemui Hamka pada tahun 1960. Kamardi Rais Dt. Panjang Simulie dalam bukunya “Mesin Ketik Tua” juga memerikan berita bahwa ketika James Brook dirajakan di Serawak , yang melantiknya adalah datuk-datuk asal Minangkabau.
Sultan Buyong, anak dari raja Indrapura yang bertahta di Pesisir Selatan, pernah berkuasa di Kesultanan Aceh pada tahun 1586-1596. Buyong (Buyung ?) naik menjadi raja, berkat pengaruh dan kekuatan para pedagang Minang yang berniaga di Kutaraja. Sebelum itu kakak ipar Buyong, Sultan Sri Alam, juga sempat bertahta di Kesultanan Aceh (1575-1576). Sri Alam berkuasa melalui kudeta berdarah hulubalang Minangkabau, yang disebut-sebut telah berkomplot dalam pembunuhan Sultan Muda. Untuk menyingkirkan pengaruh Minangkabau dari Kerajaan Aceh, sekaligus membalaskan dendam kematian Sultan Muda, pada tahun 1596 ulama-ulama Aceh melakukan pembunuhan berencana terhadap Buyong. Dengan terbunuhnya Buyong maka berakhirlah pengaruh Indrapura di tanah rencong. Kesultanan Indrapura yang beribu kota di Indrapura (selatan Painan), merupakan pecahan dari Kerajaan Pagaruyung. Pada paruh kedua abad ke-16, kesultanan ini memiliki pengaruh yang cukup luas di pesisir barat Sumatra. Wilayahnya menjangkau daratan Aceh di utara hingga Bengkulu di selatan.
Sultan Abdul Jalil Rahmad Syah I atau yang dikenal dengan Raja Kecil adalah salah seorang putra Pagaruyung pendiri Kesultanan Siak Sri Indrapura. Sebelum mendirikan Kesultanan Siak pada tahun 1723, Raja Kecil sempat bertahta di Kesultanan Johor (1717-1722). Namun kekuasaannya tak bertahan lama, karena aksi kudeta yang dilancarkan Bendahara Abdul Jalil dan pasukan Bugis. Di masa pemerintahannya, Kesultanan Siak melakukan perluasan teritori hingga ke wilayah Rokan, dan berhasil membangun pertahanan armada laut di Bintan. Pada tahun 1740-1745, Siak menaklukkan beberapa kawasan di Semenanjung Malaysia. Dan 40 tahun kemudian, wilayah kekuasaannya telah meliputi Sumatra Timur, Kedah, hingga Sambas di pantai barat Kalimantan.
Di Semenanjung Malaysia, Raja Melewar yang merupakan utusan Pagaruyung, menjadi raja bagi masyarakat setempat. Pada tahun 1773, konfederasi sembilan nagari di Semenanjung Melayu, membentuk sebuah kerajaan yang diberi nama Negeri Sembilan . Kerajaan ini terbentuk pasca derasnya arus migrasi Minangkabau ke wilayah tersebut. Seperti halnya masyarakat di Sumatra Barat, rakyat Negeri Sembilan juga menggunakan hukum waris matrilineal serta model adat Datuk Perpatih. Pada tahun 1957, Tuanku Abdul Rahman yang merupakan keturunan Raja Melewar, menjadi Yang Dipertuan Agung Malaysia pertama.
Di Tapanuli, Sisingamangaraja yang dipercaya sebagai Raja Batak, juga berasal dari Minangkabau. Hal ini berdasarkan keterangan Thomas Stamford Raffles yang menemui para pemimpin Batak di pedalaman Tapanuli. Mereka menjelaskan bahwa Sisingamangaraja adalah seorang keturunan Minangkabau yang ditempatkan oleh Kerajaan Pagaruyung sebagai raja bawahan (vassal) mereka. Hingga awal abad ke-20, keturunan Sisingamangaraja masih mengirimkan upeti secara teratur kepada pemimpin Minangkabau melalui perantaraan Tuanku Barus.
http://afandriadya.com/2011/06/21/raja-minang-di-nusantara/

Monday, April 15, 2013

Asal-usul nama Sumatera

ASAL-USUL NAMA “SUMATERA”


oleh

Irfan Anshory (Foto: Facebook.com) IRFAN ANSHORY



NAMA ASLI pulau Sumatera, sebagaimana tercatat dalam sumber-sumber sejarah dan cerita-cerita rakyat, adalah “Pulau Emas”. Istilah pulau ameh kita jumpai dalam cerita Cindur Mata dari Minangkabau. Dalam cerita rakyat Lampung tercantum nama tanoh mas untuk menyebut pulau mereka yang besar itu. Pendeta I-tsing (634-713) dari Cina, yang bertahun-tahun menetap di Sriwijaya (Palembang sekarang) pada abad ke-7, menyebut pulau Sumatera dengan nama chin-chou yang berarti “negeri emas”.

Dalam berbagai prasasti, pulau Sumatera disebut dengan nama Sansekerta: Suwarnadwipa (“pulau emas”) atau Suwarnabhumi (“tanah emas”). Nama-nama ini sudah dipakai dalam naskah-naskah India sebelum Masehi. Naskah Buddha yang termasuk paling tua, Kitab Jataka, menceritakan pelaut-pelaut India menyeberangi Teluk Benggala ke Suwarnabhumi. Dalam cerita Ramayana dikisahkan pencarian Dewi Sinta, istri Rama yang diculik Ravana, sampai ke Suwarnadwipa.

Para musafir Arab menyebut pulau Sumatera dengan nama Serendib (tepatnya: Suwarandib), transliterasi dari nama Suwarnadwipa. Abu Raihan Al-Biruni, ahli geografi Persia yang mengunjungi Sriwijaya tahun 1030, mengatakan bahwa negeri Sriwijaya terletak di pulau Suwarandib. Cuma entah kenapa, ada juga orang yang mengidentifikasi Serendib dengan Srilanka, yang tidak pernah disebut Suwarnadwipa!

Di kalangan bangsa Yunani purba, Pulau Sumatera sudah dikenal dengan nama Taprobana. Nama Taprobana Insula telah dipakai oleh Klaudios Ptolemaios, ahli geografi Yunani abad kedua Masehi, tepatnya tahun 165, ketika dia menguraikan daerah Asia Tenggara dalam karyanya Geographike Hyphegesis. Ptolemaios menulis bahwa di pulau Taprobana terdapat negeri Barousai. Mungkin sekali negeri yang dimaksudkan adalah Barus di pantai barat Sumatera, yang terkenal sejak zaman purba sebagai penghasil kapur barus.

Naskah Yunani tahun 70, Periplous tes Erythras Thalasses, mengungkapkan bahwa Taprobana juga dijuluki chryse nesos, yang artinya ‘pulau emas’. Sejak zaman purba para pedagang dari daerah sekitar Laut Tengah sudah mendatangi tanah air kita, terutama Sumatera. Di samping mencari emas, mereka mencari kemenyan (Styrax sumatrana) dan kapur barus (Dryobalanops aromatica) yang saat itu hanya ada di Sumatera. Sebaliknya, para pedagang Nusantara pun sudah menjajakan komoditi mereka sampai ke Asia Barat dan Afrika Timur, sebagaimana tercantum pada naskah Historia Naturalis karya Plini abad pertama Masehi.

Dalam kitab umat Yahudi, Melakim (Raja-raja), fasal 9, diterangkan bahwa Nabi Sulaiman a.s. raja Israil menerima 420 talenta emas dari Hiram, raja Tirus yang menjadi bawahan beliau. Emas itu didapatkan dari negeri Ophir. Kitab Al-Qur’an, Surat Al-Anbiya’ 81, menerangkan bahwa kapal-kapal Nabi Sulaiman a.s. berlayar ke “tanah yang Kami berkati atasnya” (al-ardha l-lati barak-Na fiha).

Di manakah gerangan letak negeri Ophir yang diberkati Allah itu? Banyak ahli sejarah yang berpendapat bahwa negeri Ophir itu terletak di Sumatera! Perlu dicatat, kota Tirus merupakan pusat pemasaran barang-barang dari Timur Jauh. Ptolemaios pun menulis Geographike Hyphegesis berdasarkan informasi dari seorang pedagang Tirus yang bernama Marinus. Dan banyak petualang Eropa pada abad ke-15 dan ke-16 mencari emas ke Sumatera dengan anggapan bahwa di sanalah letak negeri Ophir-nya Nabi Sulaiman a.s.

Lalu dari manakah gerangan nama “Sumatera” yang kini umum digunakan baik secara nasional maupun oleh dunia internasional? Ternyata nama Sumatera berasal dari nama Samudera, kerajaan di Aceh pada abad ke-13 dan ke-14. Para musafir Eropa sejak abad ke-15 menggunakan nama kerajaan itu untuk menyebut seluruh pulau. Sama halnya dengan pulau Kalimantan yang pernah disebut Borneo, dari nama Brunai, daerah bagian utara pulau itu yang mula-mula didatangi orang Eropa. Demikian pula pulau Lombok tadinya bernama Selaparang, sedangkan Lombok adalah nama daerah di pantai timur pulau Selaparang yang mula-mula disinggahi pelaut Portugis. Memang orang Eropa seenaknya saja mengubah-ubah nama tempat. Hampir saja negara kita bernama “Hindia Timur” (East Indies), tetapi untunglah ada George Samuel Windsor Earl dan James Richardson Logan yang menciptakan istilah Indonesia, sehingga kita-kita ini tidak menjadi orang “Indian”! (Lihat artikel penulis, “Asal-Usul Nama Indonesia”, Harian Pikiran Rakyat, Bandung, tanggal 16 Agustus 2004, yang telah dijadikan salah satu referensi dalam Wikipedia artikel “Indonesia”).

Peralihan Samudera (nama kerajaan) menjadi Sumatera (nama pulau) menarik untuk ditelusuri. Odorico da Pardenone dalam kisah pelayarannya tahun 1318 menyebutkan bahwa dia berlayar ke timur dari Koromandel, India, selama 20 hari, lalu sampai di kerajaan Sumoltra. Ibnu Bathutah bercerita dalam kitab Rihlah ila l-Masyriq (Pengembaraan ke Timur) bahwa pada tahun 1345 dia singgah di kerajaan Samatrah. Pada abad berikutnya, nama negeri atau kerajaan di Aceh itu diambil alih oleh musafir-musafir lain untuk menyebutkan seluruh pulau.

Pada tahun 1490 Ibnu Majid membuat peta daerah sekitar Samudera Hindia dan di sana tertulis pulau Samatrah. Peta Ibnu Majid ini disalin oleh Roteiro tahun 1498 dan muncullah nama Camatarra. Peta buatan Amerigo Vespucci tahun 1501 mencantumkan nama Samatara, sedangkan peta Masser tahun 1506 memunculkan nama Samatra. Ruy d’Araujo tahun 1510 menyebut pulau itu Camatra, dan Alfonso Albuquerque tahun 1512 menuliskannya Camatora. Antonio Pigafetta tahun 1521 memakai nama yang agak ‘benar’: Somatra. Tetapi sangat banyak catatan musafir lain yang lebih ‘kacau’ menuliskannya: Samoterra, Samotra, Sumotra, bahkan Zamatra dan Zamatora.

Catatan-catatan orang Belanda dan Inggris, sejak Jan Huygen van Linschoten dan Sir Francis Drake abad ke-16, selalu konsisten dalam penulisan Sumatra. Bentuk inilah yang menjadi baku, dan kemudian disesuaikan dengan lidah kita: Sumatera.***


Sumber utama:
Nicholaas Johannes Krom, “De Naam Sumatra”, Bijdragen tot de Taal-, Land-, en Volkenkunde, deel 100, 1941.
William Marsden, The History of Sumatra, Oxford University Press, Kuala Lumpur, cetak ulang 1975.

http://irfananshory.blogspot.com/2007_05_01_archive.html

Monday, April 08, 2013


SEJARAH RINGKAS KERAJAAN PAGARUYUANG DARUL QORROR

http://melayuonline.com/pict/p4ba6f9f28b90a.jpg

  1. LATAR  BELAKANG
Kerajaan Pagaruyung didirikan oleh Raja Adityawarman pada tahun 1343, yang pada awalnya meliputi wilayah bekas Kerajaan Bungo Setangkai dan wilayah bekas Kerajaan Dharmasraya. Sebelum Kerajaan Pagaruyung di Minangkabau, sudah ada Kerajaan-Kerajaan lainnya secara silih berganti antara lain:
1)       Kerajaan Pasumayam Koto Batu yang berpusat di Pariangan di kaki gunung Merapi, berusia kurang lebih 3 abad sebelum Masehi sampai kepertengahan abad ke2 Masehi. Raja yang terkenalnya adalah Sri Maharaja Diraja yang menurut Tambo Alam Minangkabau adalah salah seorang anak dari Sultan Iskandar Zulkarnain yang berasal dari Iskandariyah Mesir. Pada masa pemerintahan Raja Sri Maharaja Diraja inilah dibentuk koto-koto dan nagari-nagari dan disetiap koto dan nagari diangkat datuk-datuk sebagai pemimpin adat dan sekaligus sebagai wakil mutlak dari Daulat Yang Dipertuan Sri Maharaja Diraja di Pariangan. Penyempurnaan susunan adat dan pemerintahan dilakukan oleh anaknya Datuk Ketumanggungan dan saudara tirinya Datuk Perpatih Nan Sebatang dan mamak kandungnya Datuk Suri Dirajo.
2)       Kerajaan Lagundi Nan Baselo yang berpusat di Pariangan Padang Panjang, berusia dari pertengahan abad ke2 Masehi sampai pertengahan abad ke5 Masehi.
3)       Setelah Kerajaan Lagundi Nan Baselo runtuh, maka munculah Kerajaan Bunga Setangkai yang berpusat di Sungai Tarab yang usianya dari pertengahan abad ke 5 Masehi sampai pertengahan abad ke 14 Masehi. Dipimpin oleh rajanya yang bergelar Datuk Ketumanggungan.
4)       Bersamaan dengan Kerajaan Bunga Setangkai berdiri pula Kerajaan Dusun Tuo yang berpusat di Lima Kaum, yang dipimpin oleh rajanya yang bergelar Datuk Perpatih Nan Sebatang. Kerajaan ini tidak berusia panjang hanya sampai akhir abad ke 5 dan kemudian bersatu dengan Kerajaan Bunga Setangkai. Rajanya kemudian diberi kebesaran Gajah Gadang Patah Gadiang.
5)       Bersamaan dengan berdirinya Kerajaan Bunga Setangkai, disepanjang Batang Hari didirikan pula Kerajaan Dharmasraya yang raja-rajanya pun berasal dari Pariangan Padang Panjang. Salah seorang Rajanya yang terkenal adalah Tri Buwana Raja Mauliwarmadewa berkawin dengan Puti Lenggogeni dari Kerajaan Bunga Setangkai Sungai Tarab dan melahirkan 3 orang anak iaitu:
  1. Puti Parameswari atau lebih dikenal dengan nama Puti Dara Jingga, ibunda dari Raja Adityawar     man,
  2. Puti Indraswari atau lebih dikenali dengan Puti Dara Petak, ibunda dari Prabu Jayanegara, dan
  3. Raja Parameswara yang dikenal juga dengan nama Akarendrawarman yang dalam tambo lebihdikenal dengan Tuanku Raja Muda.
Raja Adityawarman dilahirkan pada tahun 1295 Masehi di Majapahit. Dia dibesarkan dan dididik di Majapahit dan pernah menjabat jawatan tinggi di Majapahit sebagai Senopati Utama ( panglima utama dari tentera Majapahit ) Pada waktu Prabu Jayanegara diculik oleh pemberontakan Rakuti dan tidak diketahui jejaknya, Caturakriyan dan Sapta Menteri Kerajaan Majapahit telah bersepakat untuk menobatkan Raja Adityawarman sebagai Raja Majapahit menggantikan Prabu Jayanegara. Beberapa hari sebelum dilakukan penobatan Patih Gajah Mada berhasil menemukan dan membebaskan Prabu Jayanegara darisekapan pemberontakan Rakuti sehingga Raja Adityawarman tidak jadi dinobatkan sebagai Raja Majapahit. Berikutan itu Prabu Jayanegara telah mengangkat Raja Adityawarman sebagai duta besar mengelilingi Majapahit bertujuan untuk memperbaiki hubungan persahabatan dengan Kerajaan Monggol dengan Kerajaan China, dengan Kerajaan di Hindia Belakang dengan Kerajaan Sri Langka dan India, bahkan sempat berkunjung ke Kerajaan Madagaskar. Masa tugasnya ini dilakukannya dari tahun 1336 sampai 1341 Masehi. Sekembalinya Adityawarman di Majapahit, Raja Majapahit sudah dipangku oleh Tri Buwana Tunggadewi, dan harapan Raja Adityawarman untuk menjadi Raja diMajapahit pupuslah sudah dan dia kemudian meminta izin kepada adiknya Tri Buwana Tunggadewi untuk pulang keMinangkabau, Kerana secara matrilineal dia mempunyai hak untuk menjadi Raja diKerajaan Bunga Setangkai.
Setibanya di Kerajaan Bunga Setangkai, permintaan Adityawarman untuk menjadi Raja diKerajaan Bunga Setangkai pada awalnya mendapat penolakan dari mamaknya dan pembesar-pembesar Kerajaan Bunga Setangkai. DEngan sedikit menggunakan kekuatan yang dibawanya dari Majapahit akhirnya Raja Adityawarman diterima sebagai Raja dari Kerajaan Bunga Setangkai. Mamaknya yang merupakan bekas Raja Kerajaan Bunga Setangkai diangkat sebagai Perdana Menteri dengan sebutan Tuanku Panitahan Sungai Tarab dengan gelar Datuk Bandaro Putiah. Tidak berapa lama sesudah itu, pada tahun 1347 Masehi, Raja Adityawarman memindahkan pusat Kerajaan dari Sungai Tarab ke nagari Ulak Tanjuang Bungo di kaki bukit Batu Patah yang kemudian dikenal dengan nama Pagaruyung.
Suku bangsa Minangkabau berasal dari berbagai etnis antara lain, orang Melayu dari Hindia Belakang, orang Melayu dari pergunungan Himalaya, orang Monggol tua (Proto Malay), orang Monggol baru ( Neo Malay), orang Tamil dari India, orang Gujarat dari India, orang Parsi, orang Arab, orang Negro, orang Yahudi, bahkan ada juga yang dari keturunan Eropah. Mereka datang keMinangkabau menetap dalam komuniti-komuniti baru yang menerima secara penuh adat dan budaya Minangkabau dan tunduk kepada pemerintahan Raja-Rajanya. Komuniti dari berbagai etnis yang menerima dan menerapkan adat Minangkabau inilah yang disebut sebagai orang Minangkabau.
  1. SILSILAH RAJA-RAJA PAGARUYUANG
1)       Raja Adityawarman
2)       Raja Ananggawarman
3)       Raja Vijayawarman
4)       Daulat Yang DiPertuan Sultan Bakilap Alam Sultan Alif 1 Yamtuan Raja Bagewang
5)       Daulat Yang DiPertuan Sultan Siput Aladin
6)       Daulat Yang DiPertuan Sultan Ahmad Syah Yamtuan Raja Barandangan
7)       Daulat Yang DiPertuan Sultan Alif ll Yamtuan Khalif
8)       Daulat Yang DiPertuan Sultan Bagagar Alamsyah Yamtuan Raja Lembang Alam.
9)       Daulat Yang DiPertuan Sultan Alam Muningsyah l Yamtuan Raja Bawang.
10)   Daulat Yang DiPertuan Malenggang Alam Yamtuan Rajo Naro.
11)   Daulat Yang DiPertuan Sultan Alam Muningsyah ll Yang DiPertuan Sultan Abdul Fatah Yamtuan Sultan Abdul Jalil l.
12)   Daulat Yang DiPertuan Sultan Tangkal Alam Bagagarsyah Yamtuan Hitam.
13)   Daulat Yang DiPertuan Sultan Abdul Jalil ll Yang DiPertuan Garang Yang DiPertuan Sultan Abdul Jalil.
14)   Daulat Yang DiPertuan Puti Reno Sumpu Yang DiPertuan Berbulu Lidah.
  1. MASA KEJAYAAN KERAJAAN PAGARUYUANG
Masa kegemilangan Kerajaan Pagaruyung berlangsung selama tiga setengah abad, dari pertengahan abad ke 15 sampai akhir abad ke 18. Dimulai dari zaman pemerintahan Sultan Bakilap Alam sampai dengan pemerintahan Sultan Alam Muningsyah l ( Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Muning ) Kegemilangan ini ditandai dengan:
a)       Bertumbuh pesatnya usaha pertanian rakyat dalam bentuk pertanian padi, merica, kopi, kayu manis.
b)       Pesatnya pendulangan dan perdagangan emas diseluruh wilayah Kerajaan Pagaruyung,
c)       Dikirimkannya ulama-ulama besar untuk mengislamkan kerajaan-kerajaan di Nusantara bahkan sampai ke Filipina (kesultanan Manila, Sulu, Mindanao, dan Palalawan), kesemenanjung melayu dan Champa.
d)       Terbinanya dengan baik hubungan Kerajaan Pagaruyung sebagai pusat alam Minangkabau dengan kerajaan-kerajaan bawahannya yang disebut dengan Sapiah Balahan Kuduang Karatan, Kapak Radai, Timbang Pacahan yang merupakan bagian dari Kerajaan Pagaruyung. Bentuk hubungan yang dipakai, campuran antara hubungan pemerintah pusat dengan negara bagian dan antara pemerintah pusat dengan kerajaan persemakmuran (commonwealth) Kerajaan-kerajaan Sapiah Balahan itu adalah:
1)       Kerajaan Padang Nunang Rao di Pasaman,
2)       Kerajaan Parit Batu di Pasaman Barat,
3)       Kerajaan Kinali di Pasaman Barat,
4)       Kerajaan Talu di Pasaman Barat,
5)       Kerajaan Kumpulan di Pasaman Timur,
6)       Kerajaan Mandailing di Penyabungan,
7)       Kerajaan Kota Pinang di Labuhan Batu,
8)       Kerajaan Panai di Padang Lawas,
9)       Kerajaan Asahan di Asahan,
10)   Kerajaan Kuala Pilah di Labuan Batu,
11)   Kerajaan Perbaungan di Serdang,
12)   Kerajaan Barus di Barus,
13)   Kerajaan Seribu Dolok di Tapanuli,
14)   Kerajaan Tiku di Tiku,
15)   Kerajaan Pariaman di Padusunan,
16)   Kerajaan Sunua di Kurai Taji,
17)   Kerajaan Koto Tinggi Pakandangan di Koto Tinggi,
18)   Kerajaan Pauah dan Padang,
19)   Kerajaan Ampek Angkek Canduang terdiri dari:
a)       Datuk Bandaro Panjang, Raja di Biaro Balai Gurah melimpah ke Tanjuang Alam, Batu Taba, Ampang Gadang dan Pasia.
b)       Datuk Mangiang di Panampuang, Raja Panampuang Canduang dan Lambah melimpah ke Tilatang Kamang.
20)   Kerajaan Sungai Pua dan Banuhampu dipimpin oleh Datuk Tumanggung Kampuang Basa,
21)   Kerajaan Ampek Koto dipimpin Tuanku Inyiak nan Bagombak di Koto Gadang,
22)   Kerajaan Rajo yang Balimo di luak Limo Puluah Koto, terdiri dari :
  1. Rajo Luak Limo Puluah di Kampuang Dalam Aia Tabik Payakumbuh.
  2. Rajo di Ulu di Situjuah Banda Gadang.
  3. Rajo di Lareh di Sitanang Muaro Lakin.
  4. Rajo di Sandi di Koto nan Gadang Payakumbuh.
  5. Rajo di Ranah di Guguak Talago Gantiang
Kelima raja ini dibantu oleh Niniak nan Barampek dan Kambuik Baniah Tampang Pusako iaitu:
-          Datuk Majo Indo Niniak nan Barampek di Andiang Limbanang,
-          Datuk Suri Dirajo Niniak nan Barampek di Mungka,
-          Datuk Bandaro Sati Niniak nan Barampek di Mahek,
-          Datuk Rajo Di Balai Niniak nan Barampek di Muara Takus,
-          Datuk Sibijayo Kambuik Baniah Tampang Pusako di Pangkalan.
23)   Kerajaan Dalu-Dalu di Tambusai,
24)   Kerajaan Rambah di Pasir Pangarayan.
25)   Kerajaan Patapahan.
26)   Kerajaan Siak Sri Indrapura.
27)   Kerajaan Gunung Sahilan di Riau.
28)   Kerajaan Palalawan.
29)   Kerajaan Singingi di Muara Lembu.
30)    Kerajaan Kuantan Rantau nan Kurang Aso Duo Puluah.
31)   Kerajaan Baserah.
32)   Kerajaan Cerenti.
33)   Kesultanan Indragiri.
34)   Kesultanan Muda Lingga.
35)   Kesultanan Muda Pulau Penyegat.
36)   Kerajaan Keritang di perbatasan Riau dan Jambi.
37)   Kerajaan Lubuk Kepayang di Jambi.
38)   Kerajaan Teratak Air Hitam di Jambi.
39)   Kerajaan Tanah Pilih di Talanaipura Jambi.
40)   Kerajaan Tanah Basam Basemah.
41)   Kerajaan Limun Batang Asai Jambi.
42)   Kerajaan Tamiai di Kerinci.
43)   Kerajaan Tanah Sikudung di Kerinci.
44)   Kerajaan Kuto Basa Abai Siat Dharmasraya.
45)   Kerajaan Siguntur di Dharmasraya.
46)   Kerajaan Sitiung di Dharmasraya.
47)   Kerajaan Padang Laweh di Dharmasraya.
48)   Kerajaan Pulau Punjuang di Dharmasraya.
49)   Kerajaan Jambu Limpo Lubuak Tarok di Sijunjung.
50)   Kerajaan Pulau Kasiak di Alahan Panjang.
51)   Kerajaan Alam Surambi Sungai Pagu.
52)   Kerajaan Rantau Duo Baleh Koto.
53)   Kerajaan Lubuak Malako.
54)   Kerajaan Sangir Balai Janggo di Sungai Kunyit.
55)   Kesultanan Indropuro dengan bawahannya raja-raja Bandar Sepuluh.
56)   Kerajaan Muko-Muko.
57)   Kerajaan Sebelat.
58)   Kerajaan Ketaun.
59)   Kerajaan Sungai Limau di Bengkulu.
60)   Kerajaan Rindu Hati Kepayang di Bengkulu.
61)   Kerajaan Ranah Sikalawi Sungai Ngiang di Rajang Lebong.
62)   Kerajaan Sekala Brak di Lampung.
63)   Kerajaan Negeri Sembilan di Tanah Melayu.
64)   Kesultanan Mempawa Kalimantan Barat.
65)   Kesultanan Kota Waringin Pangkalan Bun di Kalimantan Tengah.
66)   Kesultanan Manggarai di Flores.
Bahkan Kerajaan Pagaruyung juga mempunyai hubungan sejarah dan kekerabatan dengan Kesultanan Gowa Tallo, Kesultanan Bima, Kesultanan Dompu, Kesultanan Sumbawa dan Kesultanan Ternate. (marisma.multiply.com/journal/item/48)

Seluruh Kerajaan-Kerajaan Sapiah Balahan, Kuduang Karatan, Kapak Radai, Timbang Pacahan Kerajaan Pagaruyung Darul Qorror tersebut, disusun tata pemerintahannya sebagai berikut :
  1. Sebagai pucuk tertinggi dari Kerajaan Pagaruyung adalah Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Pagaruyung Darul Qorror dengan gelar Sultan Maharaja Sakti, bertahta dan bersemayam di Istano Silinduang Bulan Pagaruyung Darul Qorror, beliau di bantu oleh dua orang tangan kanannya iaitu:
    1. Yang DiPertuan Raja Adat bertahta dan bersemayam di Buo, mengurus masalah-masalah adat.
    2. Yang DiPertuan Raja Ibadat Sumpur Kudus, bertahta dan bersemayam di Sumpur Kudus, khusus mengurus masalah-masalah ibadat (agama).
  1. Bilamana masalah-masalah adat dan agama tidak dapat di selesaikan oleh Raja Adat dan Raja Ibadat, maka keputusan terakhir (biang cabiak gantiang putuih) tetap berada di tangan Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Pagaruyung. 
 Ketiganya di sebut dengan  RAJO NAN TIGO SELO.
  1. Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Pagaruyung mempunyai tiga orang penasihat yang disebut dengan " Niniak Nan Batigo " iaitu: 
    1. Datuk Bandaro Putiah Sungai Tarab, Pucuak Bulek Urek Tunggang kelarasan Koto Piliang.
    2. Datuk Bandaro Kuniang di Lima Kaum, Pucuak Bulek Urek Tunggang kelarasan Bodi Caniago.
    3. Datuk Suri Dirajo di Pariangan, Pucuak Bulek Urek Tunggang kelarasan Lareh nan Panjang ( Lareh nan Bunta )
  1. Dalam melaksanakan kekuasaan dan kedaulatannya Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Pagaruyung mempunyai kabinet yang terdiri dari:
  1. Basa Ampek Balai terdiri dari:
    1. a)       Tuan Panitahan di Sungai Tarab dijabat oleh Datuk Bandaro Putiah, beliau berfungsi sebagai Perdana Menteri atau disebut juga Pamuncak Koto Piliang.
    1. b)       Tuan Indomo Saruaso berfungsi sebagai Menteri utama di bidang politik, pemerintahan dan adat. Disebut juga sebagai Payung Panji Koto Piliang.
    2. c)       Tuan Makhudum Syah di Sumanik, berfungsi sebagai Menteri utama dibidang perekonomian, kewangan serta hubungan luar negeri, beliau juga disebut sebagai Aluang Bunian Koto Piliang.
    3. d)       Tuan Kadhi Padang Gantiang, berfungsi sebagai Menteri utama dalam bidang pendidikan dan agama, beliau juga disebut sebagai Suluah Bendang Koto Piliang.
  2. Tujuh Menteri kembar yang disebut dengan sebutan Langgam Nan Tujuah, terdiri dari:
    1. Tampuak Tangkai Koto Piliang, berkedudukan di Pariangan dan Padang Panjang, mempunyai tugas khusus dibidang adat dan kebudayaan.
    2. Pasak Kungkuang Koto Piliang berkedudukan di Sungai Jambu dan Labuatan, mempunyai tugas khusus dibidang keamanan.
    3. Perdamaian  Koto Piliang berkedudukan di Simawang dan Bukit Kanduang, mempunyai tugas khusus dibidang pengadilan.
    4. Cemeti Koto Piliang berkedudukan di Sulik Aia dan Tanjung Balik mempunyai tugas khusus dibidang kejaksaan dan mengurus orang-orang hukuman.
    5. Camin Taruih Koto Piliang berkedudukan di Singkarak dan Saniang Baka, mempunyai tugas khusus di bidang penyiasatan ( inteligen dan penelitian )
    6. Harimau Campo Koto Piliang, berkedudukan di Batipuah dan Sepuluh Koto, mempunyai tugas khusus sebagai panglima hulubalang di utara dan barat Minangkabau.
    7. Gajah Tongga Koto Piliang, berkedudukan di Silungkang dan Padang Sibusuak, mempunyai tugas sebagai panglima hulubalang untuk sektor selatan dan timur.
  3. Khusus di daerah kelarasan Bodi Caniago dan kelarasan Lareh nan Panjang diberikan pula semacam otonomi khusus, seperti Datuk Bandaro Kuniang Pucuak Bulek Urek Tunggang kelarasan Bodi Caniago yang disebut juga Gajah Gadang Patah Gadiang, memimpin wilayah yang disebut V Kaum Xll Koto - Batanjuang nan Ampek :
    1. Tanjuang Bingkuang Limo Kaum.
    2. Tanjuang Alam Tabek Patah.
    3. Tanjuang Sungayang.
    4. Tanjuang Barulak.
  4. Balubuak nan Tigo:
    1. Lubuak Sikarah Solok Silayo.
    2. Lubuak Sipunai Tanjung Ampalu.
    3. Lubuak Simawang Talawi.
Sementara Datuk Suri Dirajo sebagai Pucuak Bulek Urek Tunggang kelarasan Nan Panjang mempunyai wilayah sederetan gunung Merapi ( Pariangan, Padang Panjang, Guguak dan Sikaladi ) sealiran Batang Bangkaweh ( Simabua, Batu Basa, Sialahan, Padang Magek, Tigo Koto, Balimbiang, Sawah Kareh )

Khusus dilingkungan Istana Pagaruyung Darul Qorror, Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Pagaruyung mempunyai pembantu-pembantu khusus yang disebut dengan Datuk yang Batujuah di Pagaruyung iaitu:
  1. Datuk Simarajo urusan rumah tangga istana.
  2. Datuk Bijayo urusan kewangan istana.
  3. Datuk Puti Janik urusan protokol istana.
  4. Datuk Rajo Lelo urusan keamanan istana.
  5. Datuk Rajo Malano urusan agama istana.
  6. Datuk Rajo Panghulu urusan adat istiadat istana.
  7. Datuk Rajo Aceh juru bicara istana.
disamping itu banyak lagi jabatan-jabatan khusus di istana seperti Hulubalang Istana, Khatib Istana, Imam Istana, Ajudan Raja, Pengawal Raja dan lain-lain.
(http://marisma.multiply.com/journal/item/51)
  1. MASA KELAM
Semenjak tahun 1403 di zaman pemerintahan Sultan Bakilap Alam, kerajaan Pagaruyung Darul Qorror telah dinyatakan sebagai kerajaan Islam dengan pegangan Syiah Karamithah ( yang faham keagamaannya merupakan gabungan dari fahaman Ahli Sunnah wal Jamaah dengan fahaman Syiah ) Fahaman Islam Karamithah inilah yang telah disebar ke hampir seluruh Nusantara, Semenanjung Melayu, bahkan sampai ke Filipina. Faham keagamaan inilah yang kemudiannya di pertentangkan oleh gerakan Paderi yang berfahaman Wahabi yang dibawa oleh tiga orang ulama Minangkabau setelah belajar Islam di Makkah iaitu Haji Piobang, Haji Miskin dan Haji Sumanik. Akibat pertentangan kerajaan Pagaruyung yang berfahaman Syiah Karamithah dengan kaum Paderi yang berfahaman Wahabi, terjadilah pertentangan dan pergolakan  diantara keduanya yang memberikan kesempatan besar kepada kolonialis Belanda untuk mengadu domba kedua-duanya dan setelah kedua-duanya lemah kemudian mereka menghancurkannya dan menguasainya.

Secara resmi Kerajaan Pagaruyung mengalami kehancuran pada tahun 1833 pada saat ditangkapnya Daulat Yang DiPertuan Pagaruyung Sultan Alam Bagagarsyah yang dinyatakan sebagai penjahat perang oleh pemerintah kolonialis Belanda dan dibuang ke Betawi ( Batavia sekarang ini Jakarta ) Sepeninggalan Sultan Alam Bagagarsyah , perjuangan melawan Belanda dilanjutkan oleh adik sepupunya, sekali gus adik iparnya Sultan Abdul Jalil Yang DiPertuan Sembahyang yang memegang jabatan Daulat Yang DiPertuan Alam Pagaruyung , Raja Adat Buo dan Raja Ibadat Sumpur Kudus sekaligus.

Sultan Abdul Jalil Yang DiPertuan Sembahyang pernah diajak berunding dan dipujuk oleh Belanda dan akan diakui sebagai Daulat Yang DiPertuan Raja Pagaruyung dan akan diberikan elaun yang besar iaitu empat ribu sampai lima ribu Gulden sebulan dan akan dibangunkan istana yang megah di kota Padang ( tidak di Pagaruyung ) Semua itu ditolaknya dan terus memimpin  perlawanan secara bergerila (gerakan bawah tanah) dengan pangkalannya di Buo kemudian pindah ke Sumpur Kudus, pindah ke Ampalu, pindah lagi ke Pangkalan Koto Baru, pindah ke Tanjung Gadang, kemudian pindah ke Muara Lembu Singigi dan akhirnya mangkat di Muara Lembu Singigi pada tahun 1899.

Sultan Abdul Jalil Yang DiPertuan Sembahyang digantikan oleh anak perempuannya dari isterinya Puti Reno Sori Yang DiPertuan Gadih Puti Reno Aluih. Anak tersebut bernama Yang DiPertuan Gadih Puti Reno Sumpu.

Yang DiPertuan Gadih Puti Reno Sumpu inilah yang oleh pemerintah Hindia Belanda dijemput dari Muara Lembu Singigi dan didudukkan kembali di Pagaruyung sebagai Daulat Yang DiPertuan dibidang adat saja dan dibuatkan istana baru di tapak Istana Silinduang Bulan yang dibakar Paderi pada tahun 1808. Tidak mempunyai kekuasaan dan kedaulatan dalam pemerintahan.

Keturunan Yang DiPertuan Gadih Puti Reno Sumpu inilah sekarang merupakan pewaris-pewaris Daulat Yang DiPertuan Raja Alam Pagaruyung. ( Sutan Muhammad Taufiq Thaib SH Tuanku Mudo Mahkota Alam dan Sutan Ahmad Riyadh )
( Sumber dari YM Puti Reno Raudhah - Tuan Gadih Pagaruyung ).

 (http://marisma.multiply.com/journal/item/52)