Saturday, December 06, 2014

Kebudayaan dan Peradaban



Armahedi Mahzar

Kebudayaan dan Peradaban:
pengertian Barat dan Islam



Kebudayaan dalam penggunaan bahasa Indonesia modern ada­lah sepadan dengan culture dalam bahasa Inggris atau kultur dalam bahasa Jerman. Sedangkan peradaban adalah terjemahan dari civilization dalam bahasa Inggris. Kedua pengertian itu kita pinjam dari Barat, sementara di Barat sendiri terdapat kegalauan makna antara kedua­nya.




Literatur Barat


Kultur 
Istilah culture dalam bahasa Inggris dan "kultur" dalam bahasa Jerman dan Prancis, konon kabarnya semua berasal dari kata Latin, cultura dan cultus yang pada mulanya berhubungan dengan kata kerja cultivatio berarti pemuliaan sesuatu atau penyembahan.

Nyatanya, pada asalnya cultura hanya ada dalam kata majemuk seperti agri cultura yang berarti pengolahan tanah sehingga menjadi subur, bahkan pada abad pertengahan sembahyang disebut sebagai agricultura Dei. Tetapi,kemudian dipakai untuk kegiatan-kegiatan lainnya seperti cultura animi yaitu proses pencerdasan jiwa.

Akhir­nya timbullah istilah kultur dalam pengertian kata benda abstrak yaitu kondisi atau keadaan yang menunjukkan keterolahan. Ke­mudian pengertian pengolahan itu diperluas menjadi semua proses humanisasi atau pemanusiaan, bahkan selanjutnya semua hasil proses itu pun dimasukkan dalam istilah kultur.

Pada akhirnya istilah itu dipersempit lagi menjadi proses dan hasil pemanusiaan dalam suatu wilayah tertentu, oleh sekelompok orang, bangsa atau sukubangsa, dalam suatu kurun waktu tertentu. Dalam pengertian terakhir ini kultur menjadi suatu istilah teknis untuk suatu obyek studi di­siplin ilmu tertentu yaitu antropologi budaya.

Sivilisasi

Jika kultur telah berubah dari kata sifat menjadi kata kerja dan berakhir dengan kata benda abstrak yang dikongkritkan sebagai obyek studi suatu  disiplin ilmiah tertentu, sivilisasi mengalami nasib yang sama. Pada mulanya civilitas adalah sinonim dengan urbanitas yaitu kata sifat yang menandakan seseorang itu adalah penduduk kota, bukan penduduk desa atau padang pasir.

Kata ini diberi kono­tasi positip yaitu keunggulan penduduk kota yang lebih beradab ketimbang penduduk lainnya. Ini adalah manifestasi rasa supremasi orang Romawi yang kehidupannya berpusat di kota. Istilah ini segera menjadi kata kerja civilatio yang mengikuti proses ekspansi imperium Romawi ke jantung benua Eropa.

Setelah imperium Romawi runtuh di Eropa, bangsa-bangsa bekas jajahannya menjadi pembangun-pem­bangun imperium dunia yang berpusat di Eropa seperti Portugis, Spanyol, Prancis dan Inggris. Istilah sivilisasi digunakan untuk proses pengeropaan bangsa-bangsa Timur jajahan mereka.

Tetapi, setelah mereka-menyadari bahwa bangsa mereka bukan satu-satunya bangsa yang beradab, maka istilah itu berubah menjadi kata benda yaitu proses dan hasil upaya manusia untuk menjadi beradab. In berarti istilah peradaban menjadi sinonim dengan istilah kebudayaan.

Misal­nya Tylor bapak antropologi Inggris meminjam istilah kultur dari Jerman dan istilah civilization dari Prancis dan menggunakannya sebagai sinonim. Dalam perkembangan selanjutnya peradaban sering digunakan untuk kebudayaan masa lalu yang menjadi obyek studi disiplin ilmu arkaeologi.

Literatur Islam


Sementara itu di khazanah budaya Islam digunakan kata-kata "tamaddun" dan "madaniyah" dalam bahasa Arab yang masing-masing berarti kebudayaan dan per­adaban. Ini kata orang Indonesia, mungkin karena adanya pengaruh Persia yang menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat untuk peradaban yang dalam bahasa Turki disebut medentyet. 
Begitu pula kaum Muslixnin di anak benua India-Pakistan-Bangladesh mengguna­kan istilah tamaddun untuk pengertian kebudayaan, sedangkan untuk pengertian peradaban mereka gunakan istilah tahdhib yang berarti perbaikan diri, padahal orang-orang Timur Tengah mengguna­kan istilah madaniyah untuk peradaban. 
 Untuk pengertian kebudaya­an orang-orang Arab modern menggunakan istilah bukan tamaddun tetapi hadharah yang dalam pengertian asalnya adalah berarti ke­hidupan kota. Sementara itu, beberapa penulis Arab menggunakan istilah madaniyah sebagai sinonim dari hadharah yang berarti ke­budayaan, sedangkan untuk peradaban mereka gunakan istilah lain yaitu tsaqafah yang berarti perbaikan, penyesuaian, perubahan spe­sifik atau terapi.

Namun dalam bahasa Arab modern sendiri kata civilization sering diterjemahkan menjadi kata 'madaniyyah' (Muhammad Abduh) atau 'tamaddun' (Abdul Jabar Beg) dan 'umran' (Ziauddin Sardar). Kata madaniyyah digunakan oleh cendekiawan Mesir Farid Wajdi untuk bukunya yang berjudul "Al-Madaniyyah wa al-Islam" (1899). 

Kata ini juga digunakan oleh Muhammad Abduh dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun 1910 berjudul "Al-Islam wa al-Nashraniyyah ma'al Ilmi wa al- Madaniyyah". Padahal, kata madaniyyah sendiri pertama kalinya digunakan oleh filsuf Islam Abu Nashr al-Farabi (meninggal 339 H) dalam bukunya tentang ihnu politik yaitu "al-Siyyasah al­-Madaniyyah" dalam pengerian kehidupan kota atau urban.

Perubahan ma'nawi kata madaniyyah itu juga dialami oleh kata 'hadharah'. Pada mulanya kata 'hadharah' digunakan untuk pengertian kehidupan menetap oleh bapak ilmu sosiologi dari Tunisia, Ibn Khaldun, di abad XIV. Pada abad XX kata ini digunakan untuk penngertian civilization oleh penulis-penulis Arab seperti Kurd Ali ( "Al-Islam wa al Hadharah al Arabiyyah"), dan Prof Jamaluddin Surur ("Tarikh al Hadharah al­-Islamiyyah fi l-Syarq").

 Sementara itu penulis Arab lainnya lebih suka menggunakan 'tamaddun' untuk menterjemahkan kata peradaban. Misalnya Jurji Zaidan menulis buku Ta'rikh al­Tamaddun al-Islami (Sejarah Peradaban Islam). Kata itu menjadi populer di kawasan Melayu yaitu Malaysia dan Indonesia. Tetapi di kawasan Indo-Pakistan, para penulis di sana menggunakannya untuk pengertian kebudayaan atau kultur, bukan untuk peradaban.
Pendapat ini senafas dengan pemikir muslim dari Libanon, 'Effat al-Sharqawi, yang menulis:
"Kebudayaan (hadharah), menurut kami adalah khazanah historis yang terefleksikan dalam kredo dan nilai, yang menggariskan bagi tujuan ideal dan makna rohaniah yang dalam, yang jauh dari kontradiksi-kontradiksi ruang dan waktu. Sedang peradaban (madaniyah) adalah khazanah pengetahuan terapan yang dimaksudkan untuk mengangkat dan meninggikan manusia dari peringatan penyerahan diri terhadap kondisi-kondisi alam di sekelilingnya".
(Filsafat Kebudayaan Islam , Pustaka 1983 hal. 6 )
Begitu juga pemikir bnlian Ikhwanul Muslimin Sa'id Hawwa berpendapat sama ketika dia berkata
Madaniyah (peradaban) suatu bangsa berarti aspek material yang ada pada bangsa ini tsaqafah (kebudayaan suatu bangsa berarti aspek lain dari kehidupan bangsa itu sendiri .... hadharah suatu bangsa berarti gabungan tsaqafah dan madaniahnya."
(Agar Kita Tidak Dilindas Zaman, Pustaka Mantiq, Jakarta 1989, hal 95).
 Penulis-penulis lainnya menggunakan peristilahan itu secara terbalik. Tsaqafah menurut mereka berarti kebudayaan sedangkan hadharah berarti peradaban. Ismail Faruqi mengusulkan istilah 'adab untuk menggantikan tsaqafah. Ini lebih dekat dengan istilah Indonesia peradaban.

Kerancuan Maknawi


Lalu timbullah kerancuan maknawi yang diwariskan dari Barat ke Timur bersama dengan proses westernisasi dunia Timur. Per­adaban dan kebudayaan itu sama atau tidak? Kalau tidak apa yang membedakannya? Ada yang mengatakan peradaban bersifat material, sedangkan kebudayaan yang bersifat ideal atau spiritual, tetapi ada pula yang berpendapat sebaliknya.
Yang lain lagi berpendapat bahwa baik kebudayaan maupun peradaban sama-sama mempunyai aspek material maupun spiritual tetapi berbeda dalam lingkup pcngaruh dan tingkat kemusykilannya: peradaban lebih luas dan lebih kom­pleks ketimbang kebudayaan. Tampaknya perbedaan di sini hanya­lah perbedaan dalam perjanjian penggunaan istilah.
Tampaknya di kalangan penulis Arab kontemporer, terdapat kegalauan semantik penggunaan istilah peradaban dan kebudayaan. Tetapi sumber kekacauan sebenarnya adalah kenyataan, bahwa kedua pengertian itu tidak terdapat dalam sumber-sumber asli Islam, ur'an dan hadits

Perjanjian Integralisme


Selanjutnya mari­lah kita gunakan perjanjian berikut. Madaniyah adalah sinonim dengan peradaban atau civilisasi dan tamaddun sinonim dengan kebudayaan atau kultur. Selanjutnya marilah kita berjanji untuk menganggap peradaban mempunyai lingkup yang lebih besar dari­pada kebudayaan dan lebih kompleks.
Dalam suatu peradaban bisa terdapat lebih dari satu buah kebudayaan. Misalnya dalam per­adaban Barat kita melihat adanya kebudayaan Amerika, kebudayaan Prancis dan lain sebagainya, sedangkan dalam peradaban Islam kita lihat adanya kebudayaan Arab, Turki, Parsi dan lain sebagainya.

Perjanjian in kita sebut perjanjian integralis, karena dengan pejanjian in kita menghindari kecenderungan berpikir dualis pada peradaban Barat dan kencenderungan berpikir reduksionisnya. Dengan integralisme kita menghindari pandangan bahwa realitas hanya mempunyai dua sisi.

Dengan Integralisme kita juga meng­hindari kecenderungan reduksionisme yang mencoba menyelesaikan dualisme itu dengan monisme reduksionis yang menganggap hanya salah satu dari kedua sisi realitas itulah yang merupakan realitas hakiki, sedangkan yang lainnya hanyalah realitas semu.

Integralisme mengajukan sebuah stratifikasi kebudayaan lapis empat sebagai berikut:
Ringkasnya kebudayaan itu dapat dianggap sebagi suatu sistem integral yang terdiri dari empat buah subsistem yaitu: 1. Subsistem teknikal atau tata sarana kebudayaan bendawi)2. Subsistem inatitusional atau tata lembaga (pola perilaku yang nampak)3. Subsistem ideasional atau tata cita (pola tersirat bagian luar)4. Subsisten valuasional atau tata nilai (pola perilaku tersirat bagian dalam).
(Integralisme : sebuah rekonstruksi Filsafat Islam, Penerbit Pustaka 1983, hal 86)
Selanjutnya, dalam kuliah ini, kita dapat memandang peradaban sebagai kebudayaan yang lebih kompleks dan lebih luas wilayahnya. Dengan susunan terstratifikasi seperti ini, kita bisa memandang ummat sebagai tubuh dari peradaban dan teknologi sebagai pakaiannya. Tetapi kita juga menggabungkan ummat dengan lingkungan hidupnya, yang alami maupun buatan sebagai tubuh peradaban yang disebut sebagai madinah

No comments :