DASAR FILOSOFIS
PSIKOLOGI TRANSPERSONAL
Armahedi Mahzar (c) 2009
Nanti sore saya akan memberi Kuliah ke lima Psikologi Transpersonal yang mencari tentang landasan filosofis ilmiah bagi psikologi transpersonal. Berikut ini adalah penyempurnaan catatan pasca kuliah saya tahun lalu. Dalam tradisi-tradisi mistik, pengalaman spiritual dikaitkan dengan adanya alam gaib yang berada di luar alam sesmesta. Secara empiris alam gaib itu belum pernah dibuktikan ke keberadaannya.
Oleh sebab itu untuk menerangkan adanya pengalaman-pengalaman psikologis yang dialami para santo, wali, sidhi, shaman dan para bijaksanawan dari berbagai bangsa, dan juga dialami oleh para pemakai obat-obatan psikoaktif serta pelaksana teknik pernafasan holotropik, yang dikembangkan oleh Stanislaf dan istrinya Christina Grof , diperlukan sebuah filsafat ilmiah yang tidak menyepelekan dan mereduksi pengalaman-pengalaman itu sebagai gejala penyakit jiwa. Filsafat baru itu bersumber pada penemuan-penemuan sains mutakhir.
Satu cara untuk menyusun filsafat baru itu adalah dengan menolak asumsi-asumsi filosofis sains modern tanpa membuang teori-teori sains yang telah dibuktikan secara empiris. Misalnya kita dapat mengambil posisi empirisme radikal yang telah dikembangkan oleh William James, salah seorang pelopor psikologi transpersonal di awal abad 20.
Empirisme radikal menerima pengalaman batin yang subyektif sebagai pelengkap bagi pengalaman indrawi yang menjadi landasan empirisme positivistik. Empirisme radikal ini adalah salah satu pilar dari filsafat ilmiah yang ingin dikembangkan. Radikalisme empiris adalah landasan epistemologi holistik. Pilar-pilar lain adalah ontologi dan aksiologi holistik.
Oleh sebab itu untuk menerangkan adanya pengalaman-pengalaman psikologis yang dialami para santo, wali, sidhi, shaman dan para bijaksanawan dari berbagai bangsa, dan juga dialami oleh para pemakai obat-obatan psikoaktif serta pelaksana teknik pernafasan holotropik, yang dikembangkan oleh Stanislaf dan istrinya Christina Grof , diperlukan sebuah filsafat ilmiah yang tidak menyepelekan dan mereduksi pengalaman-pengalaman itu sebagai gejala penyakit jiwa. Filsafat baru itu bersumber pada penemuan-penemuan sains mutakhir.
Satu cara untuk menyusun filsafat baru itu adalah dengan menolak asumsi-asumsi filosofis sains modern tanpa membuang teori-teori sains yang telah dibuktikan secara empiris. Misalnya kita dapat mengambil posisi empirisme radikal yang telah dikembangkan oleh William James, salah seorang pelopor psikologi transpersonal di awal abad 20.
Empirisme radikal menerima pengalaman batin yang subyektif sebagai pelengkap bagi pengalaman indrawi yang menjadi landasan empirisme positivistik. Empirisme radikal ini adalah salah satu pilar dari filsafat ilmiah yang ingin dikembangkan. Radikalisme empiris adalah landasan epistemologi holistik. Pilar-pilar lain adalah ontologi dan aksiologi holistik.
Filsafat Holisme Evolusioner
Ontologi holistik menerima dimensi imaterial sebagai aspek pelengkap bagi dimensi material realitas. Materi itu bukanlah substansi realitas. Substansi sebenarnya adalah proses. Materi-energi adalah aspek energetik dari realitas proses dan Pikiran-kesadaran adalah aspek informatiknya. Yang informatik dan yang energetik tak bisa dipisahkan satu sama lainnya saling melengkapi dalam aktualisasi dari proses yang real.
Dalam metafor yang modern keduanya mirip dengan software dan hardware sebuah komputer. Dalam bahasa tradisional realitas lebih merupakan sebuah pasangan Yin dan Yang dalam pemahaman Taoisme, atau merupakan pasangan Purusha dan Prakitri dalam pemahaman Hinduisme. Dalam sufisme Islam sifat-sifat Allah, yang Jalal dan yang Jamal, mewujud dalam kreasiNya dalam bentuk keseimbangan manifestasi SifatNya yang Kamal.
Realitas proses yang dimaksud adalah proses semesta yang evolusioner. Evolusi biologis, sejarah peradaban dan perkembangan psikologis tak lain dari aktualisasi dari proses evolusi semesta. Proses evolusi semesta berasal dari fluktuasi kehampaan kuantum yang pada dasarnya adalah lautan energi tak berhingga.
Di permukaan samudra energi terdapat riak-riak kreasi dan anihilasi partikel-partikel fundamental quark/antiquark dan lepton/antilepton. Entah kenapa terjadi sebuah perusakan simetri: partikel lebih banyak dari antipartikel. Maka ketika semua antipartikel menganihilasi diri dan partikel pasangannya, maka tersisalah sejumlah partikel yang kemudian meledak menjadi dentuman besar penciptaan alam semesta yang kita huni.
Serangkaian perusakan simetri menghasilkan keanekaragaman penghuni jagatraya ini dari galaksi yang sangat besar hingga amuba yang sangat kecil dan kita manusia yang berukuran sedang-sedang saja. Rangkaian perusakan simetri yang baru lewat kita kenal sekarang sebagai evolusi biologis. Yang lebih baru adalah evolusi sosioteknologis yang kita kenal sebagai sejarah peradaban.
Di tengah evolusi sosioteknologis sebenarnya terjadi sebuah evolusi psikospiritual yang kita kenal sebagai tumbuh-kembang individu manusia.
Dalam metafor yang modern keduanya mirip dengan software dan hardware sebuah komputer. Dalam bahasa tradisional realitas lebih merupakan sebuah pasangan Yin dan Yang dalam pemahaman Taoisme, atau merupakan pasangan Purusha dan Prakitri dalam pemahaman Hinduisme. Dalam sufisme Islam sifat-sifat Allah, yang Jalal dan yang Jamal, mewujud dalam kreasiNya dalam bentuk keseimbangan manifestasi SifatNya yang Kamal.
Realitas proses yang dimaksud adalah proses semesta yang evolusioner. Evolusi biologis, sejarah peradaban dan perkembangan psikologis tak lain dari aktualisasi dari proses evolusi semesta. Proses evolusi semesta berasal dari fluktuasi kehampaan kuantum yang pada dasarnya adalah lautan energi tak berhingga.
Di permukaan samudra energi terdapat riak-riak kreasi dan anihilasi partikel-partikel fundamental quark/antiquark dan lepton/antilepton. Entah kenapa terjadi sebuah perusakan simetri: partikel lebih banyak dari antipartikel. Maka ketika semua antipartikel menganihilasi diri dan partikel pasangannya, maka tersisalah sejumlah partikel yang kemudian meledak menjadi dentuman besar penciptaan alam semesta yang kita huni.
Serangkaian perusakan simetri menghasilkan keanekaragaman penghuni jagatraya ini dari galaksi yang sangat besar hingga amuba yang sangat kecil dan kita manusia yang berukuran sedang-sedang saja. Rangkaian perusakan simetri yang baru lewat kita kenal sekarang sebagai evolusi biologis. Yang lebih baru adalah evolusi sosioteknologis yang kita kenal sebagai sejarah peradaban.
Di tengah evolusi sosioteknologis sebenarnya terjadi sebuah evolusi psikospiritual yang kita kenal sebagai tumbuh-kembang individu manusia.
Tapi sayangnya evolusi psikospiritual itu dipotong oleh sains modern bernama psikologi dengan membuang perkembangan spiritual dari tumbuh kembang manusia. Sebenarnya hal ini dapat dimengerti karena sains modern telah membuang Tuhan serta semua yang supernatural.
Akan tetapi rangkaian perusakan simetri yang dianggap sebagai rangkaian kebetulan tanpa sebab-musabab tak dapat dijelaskan oleh sains modern. Lainnya yang tak bisa diterangkan sains modern adalah kenyataan bahwa adanya rangkaian perusakan simetri itu menghasilkan proses evolusi dengan produk-produk yang semakin terpadu, mandiri, otonom, dan semakin sadar diri.
Satu penjelasan yang filosofis posmodern adalah melihat alam semesta sebagai sarana dari kesadaran semesta untuk menyadari dirinya sendiri. Misalnya dentuman besar sebagai perusakan simetri pertama tak kan diketahui jika tak ada astronomi yang menggunakan instrumen instrumen non-optik yang berdasarkan penemuan penemuan fisika sebagai pelopor sains modern.
Memang fisika yang mekanistik itu filsafat yang mendasarinya selama ini telah menjadi model bagi sains-sains modern lainnya, baik secara epistemologis maupun secara ontologis dan aksiologis. Misalnya, secara epistemologis sains modern membuang intuisi dan perasaan sebagai sumber-sumber pengetahuan yang obyektif dan menyisakan indra sebagai sumber pengetahuan dan akal sebagai penata pengetahuan indrawi melalui teori-teorinya.
Selanjutnya, secara ontologis, mereka membuang Tuhan yang tak bisa diindrai serta makhluk-makhluk gaib lainnya. Jika toh ada manusia yang merasa menjumpai yang gaib itu, maka hal itu dianggap halusinasi yang subyektif belaka. Secara aksiologis sains modern menganggap dirinya bebas nilai sehingga psikologi dan ilmu-ilmu sosial lainnya dianggap bebas nilai.
Pengaruh Informatika Sibernetik
Namun belakangan, muncul sebuah cabang sains baru yang disebut informatika yang bukan mempelajari mekanisme, tetapi algoritma yang merupakan struktur dalam dari program-program komputer yang, berkat kemajuan fisika, bertambah lama bertambah canggih. Berbeda dengan mekanisme yang membicarakan masalah sebab akibat, algoritma membicarakan tujuan cara. Oleh sebab itu, dunia ilmu-ilmu sosial kemudian yang membicarakan dan masyarakat yang pada dasarnya bergerak berdasarkan cara dan tujuan mulai melirik dunia komputer sebagai model.
Belakangan, biologi pun harus melirik dunia informatik setelah menemukan bahwa DNA sebagai molekul fundamental kehidupan ternyata berisi informasi dan program di dalam semua makhluk hidup di muka bumi. Bahkan penelitian di Rusia menunjukkan bahwa DNA itu adalah sebuah nanokomputer biologis produk evolusi prabiologis. Bahkan, seorang fisikawan Stephen Wolfram membuat sebuah hipotesa bahwa alam semesta dan semua bagian-bagiannya, kecil dan besar adalah komputer raksasa yang terdiri dari komputer-komputer kecil
Melihat semua itu, banyak psikolog yang kemudian membebaskan dirinya dari pukauan sains modern yang mekanistik dan berpaling ke informatika yang algoritmik. Sementara itu, justru seorang fisikawan gardu depan yang ingin menyatukan teori gravitasi dan teori kuantum, Roger Penrose , mempertimbangkan suatu teori yang non-algoritmik. Bahkan dia berspekulasi bahwa kesadaran sebagai fungsi otak juga bekerja secara non-algoritmik. Dengan demikian sebagian dari para psikolog kembali mengambil konsep psikhe sebagai konsep sentral bagi psikologi.
Dalam pandangan ini psikhe adalah pasangan dari soma yang merupakan dua aspek fundamental dari individu manusia. Karakterisitik psikhe adalah kesadaran baik yang aktual maupun yang potensial yang selama ini disebut sebagai ketidaksadaran. Sementara itu, filsafat holisme yang panpsikis, yang melihat bahwa segala sesuatu dari yang terkecil seperti partikel elementer hingga yang terbesar yaitu alam semesta sebagai, memiliki psikhe yang mempunyai tingkat-tingkat kesadaran yang berbeda-beda, menjadi populer kembali di abad 21.
Tingkat-tingkat kesadaran ini sesuai dengan tingkat-tingkat pengaturan diri dari bagian-bagian jagatraya itu. Pengaturan diri ini kini lebih dikenal sebagai swa-organisasi. Fritjof Capra seorang fisikawan yang telah membebaskan dirinya dari belenggu materialisme mekanistik, misalnya, melihat evolusi semesta sebagai rangkaian pemunculan tingkat-tingkat swa-organisasi dari yang inorganik lewat yang organik menuju yang humanistik.
Bahkan para pemikir dunia cyber mutakhir telah memikirkan adanya era transhumanistik, di mana pikiran-pikiran manusia bersatu dengan program-program mesin membentuk satu kesatuan berupa kesadaran global yang akan menjadi kesadaran diri dari organisme raksasa Gaia. Dalam pandangan ini biosfera adalah naluri kehidupan bumi dan geosfera itu tak lain tak bukan adalah tubuhnya.
Sebagai konsekuensi logis, maka di masa depan tidak tertutup kemungkinan kesadaran transhuman itu berkembang dari menjadi kesadaran astrosferik, galaktosferik dan seterusnya. Kesadaran-kesadaran prahuman dan transhuman itu tersembunyi sebagai ketaksadaran kolektif transpersonal yang teraktualisasi secara parsial dalam pengalaman-pengalaman yang disebut Stanislav Grof sebagai pengalaman holotropik.
Belakangan, biologi pun harus melirik dunia informatik setelah menemukan bahwa DNA sebagai molekul fundamental kehidupan ternyata berisi informasi dan program di dalam semua makhluk hidup di muka bumi. Bahkan penelitian di Rusia menunjukkan bahwa DNA itu adalah sebuah nanokomputer biologis produk evolusi prabiologis. Bahkan, seorang fisikawan Stephen Wolfram membuat sebuah hipotesa bahwa alam semesta dan semua bagian-bagiannya, kecil dan besar adalah komputer raksasa yang terdiri dari komputer-komputer kecil
Melihat semua itu, banyak psikolog yang kemudian membebaskan dirinya dari pukauan sains modern yang mekanistik dan berpaling ke informatika yang algoritmik. Sementara itu, justru seorang fisikawan gardu depan yang ingin menyatukan teori gravitasi dan teori kuantum, Roger Penrose , mempertimbangkan suatu teori yang non-algoritmik. Bahkan dia berspekulasi bahwa kesadaran sebagai fungsi otak juga bekerja secara non-algoritmik. Dengan demikian sebagian dari para psikolog kembali mengambil konsep psikhe sebagai konsep sentral bagi psikologi.
Dalam pandangan ini psikhe adalah pasangan dari soma yang merupakan dua aspek fundamental dari individu manusia. Karakterisitik psikhe adalah kesadaran baik yang aktual maupun yang potensial yang selama ini disebut sebagai ketidaksadaran. Sementara itu, filsafat holisme yang panpsikis, yang melihat bahwa segala sesuatu dari yang terkecil seperti partikel elementer hingga yang terbesar yaitu alam semesta sebagai, memiliki psikhe yang mempunyai tingkat-tingkat kesadaran yang berbeda-beda, menjadi populer kembali di abad 21.
Tingkat-tingkat kesadaran ini sesuai dengan tingkat-tingkat pengaturan diri dari bagian-bagian jagatraya itu. Pengaturan diri ini kini lebih dikenal sebagai swa-organisasi. Fritjof Capra seorang fisikawan yang telah membebaskan dirinya dari belenggu materialisme mekanistik, misalnya, melihat evolusi semesta sebagai rangkaian pemunculan tingkat-tingkat swa-organisasi dari yang inorganik lewat yang organik menuju yang humanistik.
Bahkan para pemikir dunia cyber mutakhir telah memikirkan adanya era transhumanistik, di mana pikiran-pikiran manusia bersatu dengan program-program mesin membentuk satu kesatuan berupa kesadaran global yang akan menjadi kesadaran diri dari organisme raksasa Gaia. Dalam pandangan ini biosfera adalah naluri kehidupan bumi dan geosfera itu tak lain tak bukan adalah tubuhnya.
Sebagai konsekuensi logis, maka di masa depan tidak tertutup kemungkinan kesadaran transhuman itu berkembang dari menjadi kesadaran astrosferik, galaktosferik dan seterusnya. Kesadaran-kesadaran prahuman dan transhuman itu tersembunyi sebagai ketaksadaran kolektif transpersonal yang teraktualisasi secara parsial dalam pengalaman-pengalaman yang disebut Stanislav Grof sebagai pengalaman holotropik.
Pandangan Integralisme Transendental
Begitulah dalam dalam kuliah psikologi transpersonal ini, kita tidak mengambil pandangan dua dzat yang tradisional pramodernis, ataupun pandangan saintisme modernis tentang satu dzat materialistik, maupun pandangan holistik posmodernis satu dzat dengan banyak sifat. Dua sifat dasar di antaranya adalah : kesadaran dan kekuatan. Dalam kuliah ini, karena kita menganut Pancasila, kita melihat pandangan holistik ini masih parsial karena meninggalkan yang transenden yaitu Tuhan Yang Maha Esa.
Karena itu, kita akan mengambil sudut pandang integralis yang melihat kesadaran dan kekuatan sebagai imanensi sifat-sifat Kemahamengetahuan dan Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta dan pada suatu waktu akan menghancurkannya. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman transpersonal atau pengalaman holotropik itu tak lain dari aktualisasi kesadaran alam semesta yang selama ini berfungsi sebagai ketidaksadaran kolektif dalam diri manusia dan lingkungannya.
Dengan pandangan seperti ini, diharapkan kita memiliki sebuah sudut pandang ilmiah yang tidak merendahkan pengalaman-pengalaman subyektif para shaman, santo, sufi, sidhi dan mistikus pada umumnya. karena kita mengakui bahwa sains bukanlah pengetahuan obyektif yang mutlak, melainkan sebuah pengetahuan intersubyektif nisbi yang berkembang semakin lama semakin mendekati kebenaran obyektif dan interobyektif.
Dalam pandangan ini, dualisme spirit materi dilihat sebagai nondualisme hirarkis kesadaran di mana puncaknya adalah spirit, atau kepuncaksadaran, dan dasarnya adalah materi atau ketidaksadaran. Diantaranya ada nilai-nilai yang dilihat sebagai keatassadaran, informasi sebagai elemen kesadaran diri dan energi sebagai kebawahsadaran yang terletak di atas materi atau ketidaksadarian. Inilah jenjang internal kesadaran.
Sementara itu diri dalam kesadaran diri itu berjenjang secara eksternal dari kesadaran diri, kesadaran kelompok, kesadaran bangsa, kesadaran peradaban,
Karena itu, kita akan mengambil sudut pandang integralis yang melihat kesadaran dan kekuatan sebagai imanensi sifat-sifat Kemahamengetahuan dan Kemahakuasaan Tuhan Yang Maha Esa yang menciptakan alam semesta dan pada suatu waktu akan menghancurkannya. Dengan demikian, pengalaman-pengalaman transpersonal atau pengalaman holotropik itu tak lain dari aktualisasi kesadaran alam semesta yang selama ini berfungsi sebagai ketidaksadaran kolektif dalam diri manusia dan lingkungannya.
Dengan pandangan seperti ini, diharapkan kita memiliki sebuah sudut pandang ilmiah yang tidak merendahkan pengalaman-pengalaman subyektif para shaman, santo, sufi, sidhi dan mistikus pada umumnya. karena kita mengakui bahwa sains bukanlah pengetahuan obyektif yang mutlak, melainkan sebuah pengetahuan intersubyektif nisbi yang berkembang semakin lama semakin mendekati kebenaran obyektif dan interobyektif.
Dalam pandangan ini, dualisme spirit materi dilihat sebagai nondualisme hirarkis kesadaran di mana puncaknya adalah spirit, atau kepuncaksadaran, dan dasarnya adalah materi atau ketidaksadaran. Diantaranya ada nilai-nilai yang dilihat sebagai keatassadaran, informasi sebagai elemen kesadaran diri dan energi sebagai kebawahsadaran yang terletak di atas materi atau ketidaksadarian. Inilah jenjang internal kesadaran.
Sementara itu diri dalam kesadaran diri itu berjenjang secara eksternal dari kesadaran diri, kesadaran kelompok, kesadaran bangsa, kesadaran peradaban,
kesadaran-kesadaran kebumian, kebintangan, kegalaksian hingga kesemestaan alam terus ke kesadaran supraalam berakhir keMahaSadaran sang MahaPencipta itu sendiri. Dengan demikian realitas kesadaran mempunyai dua perjenjangan: yang internal dan yang eksternal.
Dalam pandangan ini, kesadaran-kesadaran transpersonal seorang individu tak lain dari pengalaman-pengalaman perjalanan kesadaran diri ketika dia meningkatkan kedalaman dan memperluas cakrawala kesadaran dirinya secara individual. Diharapkan tentunya kesadaran diri yang tercerahkan ini juga dapat membuat peradaban manusia yang dibentuk berdasarakan jalinan bagian terkecilnya, yaitu manusia secara individual, menjadi ikut tercerahkan.
Namun perlu diketahui bahwa realitas itu multidimensional. Kesadaran hanya lah manifestasi KeMahaTahuan Sang Pencipta. Sementara KeMahaPerkasaan Ilahi mewujud dalam dimensi material fisik alam semesta yang dipelajari oleh fisika dan ilmu-ilmu kealaman lainnya. Pengembangan ilmu-ilmu kealaman ini memberikan kemungkinan untuk memajukan teknologi yang memanfaatkan perluasan pengetahuan empiris manusia tentang alam semesta.
Bersamaan dengan itu tertumpuk pula tanggung-jawab yang semakin besar untuk mewujudkan keseimbangan yang lebih halus di alam semesta ini. Itulah sebabnya pengembangan psiko-spiritual semakin dibutuhkan di masa depan. Jika tidak kemungkinan besar kita akan hidup dalam sebuah planet yang ramah terhadap mesin bukannya ramah terhadap manusia. Di tangan manusia nasib bumi ini. Di hati manusia arah langkah perjalanan bumi ini. Semoga ke arah yang benar, baik dan indah menuju keharibaanNya.
No comments :
Post a Comment