PEMIKIRAN DAN PERGERAKAN
Integralisasi Iman, Ilmu, Amal di Masjid
Salman
Armahedi Mahzar (c) 2013
Ketika di tahun 1961 saya masuk
ITB sebagai seorang mahasiswa di departemen Fisika, mesjid Salman seperti yang
ada sekarang ini belumlah ada. Namun, shalat Jum'at untuk Civitas Academica ITB
sudahlah ada, walaupun tidak di dalam sebuah bangunan masjid. Kami shalat di
sebuah kamar ujung tenggara dari gedung
Aula Barat ITB. Kamar itu adalah sebuah ruangan yang dipisahkan dari ruangan
tengah aula dan kamar lainnya dengan penyekat semi permanen.
Mulanya hanya ada dua atau tiga
shaf jama'ah. Akan tetapi jama'ahnya bertambah terus, sehingga dinding pemisah
harus dibongkar dan akhirnya jama'ah seluruhnya tidak dapat ditampung dalam
ruangan aula sehingga meluap ke selasar sekitar aula. Itulah sebabnya para
dosen dan mahasiswa muslim berjuang untuk mendirikan sebuah masjid kampus.
Akhirnya panitia pembangunan
masjid ITB berhasil menemui Bung Karno yang menyetujui untuk pembuatan masjid
di kampus almamater beliau dan beliau mengusulkan memberi nama masjid yang akan
didirikan itu dengan nama seorang sahabat nabi Muhammad saw yang merupakan
insinyur pembuatan parit perang Chandaq: Salman al-Farisi.
Maka, masjid Salman pun
dicita-citakan untuk dibangun sebagai masjid dwifungsi seperti pada masjid di
zaman Rasulullah: pusat ibadat dan pusat budaya. Ibadat adalah konsekuensi
Islam dari Iman. Iman yang terintegrasi dengan ilmu pengetahuan dan Islam yang
terintegrasi dengan kebudayaan. Itulah yang diajarkan kepada para mahasiswa
baru yang menerima kuliah agama Islam yang akhirnya berhasil diperjuangkan
sebagai mata kuliah wajib di perguruan tinggi pada waktu itu.
Dalam kuliah agama itulah
ditekankan hadits untuk mencari ilmu dari lahir hingga liang lahat dan mencari
ilmu walaupun harus ke negeri Cina sekali pun. Dalam kuliah agama dan
khutbah-khubah jum'at di ITB ditekankan pula kesatuan iman, ilmu dan amal
sebagai ruh penggerak kebudayaan Islam.
Itulah sebabnya dari semula aktivis Salman tidak pernah memikirkan keterpisahan
pemikiran dan pergerakan dalam semua aktivitasnya sehari-hari.
Iman adalah bagian dari
rasionalitas seorang ilmuwan dan teknolog dan Islam sebagai ruh dari pengamalan
ilmu sebagai bagian dari kebudayaan seutuhnya. Gerakan sosial yang menyatukan
antara agama, sains dan budaya secara kolektif adalah realisasi dari gerakan pemikiran
mengenai kesatuan iman, ilmu dan amal secara individual.
Berikut ini akan dibahas
bagaimana gerakan pemikiran sekaligus gerakan sosial itu bisa terwujud secara
serasi, selaras dan sepadu. Bagaimana gerakan pemikiran tentang kesepaduan
vertikal individu dan gerakan sosial mengarah kesepaduan horisontal kolektivitas
itu menyatu dalam gerakan hidup aktivis Salman sehari-hari.
Pertama-tama rukun iman itulah
yang menjadi perekat kesepaduan indvidual vertikal. Kedua rukun Islam itulah
yang menjadi penggerak kesepaduan horisontal kolektif. Inti dari rukun iman
adalah tauhid dan inti dari rukun Islam adalah tazkiyah. Tauhid
itu adalah bagian dari tasyahhud dan tazkiyah adalah ruh dari
ta'abud. Kesaksian melalui tasyahhud dan pembersihan melalui ta'abbud
adalah penyatu ibadat dan budaya Islam.
Kesatuan dan kesepaduan kegiatan
agama dan budaya inilah yang menyebabkan Salman menjadi salah satu simpul dari
jejaring kebangkitan Islam di Indonesia yang diharapkan menjadi inisiator
kebangkitan kembali peradaban Islam dalam skala dunia.
Tasyahhud:
Esensi Pemikiran Islam
Dalam rukun Iman, kita dituntut untuk percaya pada Tuhan, malaikat, kitab-kitabNya dan rasul-rasulnya serta alam akhirat serta taqdir yang menyatukan semuanya dalam suatu proses inna lillahi wa inna 'ilaihi raji'un: semuanya dari Allah dan kepadaNya kita semua kembali. Dengan keimanan yang integratif ini maka kita melihat semua fenomena alam sebagai sunatullah atau perbuatanNya yang mengikuti hukum-hukumNya sebagai manifestasi dari sifat-sifatNya yang mencerminkan kesatuan zatNya yang maha gaib. Zat, sifat, perintah dan perbuatanNya itulah yang menciptakan semua benda di alam semesta.
Proses penciptaan itu berjalan
senantiasa dan berkelanjutan dengaan pemunculan kompleksitas secara bertahap
seperti yang diamati sains dalam evolusi kosmologis, geologis, biologis,
psikologis dan sosio-teknologis yang berturutan.
Evolusi kosmologis melahirkan
berbagai bahan dasar material bagi proses energetik geologis dan informasi
genetik kehidupan biologis serta ilmu informatik dan nilai-nilai normatif keyakinan dalam kesadaran psikologjs yang
diwujudkan dalam pranata kelembagaan sosiologis dan kompleksifikasi sistemik
teknologis sebagai sarana ibadat manusia untuk kembali.kepadaNya sebagai sumber
dan tempat kembali segala yang ada.
Bahan dasar itulah yang disebut
sebagai kausa material atau illat al-maddiyah
oleh para filosof ilmuwan Islam. Proses geobiologis itulah yang disebut kausa
efisien atau illat al-fa’iliyah dan
informasi genetik, psikhik dan teknik itulah yang disebut kausa formal atu illat al-suriyah. Norma dan nilai itulah
yang merupakan kausa final atau illat
al-gha’iyah dari semua proses. Kausa
final itulah yang berasal dari kausa primal atau illat al-tammah sumber segalanya .
Pengurutan yang material ke yang
energetik melalui yang informatik dan normatif menuju tujuan yang gaib ini
jugalah lah merupakan proses penyatuan vertikal tumbuh kembang manusia secara
individual. Bermula dari jasad embrionik dalam rahim, hingga bayi yang bergerak
senso motorik, lalu pembelajaran bahasa dan ilmu anak remaja yang bersekolah
menggunakan akal mereka berakhir dengan bekerja mengembangkan nilai-nilai normatif
bertujuan.
Proses tumbuh kembang pribadi
manusia adalah proses bertahap yang mengulangi pentahapan semesta raya yang
ditemukan para ilmuwan secara bertahap pula. tahap-tahap itu merupakan kesatuan
vertikal antara kategori-kategori integral materi, energi, informasi, nilai dan
sumber yang masing-masingnya diwakili oleh tubuh material, naluri energetik,
kesadaran informatik, keyakinan normatif dan ruh esensi setiap individu.
Tasyahhud itu adalah kesaksian
atas Arkan Al-Iman yang meliputi
1. Iman
kepada Allah yang disebut sebagai Metakosmos Pencipta dab Maha Sumber segala
hal
2. Iman
kepada malaikat yang menjalankan pengaturan alam semesta atau Makrokosmos
3. Iman
kepada kitab-kitabNya yang merupakan landasan bagi peradaban atau Mesokosmos
4. Iman
kepada rasul-rasulNya yang merupakan individu atau Mikrokosmos
5. Iman
kepada Qiyamat/’Akhirat sebagai kehancuran makrokosmos memasuki Suprakosmos
6. Iman
kepada Qadar dan Qadha’ sebagai ketentuan Integrasi Kosmik
Sehingga dapatlah kita simpulkan
bahwa arkan al-Iman menyiratkan pengakuan akan Kesepaduan Realitas.
Ta'abbud:
Esensi Pergerakan Islam
Dalam rukun Islam kita dituntut untuk melakukan lima jenis ritual: mengucapkan dua kalimat syahadat, melakukan shalat wajib lima waktu, berpuasa selama bulan ramadhan, mengeluarkan zakat dan menunaikan ibadah haji.
Dengan demikian, tasyahhud yang merupakan rukun pertama dari arkanul
Islam, esensinya adalah Tauhid (Laa ilaha ilallah) dan Risalah (Muhammadar
Rasulullah). Tauhid menghubungkan rukun Islam dengan rukun pertama dari
Iman. Sedangkan Risalah menghubungkan seorang mu'min dengan realisasi Tauhid
melalui keempat rukun Islam yang berikutnya.
Esensi arkan al-Islam itu adalah
sebuah kerangka pentahapan abadi pembangunan peradaban atau Tazkiyah
al-Madaniyati. Arkan Al-Islam itu meliputi
1. Syahadatain
sebagai landasan bagi pembinaan individu atau Tazkiyah al-Nafsi
2. Shalat
sebagai sarana pembinaan kelompok atau Tazkiyah al-Jama'ati
3. Shaum
sebagai sarana pembinaan Masyarakat yang adil atau Tazkiyah al-Ijtima'i
4. Zakat
sebagai landasan pembangunan Negara bangsa yang sejahtera atau Tazkiyah
al-Ummati
5. Hajji
sebagai sarana pembangunan Peradaban antar bangsa yang damai atau Tazkiyah
al-Madaniyati
Dengan demikian, dapatlah dikatakan bahwa rukun Islam di samping merupakan sarana penghubung kita dengan Allah atau 'ubudiyah, dia juga merupkan sarana pembangunan Peradaban melalui mu’amalah.
Jika rukun Islam dapat dilihat
sebagai kerangka pembangunan peradaban berdasarkan rukun Iman, maka Ihsan
dapat dilihat sebagai kerangka pembangunan pribadi yang mendekatkan diri pada
Sang Peciptanya melalui ibadah dimana diharapkan
1.
Kita beribadat seolah-olah melihat Tuhan, atau
2.
Kita beribadat karena dilihat Tuhan
beribadah seolah melihat Tuhan
adalah simbol dari beribadah karena Cinta dan beribadah karena dilihat Tuhan
adalah simbol dari beribadah karena Takut pada Allah swt.
Ihsan adalah esensi Thariqah untuk mendekatkan diri pada Allah dengan cara mentransformasi rasa takut menjadi rasa cinta secara bertahap. ‘Aqidah adalah landasan bagi pasangan proses Syari'ah sebagai transformasi religio-kultural peradaban dan Thariqah transformasi psiko-spiritual individu. Kedua bentuk transformasi itu dasarnya adalah tauhid seutuhnya.
Ihsan adalah esensi Thariqah untuk mendekatkan diri pada Allah dengan cara mentransformasi rasa takut menjadi rasa cinta secara bertahap. ‘Aqidah adalah landasan bagi pasangan proses Syari'ah sebagai transformasi religio-kultural peradaban dan Thariqah transformasi psiko-spiritual individu. Kedua bentuk transformasi itu dasarnya adalah tauhid seutuhnya.
Tauhid Seutuhnya:
Landasan Pembangkitan Peradaban
Keseluruhan Tauhid itu adalah sebuah Tauhid Wahdatiyah yang susunannya terlukis dalam gambar berikut ini: landasan Din al-Islam adalah Tauhid Diniyah. Sebagai landasan peradaban Tauhid adalah Tauhid Madaniyah. Kedua Tauhid itu terintegrasi dengan Tauhid Uluhiah sebagai landasan terdasar dari keseluruhan Tauhid yang juga meliputi Tauhid Rububiyah sebagai dasar semua ilmu dan Tauhid Mu’amalah sebagai pengamalan ilmu.
Sebenarnya, kelima aspek Tauhid
itu berkaitan dengan kelima nama dan sifat Tuhan yang tercantum dalam tiga ayat
pertama dari surat pertama Al-Quran Al-Karim: Allah,
Al Rabb, Al-Rahman, Al-Rahim dan Al-Malik.
Keterkaitannya adalah sebagai berikut
1.
Asma ALLAH berkaitan
dengan Tauhid Uluhiyah sebagai
kesaksian atau tasyahhud akan keesaan Allah subhana wa ta’ala yang diwujudkan
dalam pengabdian atau ta’abbud yang kita laksanakan seumur
hidup kita secara sepenuhnya dalam perjalanan kembali menuju haribaanNya
2.
Asma Al-RABB berkaitan dengan Tauhid
Rububiyah sebagi kesaksian bahwa Zat Allah yang transenden sebagai
pencipta seluruh alam-alam nyata dan gaib dalam bentuk pelimpahan
Sifat-sifatNya melalui Perintah-perintahNya berupa hukum-hukum alam yang
ditaati oleh semua perbuatanNya berupa gejala-gejala alam yang menghasilkan
semua ciptaanNya berupa benda-benda alami dari yang terkecil hingga yang
terbesar
3.
Asma AL-RAHMAN berkaitan dengan Tauhid Mu’amalah sebagai kesaksian
bahwa Cinta Allah mewujud dalam kehidupan seluruh makhluk hidup yang bersifat
individual dan sosial yang harus direalisasi manusia melalui tazkiyah
al-nafsi atau pembersihan diri mencapai nafs al-muthma’innah atau
jiwa yang tenang dan melalui tazkiyah al-ijtima’i atau
pembersihan masyarakat mencapai qawm al-marhamah yaitu masyarakat
yang dikasihi Allah
4.
Asma AL-RAHIM berkaitan dengan Tauhid
Madaniyah sebagai kesaksian bahwa Allah menyayangi manusia yang
merealisasikan tugasnya sebagai khalifah Allah atau wakilNya di muka
bumi melalui ta’allum atau pencarian ilmu dalam bentuk sains dan budaya yang
diikuti dengan tasyakkur atau berterima kasih dalam bentuk pengembangan teknologi
dan seni sebagai komponen-komponen peradaban yang Islami dalam rangka
memakmurkan bumi melalui peradaban.
5.
Asma AL-MALIK berkaitan dengan Tauhid
Diniyah sebagai kesaksian bahwa Allah adalah pemilik al-dunya
dan al-akhirat
yang harus kita jalani sebagai ‘Abd Allah atau abdiNya melalui Din
al-Islam yang terdiri dari ‘Aqidah fondasional, Syari’ah
kolektif dan Thariqah individual
Akhirul Kalam
Apa yang yang saya sampaikan di atas adalah pemikiran pribadi yang tak ada
sangkut pautnya dengan pengurus-pengurus Salman, kecuali dengan Bang Imad
almarhum sebagai salah seorang pendiri masjid Salman dan dosen agama Islam saya
di kampus ITB, yang menekankan sifat
antroposentris Tauhid dengan menekankannya sebagai sikap manusia untuk
mengesakan Allah sebagai satu-satunya ilah bukan sebagai wawasan teologi tradisional
teosentris yang menekankan sifat 20.
Kritik saya pada pandangan itu adalah karena pandangan itu telah membelah Tasyahhud dan mengambil penggalan pertamanya sebagai fondasi Islam. Pemikiran pribadi itu sesuai dengan pengamatan saya akan menyatunya pemikiran dan pergerakan dalam aktivisme Salman.
Kritik saya pada pandangan itu adalah karena pandangan itu telah membelah Tasyahhud dan mengambil penggalan pertamanya sebagai fondasi Islam. Pemikiran pribadi itu sesuai dengan pengamatan saya akan menyatunya pemikiran dan pergerakan dalam aktivisme Salman.
Belakangan pandangan saya tentang
Tasyahhud itu berkembang menyempurna menjadi penerimaan arkan ul-Islam sebagai inti
Syari’ah
(yang dipelajari oleh ilmu Fiqh) dan arkan al-iman sebagai inti
‘Aqidah
(yang dipelajari oleh ilmu Kalam) yang disempurnakan oleh ihsan
sebagai inti Thariqah (yang dipelajari oleh Tasawuf) berupa motivasi
internal Syari’ah.
Kesatuan Aqidah-Syari’ah-Thariqah itulah yang merupakan Din al-Islam yang seutuhnya. Din al-Islam itulah yang merupakan ruh penggerak Madaniyah al-Islam atau peradaban Islam sebagai tubuh kolektif ummat Islam. Semoga sumbangan pemikiran ini bisa mengilhami generasi-generasi muda di Nusantara untuk membangkitkan kembali peradaban Islam dunia di masa datang. Amin ya Rabb al-‘alamin.
Kesatuan Aqidah-Syari’ah-Thariqah itulah yang merupakan Din al-Islam yang seutuhnya. Din al-Islam itulah yang merupakan ruh penggerak Madaniyah al-Islam atau peradaban Islam sebagai tubuh kolektif ummat Islam. Semoga sumbangan pemikiran ini bisa mengilhami generasi-generasi muda di Nusantara untuk membangkitkan kembali peradaban Islam dunia di masa datang. Amin ya Rabb al-‘alamin.
Disampaikan pada
Seminar Nasional Milad Emas 50 Tahun Masjid Salman ITB
Kamis 4 Juli 2013 di Masjid Salman ITB, Jl. Ganesha no. 7. Bandung.
Seminar Nasional Milad Emas 50 Tahun Masjid Salman ITB
Kamis 4 Juli 2013 di Masjid Salman ITB, Jl. Ganesha no. 7. Bandung.
No comments :
Post a Comment