Wednesday, August 15, 2012

Me, Math and the Internet (5)

BAGIAN LIMA: KESIMPULAN

Apakah yang dapat dipelajari dari pengalaman-pengalaman saya tersebut di atas? Saya kira ada dua pelajaran: filosofis dan matematis. Pertama, konsep filosofis di dalam kepala kita berkembang seiring dialog dialog yang kita jalani, termasuk yang di internet. Dialog pada dasarnya berpikir bersama. Dalam berpikir bersama kita mendapatkan perspektif-perspektif baru. Sintesa dari perspektif-perspektif itulah yang merupakan perkembangan dalam pemikiran alias dialog internal. Sama halnya dengan pencapaian konsensus dalam dialog-dialog eksternal, sintesa internal biasanya merupakan sebuah kepuasan intelektual. Kedua, bagi seorang penjelajah dunia matematika seperti saya ini, harus siap untuk menghadapi keruntuhan asumsi-asumsi yang dimilikinya sejak lama dan dikiranya sebagai sebuah kebenaran mutlak. Munculnya geometri non-euklidean dari Riemann dan teori himpunan non-cantorian dari Robinson, misalnya, mencerminkan pola-pola penghancuran asumsi tersebut. Munculnya matematika atau sains baru sebagai akibat sebuah krisis itu biasanya disertai dengan munculnya paradigma baru yang merupakan filsafat dasar dari didiplin ilmu itu. Jadi sebenarnya krisis intelektual secara pribadi akan tercermin sebagai krisis paradigma secara sosial.
Nah, sekarang saya tidak tahu apakah krisis intelektual personal saya akan berujung pada perubahan atau transformasi pemikiran integralis menjadi suatu filsafat yang lebih menyeluruh lagi. Namun yang jelas krisis intelektual itu baru bersifat matematis, belum bersifat filosofis. Untuk menganalisis krisis baru ini, barangkali ada baiknya jika kita meneliti kebelakang untuk melihat bagaimana krisis-krisis itu dipecahkan selama ini.
Krisis fisika awal abad 20, misalnya, munculnya karena ditemukannya gejala radioaktivitas dan kenyataan stabilitas atom. Krisis itu melahirkan sebuah fisika baru yang kemudian disebut sebagai mekanika kuantum dengan perluasannya yang disebut sebagai teori medan kuantum. Teori medan kuantum adalah versi relativistik dari mekanika kuantum. Artinya teori medan kuantum adalah sintesa dari mekanika kuantum dan mekanika relativistik.
Akhirnya teori medan kuantum ini pada akhirnya, setelah dikembangkan, menjadi sebuah teori yang disebut model standar partikel elementer. Model standar adalah teori medan gauge untuk tiga interaksi fundamental yaitu medan interaksi listrik-magnet, interaksi nuklir lemah dan interaksi nuklir kuat. Jadi impian Einstein untuk mengawinkan interaksi listrik-magnet dan interaksi gravitasi ternyata terlalu dini. Ternyata interaksi elegtromagnetik ini lebih cocok jika dikawinkan dengan interaksi lemah sehingga melahirkan teori medan interaksi elektro lemah. Lalu teori elektro lemah ini dikawinkan dengan teori interaksi kuat antar quark melahirkan teori medan gauge yang disebut model standar.
Belakangan impian Einstein itu diteruskan fisikawan-fisakawan partikel elementer yang mencoba mengawinkan teori gravitasi Einstein, bukan dengan teori listrik magnet Maxwell, tetapi dengan cucu teori Maxwell yaitu Model Standar. Hasil perkawinan itu lahirlah lima teori string berbeda, tetapi sama-sama benarnya. Meskipun berbeda mereka punya kesamaan: mengubah teori partikel tanpa dimensi menjadi teori string satu dimensi yang bergetar dalam ruang fisika sepuluh dimensi di mana enam dimensinya menggulung dengan jari-jari gulungan sangat kecil. Memang ada persamaan teapi tetap saja kelimanya berbeda dan sama benarnya. Tentu saja hal ini merusak pemahaman logika kita yang hanya menerima hanya satu teori yang seharusnya benar.
Hal ini mirip masa pada waktu kelahiran teori kuantum. Pada waktu itu ditemukan dua buah nekanika yang tampaknya seolah bertentangan: mekanika gelombang Schrodinger dan mekanika matriks Heisenberg yang berbicara tentang partikel. Untunglah ada seorang Paul Dirac yang bisa membuktikan bahwa kedua teori itu adalah representasi yang berbeda bagi suatu teori yang sama yaitu mekanika kuantum. Kali ini memang ada seorang fisikawan jenius yang mencoba menggabungkan kelima teori menjadi suatu teori M tentang membran yang bergetar dalam ruang fisika sebelas dimensi. Jadi sintesa dilakukan dengan menambah dimensi obyek fundamental fisika dan menambah dimensi ruang yang dihuninya. Sayang saja teori ini belum mendapatkan bentuknya yang sempurna. Dia memang bisa menjelaskan semua fenomena mikrokosmik yang ada, namun dia memprediksikan adanya super-partikel, sebagai pasangan partikel partikel fundamental yang ada, yang sampai kini tak bisa diamati secara eksperimen.
Memang M-teori suatu teori yang wah dan menggunakan matematika canggih, namun sayangnya sebagai teori dia kedodoran. Soalnya M-teori yang merupakan anak dari teori superstring sama-sama meramalkan adanya pasangan bagi partikel dan medan fundamental yang tidak pernah diamati. Selain itu, M-teori tidak bisa menerangkan krisis fisika abad 21 yang dipicu oleh ditemukannya energi gelap dan materi gelap yang merupakan lebih dari 90% massa-energi alam semesta oleh pengamatan kosmologis disiplin ilmu astronomi. Jadi di lain pihak, teori M sebagai teori harapan fisika partikel, adalah sebuah teori yang sangat sempit. Dia meramalkan hal-hal yang tidak diamati di satu pihak. Di lain pihak, dia hanya bisa menerangkan kurang dari 5% realitas kosmologis. Sebuah prestasi yang tidak menggembirakan.
Kenyataan itulah yang merupakan krisis fisika abad 21. Sebenarnya krisis fisika abad 21 ini kurang saya hayati secara pribadi, karena saya sudah meninggalkan studi fisika dan banting stir ke dunia matematika. Namun kini di dunia matematika saya mengalami krisis yang dipicu oleh studi matematis Dr.Rugerro Maria Santilli. Rugerro Santilli sendiri sebenarnya adalah seorang fisikawan. Dia melihat kontradiksi-kontradiksi fundamental antara teori gavitasi dan teori elektro lemah. Oleh karena itu dia merevisi kedua teori itu dengan matematika bilangan iso-riil, yaitu bilangan alti-riil dengan r=-1 dalam terminologi saya, untuk menghilangkan kontradiksi itu. Dia bahkan menemukan dua jenis matematika baru lagi yang disebutnya geno-matematika dan hyper-matematika. Geno-matematika untuk fisika dengan proses-proses yang tak dapat dibalik alias ireversibel. Hyper-matematika untuk proses-proses biologis yang selain ireversibel juga menuju tujuan bernilai ganda. Sayangnya Rugerro Santilli tidak mendapat tanggapan positif dari mainstream fisika.
Jadi inilah krisis saya. Saya ada di persimpangan jalan. Apakah saya akan berbalik kembali mengikuti Rugerro Santili kembali ke fisika untuk kemudian mereformasinya ataukah saya akan terus mengeksplorasi dunia matematika platonik, menemukan struktur-struktur baru tanpa menghiraukan apakah penemuan itu akan bermanfaat di luar matematika? Saya kira saya sudah memutuskan pilihan saya. Kemungkinan besar, saya akan terus di dunia matematika untuk mengeksplorasi dunia ini yang belum disentuh orang: aljabar multikompleks yang diperluas dengan melibatkan struktur-struktur bilangan baru seperti misalnya lapangan isoriil yang ditemukan Santilli atau lapangan kuasi bilangan omni-riil yang saya temukan. Mudah-mudahan saya cukup kuat untuk meneruskannya.
Insya Allah

No comments :