Penggantian Nama
Koesno Sosrodihardjo
Jadi
Soekarno
Suharto, Sukarno, Suwarto, Suharno, Suwanto, Suwandi, Subekti, Sumarni, Suwarti, Suminem, Suminten, dan nama-nama yang berawalan Su atau Soe hingga pada tahun 70an masih banyak disandang oleh masyarakat Jawa. Kata ‘su’ dalam Bahasa Jawa mempunyai arti baik atau indah. Misalnya Suharto artinya harta atau uang yang baik, dalam arti diperoleh secara baik dan benar. Suwarto dan Suwarti untuk anak putri, artinya kabar baik atau kabar indah. Boleh jadi orangtuanya memberi nama tersebut sebagai rasa syukur atas kelahiran anaknya yang amat diharapkan. Atau mungkin kelak anaknya selalu berkata-kata benar dan tidak suka ngrasani ( membicarakan keburukan ) sesama.
Hingga kini nama-nama tersebut masih ada yang menggunakan terutama di pedesaan, sekalipun tidak sebanyak pada tahun 70an. Di antara nama tersebut di atas yang sudah jarang yang menyandang sekalipun orangtua, adalah nama Sukarno. Bahkan nama teman sekolah dan bermain penulis sendiri yang bernama Sukarno hanya seorang. Keengganan orangtua pada saat itu untuk memberi nama Sukarno karena begitu menghargai dan menghormati Bung Karno sebagai proklamator dan presiden pertama negeri ini.
Ada dua nama lain yang berkaitan dengan kata Karno atau Karna yang begitu melekat di hati masyarakat Jawa seperti yang ditulis dalam tembang macapat dalam Serat Wedhatama yang ditulis oleh Mangkunegara IV, yakni: Adipati Karno atau Basukarno dan Kumbokarno.
Basukarno artinya dilahirkan dari telinga ( Dewi Kunthi ) yang mengandung dari Bethara Surya. Sedang Kumbokarno artinya bertelinga atau mempunyai telinga seperti kendi. Mungkin yang dimaksudkan di sini adalah Kumbokarno tetap mau mendengarkan ( dengan sejuk seperti air kendi ) keluhan Rahwana yang berharap adiknya mau membela Alengka dari serbuan wadyabala Anoman.
Tahun 1978, setelah diskusi tentang cerpen Langit Makin Mendung, kami para seniman yang masih kencur membicarakan tentang nama tersebut dan menghasilkan sebuah kesimpulan yang cukup menarik.
Pertama, Sukarno adalah nama panggilan yang disandangkan oleh keluarganya sesuai dengan keadaan fisik Bung Karno yang hanya diketahui oleh keluarganya. Orang lain mungkin tahu namun tidak memperhatikan dengan seksama atau tidak peduli.
Jika kita memperhatikan foto-foto Bung Karno saat menjadi presiden selalu close up menoleh ke kiri atau kanan. Memang pada saat itu foto close up dengan gaya seperti ini sedang menjadi mode. Tetapi ada alasan lain, konon telinga Bung Karno ukuran atau lekukannya antara kiri dan kanan berbeda. Sehingga jika dipotret lurus kurang bagus penampilannya. Maka sebagai ‘wadalan’ namun bukan penghinaan Beliau dipanggil dengan nama Sukarno.
Ke dua, Sukarno adalah nama panggilan yang diberikan oleh orang lain di luar keluarganya. Gurunya, pembimbingnya, teman kuliah, teman perjuangan, atau mereka yang dekat dengan Beliau. Nama ini diberikan sebagai penghormatan karena Beliau senantiasa mau mendengarkan apa yang diajarkan, disarankan, bahkan segala keluhan saat berjuang semasa sebelum kemerdekaan dan saat menjadi presiden. Hingga mendapat sebutan pula sebagai ‘penyambung lidah rakyat’ karena mau mendengarkan atau mempunyai telinga yang baik bagi keluhan bangsanya.
Sebentar lagi peringatan 60 tahun Konferensi Asia Afrika akan dilaksanakan. Apakah nama Sukarno kembali dikenang sebagai salah satu tokoh dunia yang berjuang menciptakan perdamaian dengan menentang segala hegemoni kekuatan dan mendirikan Gerakan Non Blok, atau perayaan ini sekedar seremonial bahwa negeri kita ingin tetap diakui dunia?
Sukarno, sang proklamator dan presiden pertama negeri ini memang salah satu tokoh fenomenal dan kontroversial dengan segala kelebihan dan kekurangannya yang tak boleh dilupakan oleh bangsa ini.
sumber
No comments :
Post a Comment