KECERDASAN SPIRITUAL DANAH ZOHAR
Armahedi Mahzar (c) 2000
Buku Danah Zohar
telah terbit lagi. Buku itu berjudul sangat bombastis SQ, Spiritual
Intelligence, the Ultimate Intelligence (Bloomsbury, London 2000). Buku
ini adalah bagian dari triloginya tentang holisme kuantum yang aplikatif untuk
kehidupan sehari-hari. Pada buku pertama, the Quantum Self (Bloomsbury
, London 1990), Zohar telah mendobrak elitisme fisika kuantum yang oleh Fritjof
Capra dilebur dengan elitisme mistik Timur menjadi elitisme eksklusif mistisime
zaman baru. Dengan bukunya itu, Zohar justru meletakkan proses kuantum di
tengah kehidupan kita sehari-hari dengan menyatakan bahwa proses berpikir kita
yang biasa dalam kehdupan sehari-hari, bukan hanya pengalaman mistik yang
esoteris, pada dasarnya adalah sebuah proses kuantum.
Pada bukunya yang
kedua, the Quantum Society (Flamingo, London 1994), dia
menyatakan bahwa masyarakat dunia harus ditata kembali menjadi sebuah
masyarakat kuantum, yaitu sejumlah komunitas-komunitas kecil tatap muka yang
berinteraksi secara dialogis serupa dengan model dialog internal yang terjadi
dalam otak manusia. Dalam buku kedua ini dia mengatakan bahwa landasan fisika
bagi kesadaran manusia adalah proses kondensasi Bose-Einstein kuantum sel-sel
saraf yang menimbulkan koherensi gelombang listrik-magnet di otak.
Nah, buku Danah Zohar
yang ketiga ini, SQ, adalah bagian terakhir, tentunya klimaks, dari
trilogi holisme kuantum. Dalam buku ini, Zohar sekali lagi menggunakan otak
sebagai model sentral untuk wacana besarnya, dan teorinya tentang holisme
kuantum menjadi bingkai besar membayangi wacana yang tabu di kalangan ilmuwan Barat yaitu mistisisme. Alih-alih
berbicara tentang mistik yang metarasional, dia justru menggunakan konsep
“inteligensi spiritual” yang suprarasional sebagai konsep sentral dalam wacana
mistisisme terapan.
Tampaknya, sudah
menjadi kecendrungan umum di
dasawarsa-dasawarsa peralihan milenium ini untuk memperluas konsep inteligensi
pada aspek-aspek kejiwaan yang pada waktu-waktu sebelumnya dianggap sebagai
tidak rasional. Misalnya, Daniel Goleman mengajukan konsep inteligensi
emosional. Kini, Danah Zohar mengajukan konsep inteligensi spiritual.
Inteligensi spiritual dianggap sebagai bentuk inteligensi tertinggi yang memadukan
kedua bentuk inteligensi terdahulu yaitu inteligensi intelektual dan
inteligensi emosional.
Sebenarnya, konsep
inteligensi spiritual yang berkaitan dengan makna hidup telah dibicarakannya
secara sambil lalu pada buku-bukunya yang pertama dan kedua. Pada Quantum
Self, Zohar berbicara mengenai visi kuantum tentang kosmologi dan
teologi. Pada bab akhir bukunya yang kedua, the Quantum Society,
Zohar melampirkan naskah pidatonya di depan di depan pertemuan Yayasan
Kebudayaan Eropa di Helsinki bulan Mei 1994 pada akhir abad yang lalu, dia
berbicara mengenai tiga jenis cara berpikir manusia yaitu berpikir logis
rasional, berpikir asosiatif intuitif dan berpikir praktis kreatif.
Di tahun 1997 dalam
bukunya diluar trilogi kuantum, Rewiring the Corporate Brain, dia
berbicara adanya tiga jenis cara berpikir yaitu berpikir serial, berpikir
asosiatif dan berpikir kuantum. Di tahun 2000 konsep berpikir kuantum itulah
menjelma menjadi “hyperthinking” atau inteligensi spiritual dalam bukunya SQ. SQ adalah pelengkap dan penyepadu IQ dan EQ.
Dengan demikian EQ, IQ dan SQ berkaitan dengan emosi, rasio dan spirit adalah
trinitas psikologi baru yang menggantikan trinitas Id, Ego dan Superego yang
diberikan Freud.
Namun suami Danah Zohar, psikiater Ian Marshall, bukanlah seorang
psiko-analis Freudian. Dia adalah seorang Jungian yang juga psikolog
humanistis. Trinitas Id, Ego dan Superego digantikan oleh trinitas Anima,
Persona dan Diri. Berbeda dengan Id yang mencerminkan dorongan-dorongan
hayawaniah, anima adalah sekumpulan potensi-potensi manusiawi primitif yang berada di bawah kesadaran. Dan persona
adalah topeng psikologis yang dikembangkan oleh ego seseorang dalam menghadapi
lingkungannya. Sedangkan Diri adalah
pusat kesadaran dan ketidaksaran.
Berbeda dengan Freud
dan Jung yang menganggap inteligensi hanya ada pada tataran ego dan person,
pasangan suami istri Zohar-Marshall ini justru menganggap bahwa ketiga-tiga
komponen psikhis mempunyai kecerdasan sendiri-sendiri. Id mempunyai kecerdasan
emosional yang asosiatif, ego mempunyai kecerdasan intelektual yang rasional
dan Diri mempunyai kecerdasan spiritual yang integratif.
Ketiga bentuk kecerdasan itu, menurut Zohar dan Marshall,
mempunyai akar-akar neurobiologis di otak manusia. Kecerdasan emosional ada di
sistem limbik, alias otak dalam, yang terdiri dari thalamus, hypothalamus dan
hippocampus. Kecerdasan intelektual ada di korteks serebrum alias otak besar.
Sedangkan kecerdasan spiritual mempunyai dasar neurofisiologis pada osilasi
frekuensi gamma 40 Hertz yang bersumber pada integrasi sensasi-sensasi menjadi
persepsi obyek-obyek dalam pikiran manusia.
Tnetu saja dugaan Danah Zohar adanya korelasi antara osilasi
Gamma dan kecerdasan spiritual sangatlah berlebihan. Soalnya integrasi sensasi
menjadi persepsi obyek-obyek bukanlah komponen tertinggi pengalaman
spiritual. Komponen utama spiritualitas bukan integrasi pada tahapan
indrawi, akan tetapi unifikasi dan transendensi yang melampaui taraf
intelektualitas. Sedangkan intelektualitas itu sendiri merupakan taraf
perkembangan mental yang melampaui pengalaman obyek-obyek indrawi.
Tabel
1.
Tiga jenis kecerdasan dan proses psikologis yang menyertainya.
Tiga jenis kecerdasan dan proses psikologis yang menyertainya.
Kecerdasan
(organ) |
Proses
psikologis
(karakteristik) |
Emosional
(Id) |
Proses primer
(asosiatif) |
Mental
(Ego) |
Proses sekunder
(rasional) |
Spiritual
(Diri Luhur) |
Proses tersier
(integratif) |
LANDASAN FISIKA KECERDASAN SPIRITUAL
Ketiga buku Danah
Zohar mempunyai asumsi yang sama, yaitu asumsi bahwa kesadaran itu punya
landasan di alam fisik. Asumsi dasar yang kedua adalah evolusionisme yang
mengatakan bahwa kesadaran manusia adalah puncak kesadaran dari evolusi
kesadaran fisik yang primordial. Dalam formulasi awalnya, di the Quantum
Self, kesadaran fisik itu diidentifikasinya dengan kuantum medan-medan
interaksi fundamental antar partikel elementer. Dalam bukunya yang kedua, dia mengidentifikasi kesadaran fisik
itu dengan sinkronisasi gelombang-gelombang otak.
Dalam bukunya yang terakhir dia
mengidentifikasi proto-kesadaran itu dengan partikel skalar Higgs, yang
dihipotesakan oleh Higgs agar terjadi perusakan simetri spontan interaksi antar
partikel fundamental yang ditandai dengan massa yang berbeda-beda antara quark
dan lepton. Konon, menurut Zohar perusakan simetri ini merupakan awal primordial
evolusi kesadaran yang berpuncak pada terbentuknya kecerdasan spiritual pada
manusia.
Evolusi kesadaran itu
berlangsung secara siklis dengan enam fase evolusioner diskrit yang tegas.
Sebelum terjadinya perusakan simetri terdapat superstring yang disebut
sebagai Era GUT (Grand Unified Field Theory). Era ini diawali
dengan vakum kuantum dan berakhir dengan munculnya medan Higgs, yang diikuti
oleh era kedua yaitu era quark. Era Quark berakhir dengan terbentuknya
hadron-hadron yaitu partikel-partikel yang berinteraksi kuat.
Di antara
hadron-hadron yang penting adalah nukleon (proton dan netron) dan pion (meson
pi). Quark itu adalah bagian terkecil bagi nukleon yang merupakan batu bata
inti-inti atom dan meson pi yang merupkan perekat nukleon dalam inti. yang
kemudian bergabung dengan elektron-elektron membentuk atom-atom. Nukleon dan
meson itu disebut sebagai hadron.
Era ketiga, yaitu Era
Atom, adalah era di mana hadron-hadron yang stabil membentuk inti atom yang
kemudian bergabung dengan elektron menjadi atom-atom. Atom-atom ini, sangat
beragam jenisnya, kemudian bergabung membentuk molekul-molekul yang jauh lebih
beragam bentuk dan sifatnya. Molekul-molekul ini adalah bagian-bagian terkecil
materi yang masih memiliki sifat-sifat keseluruhan.
Tabel
2.
Siklus Evolusi Kosmologis
menurut Danah Zohar
Siklus Evolusi Kosmologis
menurut Danah Zohar
Vakum Kuantum
(Sunyata) |
|
Kecerdasan Spiritual
|
Era Superstring
|
Kecerdasan Mental
|
Era Quark
|
Kecerdasan Emosional
|
Era Atom
|
Benda-benda makroskopik
|
Maka, dengan
demikian, kita telah melukiskan sebuah proses terbentuknya materi makroskopis
bersumber dari vakum kuantum yang oleh Danah Zohar diidentifikasikan dengan
sunyata yaitu kekosongan mutlak dalam ajaran Budha. Proses selanjutnya pada
evolusi kosmik adalah proses peningkatan kesadaran mulai dari tahap inteligensi
emosional diikuti oleh tahap inteligensi mental dan berakhir pada tahap
inteligensi spiritual yang berujung pada terbentuknya ruh semesta. Proses
peningkatan kesadaran ini dapat diidentifikasi sebagai proses kembalinya
proto-kesadaran ke sunyata yang diidentifikasi Zohar dengan vakum kuantum.
Kecerdasan emosional
adalah kecerdasan yang dimiliki oleh hewan-hewan. Manusia memiliki kecerdasan
emosional dalam kendali ego. Ego inilah yang mencapai kecerdasan mental yang
bisa ditingkatkan menjadi kecerdasan spiritual dengan pembentukan diri yang
utuh seperti yang dikenal oleh Carl Gustaf Jung, pendiri psikologi
analitis, sebagai proses individuasi.
Suami Danah Zohar, Ian Marshal yang psikiater itu, adalah penganut psikologi
analitis Jung yang kreatif. Bersama suaminya, Zohar mengidentifikasi ada enam
tipe ego yang diidentifikasinya dengan enam cakra terrendah dalam tradisi Yoga
dan melukiskannya secara indah dalam bentuk bunga teratai bertajuk enam,
masing-masing tajuk diidentikasi dengan
ego tipe tertentu.
Pusat dari bunga teratai itu tak lain dari Diri yang utuh yang
didefinisikan Jung sebagai terminal akhir proses individuasi. Pusat bunga
inilah yang diidentifikasi oleh Danah Zohar dan Ian Marshall sebagai cakra
mahkota dalam tradisi Yoga. Yoga adalah jalan menuju terbukanya cakra mahkota
itu. Dalam tradisi Yoga pembukaan cakra-cakra itu berjalan secara berurutan,
mulai dari yang terrendah berakhir dengan yang tertinggi yaitu cakra mahkota. Dengan
tersempurnakannya Diri manusia, manusia pun memperoleh kecerdasan spiritual.
EVALUASI KRITIS TEORI KECERDASAN SPIRITUAL
Teori psikologi Danah Zohar yang pada dasarnya adalah sebuah
rekonstruksi terhadap psikologi analitis Jung dengan menggunakan teori kuantum
sebagai model. Teori ini sebenarnya merupakan kontribusi besar bagi
terbentuknya paradigma baru di milenium yang baru kita masuki ini. Zohar
membawakan sebuah kisah besar evolusi kosmik ditengah teriakan garang para
posmodernis yang mencanangkan berakhirnya kisah-kisah besar dipenghujung abad
ke-20 yang lalu. Akan tetapi kisah evolusi spiritual kosmos telah lama
ditembangkan di awal abad lalu sebelum pecahnya Perang Dunia II oleh Henry
Bergson dengan evolusi kreatifnya, Pierre Teilhard dengan teori noogenesisnya,
Aurobindo dengan Yoga integralnya, Alfred North Whitehead dengan filsafat
organismenya.
Teori evolusionisme
spiritual bahkan disempurnakan oleh David Bohm dengan teori Holo-movementnya
yang kemudian dikembangkan secara populer oleh banyak pemikir Zaman Baru
seperti Gorge Leonard (The Silent Pulse 1991) dan Ken Wilber (Atman
Project 1980) dengan psikologi transpersonalnya. Kebanyakan pemikir-pemikir
zaman baru dipengaruhi oleh filsafat mistik Timur yang panteistik. Danah Zohar
mencoba mengoreksi pemikir-pemikir zaman baru tersebut dengan cara memasukkan
kembali spiritualitas dalam konteks keseharian dengan wacana religius yang
monoteistik, di mana vakum kuantum dianggap sebagai wadah imanensi Tuhan yang
transenden.
Lepas dari sumbangan positif
Danah Zohar dan Ian Marshall dalam memulihkan kehidupan spiritual pada
sehari-hari dengan argumentasi ilmiah sehingga dapat diterima oleh generasi
milenium, barangkali ada baiknya memeriksa gagasan mereka dengan tradisi mistik
tradisional secara mendalam. Misalnya adanya tiga inteligensi yaitu inteligensi
emosional, inteligensi rasional dan inteligensi spiritual mengingatkan kita
akan adanya tiga jiwa, yaitu nafs haywaniah, nafs nathiqah
dan nafs qudsiyah, dalam filsafat Islam tradisional. Dalam tradisi
tashawwuf ketiganya dikaitkan dengan nafs, aql dan qalb.
Jadi apa yang
diberikan kedua suami istri dari Inggris itu,sebenarnya, bukanlah suatu yang
baru. Hanya saja dengan mengidentifikasi ketiga fakultas itu dengan inteligensi
yang biasanya diasosiasikan dengan rasionalitas menunjukkan adanya kegamangan
yang harus dicari sumbernya. Pernyataannya, bahwa intelligensi rasional dapat
dimilik oleh komputer, tetapi tidak dengan EQ dan SQ, menunjukkan sumber
kegamangan dan kegelisahan mereka. Membaca literatur kecerdasan buatan
menunjukkan bahwa dalam paruh pertama abad ini komputer akan mencapai IQ yang
sama dengan IQ manusia dan terus berlipat mengikuti hukum Moore.
Prediksi futuristik
robot-robot supercerdas itu tentunya akan menakutkan para evolusionis
materialistis yang menganggap manusia sebagai puncak evolusi biologis dengan IQ
sebagai mahkotanya. Penganut holisme, sayap kanan pemikiran pos-modernis Barat,
yang mewarisi evolusionisme dari materialisme abad pencerahan, dengan
sendirinya juga mengalami ketakutan yang sama. Untuk menangkal ketakutan itu
maka diciptakanlah konsep inteligensi yang yang lebih besar dari inteligensi
intelektual atau IQ. EQ adalah perluasan pertama. Dan SQ adalah perluasan
terakhir yang disumbangkan oleh Danah Zohar dan suaminya. Dengan demikian, kini
manusia dapat mengatakan dengan tenang bahwa komputer atau robot-robot masa
depan tak akan dapat mencapai kecerdasan manusia seutuhnya.
Dengan begitu,
sebenarnya Danah Zohar telah memasuki dunia psikologi transpersonal, namun sayangnya
ternyata dia masih terperangkap dalam kerangka pemikiran teoritis psikologi
analitis tradisi Carl Gustaf Jung. Walaupun begitu, dia telah melakukan sesuatu
yang tak pernah dilakukan Jung, yaitu membuat skematisasi yang kaku. Bahkan,
untuk skematisasi itu, dia telah melakukan revisi dengan menggabungkan sensasi
dan intuisi menjadi satu fungsi yaitu persepsi. Dengan demikian, dia telah
mengganti keempatan kuaternitas, yang menurut
Jung adalah pengganti ketigaan atau trinitas, dengan keenaman atau heksitas.
Padahal, jika dia melakukan perluasan yang konsisten terhadap psikologi
analitis Jung, dia akan memperoleh suatu skema kedelapanan.
Namun, tampaknya
Danah Zohar lebih tertarik pada bunga teratai bertajuk enam ketimbang bunga
teratai bertajuk delapan. Mungkin, apa yang diperolehnya adalah mandala pribadi
yang mencerminkan milenium ketiga yang kita hadapi sekarang. Namun, mengikuti
pola pikir Jungian, apa yang diperoleh Zohar mungkin saja merupakan cerminan
arkhetipe bintang enam Daud yang ada di bawahsadar kolektif leluhurnya yaitu
bangsa Yahudi. Walaupun begitu hal itu bukan berarti bahwa arkhetip itu tidak
benar. Arkhetip bukanlah suatu
kebenaran, akan tetapi merupakan medium ekspresi bagi formulasi kebenaran. Satu arkhetip tidak
lebih benar dari arkhetip yang lain.
Oleh karena berada
dalam perangkap Jungian, dia tidak bisa menerima hirarki kesadaran yang melekat
dalam setiap kesadaran Timur yang ditemukan kembali oleh para psikolog
transpersonal. Itulah sebabnya, oleh Danah Zohar, keenam cakra yang, dalam
tradisi Yoga tersusun secara berjenjang dari tempat kedudukan ke ubun-ubun,
menjadi tersebar mendatar melingkar sebagai tajuk bunga dan dan cakra ketujuh
sebagai pusat bunga. Keenam tajuk itu
diidentifikasikannya sebagai enam buah ego dan pusatnya dianggap sebagai
representasi Diri.
Di antara keenam tajuk ego dan pusat bunga diri itu terdapat enam
tajuk arkhetipe Jung yang diidentifikasi Zohar dengan enam dewa-dewi dalam
mitologi Yunani/Romawi yang diabadikan dalam enam benda langit, enam titik Sephirot
dalam pohon Kehidupan Qabbalah
mistik Yahudi, enam sakramen Kristen dan enam cakra di bawah cakra
mahkota dalam Kundalini Yoga.
Dengan demikian, tampaknya, Danah Zohar ingin menunjukkan bahwa
spiritualitas itu sebenarnya sama, kendati berkembang dalam konteks kultural
yang berbeda, karena bersumber pada proses pemenuhan diri psikologis yaitu
proses yang sama: proses individuasi. Namun sayang, dengan menyejajarkan semua
simbol-simbol esoteris dalam satu bidang datar, dia telah menghilangkan sifat
hirarkis kesadaran yang dipahami oleh hampir semua tradisi mistik sedunia.
ALTERNATIF ISLAMI KECERDASAN SPIRITUAL
Menyadari sinkretisme metodologis dan teologi
panteistik Danah Zohar bertentangan
dengan ajaran Islam, maka kita perlu melakukan perbaikan dan penyempurnaan
terhadap peta psikologi esoteris Danah Zohar. Pertama-tama kita harus
mengembalikan struktur hirarkis ke dalam
upaya pemetaan psikologis. Disamping itu kita harus mengganti kosmologi
panteistik Zohar dengan yang
monoteistik. Kita akan melakukan yang kedua terlebih dahulu.
Siklus evolusi kosmologis Danah Zohar harus
diganti dengan siklus evolusi-devolusi kosmologis sebagai berikut. Pada tabel
ini busur aliran penciptaan adalah dari
atas kebawah. Dilihat pada kolom kiri proses penciptaan merupakan proses
integrasi dan pada kolom kanan terdapat aspek diferensiatif proses penciptaan.
Tabel
3.
Siklus Evolusi/Devolusi Kosmologis
Siklus Evolusi/Devolusi Kosmologis
Maha Pencipta
|
||
Vakum
Partikel Intiatom Atom |
Adiantara
Jagatraya Galaksi Bintang |
|
Molekul
|
Planet
|
|
Sel
|
Biosfera
|
|
Organisme
|
Perbedaan siklus evolusi-devolusi kosmologis
ini dengan siklus evolusi kosmologi Danah Zohar ada dua. Pertama, siklus
evolusi devolusi kosmologis bersifat murni material, sedangkan siklus
kosmologis Danah Zohar mencampurkan proses material dan mental dalam satu
siklus. Kedua, siklus Danah Zohar tidak memasukkan Yang Maha Pencipta sehingga
memberikan kesan panteistik. Sedangkan proses evolusi-devolusi kosmik tak lain
dari proses penciptaan-penghancuran Ilahiah.
Selanjutnya kita pada kolom tengah kita dapat
membuat satu garis menurun, Maha Pencipta berupa peniupan ruh pada organisme
manusia, disamping itu kita dapat membuat garis tegak menaik sebagai lambang
dari kembalinya ruh manusia ke padaNya. Proses menurun ini dapat kita sebut
sebagai proses involusi, sedangkan proses menaik ini dapat kita beri nama
sebagai proses envolusi. Dalam bahasa filsafat tradisional, proses involusi dikenal
sebagai proses emanasi atau Tanazzul, sedangkan proses envolusi
tak lain dari proses iluminasi mistik atau Taraqqi.
Dalam skematisme Zohar proses taraqqi
itu bersesuaian dengan jalur naik
“emosional=>mental=>spiritual=>ruh-semesta”. Dalam hal ini Zohar masih
konsisten dengan hirarki psikologi tradisional. Akan tetapi jika dia tetap
konsisten, maka dia akan meletakkan cakra-cakra yoga yang merupakan simbolisasi
tingkat-tingkat kesadaran mistik itu juga secara vertikal. Sayangnya dia tidak
konsisten, hirarki cakra dalam tradisi Yoga dirombaknya.
Hal ini, mungkin, karena tradisi pemikiran
liberalisme demokratik dan egaliterisme modernistik telah begitu kuat pada
bawah sadar Danah Zohar. Oleh karena itu, seperti halnya pada banyak psikolog Barat modern yang lain, dia
pun membuat keenam cakra Kundalini Yoga ada dalam satu dataran —atau dalam
skema bunga teratai bertajuk enamnya, dalam satu lingkaran— yang menunjukkan
kesetaraan tingkat-tingkat tersebut dan menyamakannya dengan tingkat arhetipal
Jung.
Selanjutnya terjadilah ketidak-konsistenan
kedua yaitu ketika dia mengubah perumusan jalur
“emosional->mental->spiritual” pada siklus evolusi kosmik menjadi jalur
“mental->emosional->spiritual” pada proses individuasi psikhik. Dalam hal
ini, tampak pengaruh pemikiran psikologi analitis Jung yang dianut suaminya
telah menghalangi proses pencerahan dirinya. Alih-alih menemukan sumber
transendental di atas akal rasional, dia menemukan sumber imanen di bawah
emosionalitas pada kehidupan atau, lebih dalam lagi, pada apa yang disebutnya
sebagai proto-kesadaran.
Tampaknya kita harus mengoreksi Danah Zohar
dalam hal ini, jika ingin merumuskan kecerdasan spiritual secara islami.
Pertama-tama, mungkin kita harus mengembalikan ketujuh cakra Yoga itu secara
vertikal, lalu menggantinya dengan ekivalennya dalam tradisi tashawuf Islam.
Tradisi Islam tidak mengenal konsep cakra tetapi mengenal konsep Lathaif atau
kumpulan lathifah. Nama-nama lathifah ini berbeda-beda untuk thariqat yang berbeda, namun fungsinya sama
yaitu sebagai representasi tingkat-tingkat kesadaran.
Apa yang disebut
sebagai cakra mahkota yang mencerminkan tingkat tertinggi kesadaran manusia,
dalam tradisi tarekat dikenal sebagai nafs kamilah (2:177). Cakra
terendah dalam Yoga bersesuaian dengan nafs ammarah (12:53).
Sedangkan kelima cakra lainnya dari bawah keatas bersesuaian dengan
tingkat-tingkat kesadaran yang disebut nafs lawwamah (75:1-2,
14:22), nafs mulhamah (91:78), nafs muthma’innah (89:27,
13:27-28), nafs mardhiyah (89:28, 92:18-20) dan
nafs radhiyah (89:28, 92:21, 46:15). Syaikh al-Palimbani misalnya menyatakan bahwa ketujuh nufus
ruhiah itu dengan ketujuh lathaif: nafs, qalb, ruh, sirr, sirr
as-sirr, khafi dan akhfa.
Agar supaya kita
dapat merujuk pada Quran lebih tepat, mungkin kita dapat mengganti urutan lathaif
itu itu dengan alternatif berikut jism , nafs (12:53, 50:67),
’aql (67:10), qalb (2:225, 26:88-89), fu’ad (32:9),
lubb (3:190, 12:111) dan ruh (19:17, 32:9). Ketujuh
lathaif itu dapat letakkan pada jalur involusi menurun atau tanazul pada
kolom tengah siklus envolusi-devolusi dengan jism diletakkan pada organisme dan
ruh diletakkan pada haribaan MahaPencipta. Sedangkan ketujuh nufus ruhiah
itu kita letakkan pada jalur envolusi menaik dari nafs ammarah,
yang kesadarannya berpusat pada jism organisme, ke puncak kesadaran nafs
kamilah yang berpusat pada Tauhid.
Dengan skema tingkat kesadaran Islam yang baru
kita buat ini, tampaklah apa yang disebut kecerdasan spiritual oleh Danah Zohar
baru sampai pada tataran qalb atau nafs mulhamah
yang bersesuaian dengan tataran makna atau meaning. Sedangkan
tataran nilai-nilai yang universal dan
transendental dapat diidentifikasi dengan tingkat-tingkat spiritualitas yang
lebih tinggi yang tak dapat dicapai oleh enam jalur individuasi pada
mandala teratai bertajuk enam yang diajukannya. Secara
tabular kenyataan itu dapat dilukiskan sebagai Tabel 4 berikut ini.
Tabel
4.
Envolusi Psikologis Kesadaran Islam
(dibaca dari bawah ke atas)
Envolusi Psikologis Kesadaran Islam
(dibaca dari bawah ke atas)
Nafs
|
Lathifah
|
Kecerdasan
|
Kamilah
|
Insan Kamil
|
|
Radhiyah
|
Ruh
|
|
Mardhiyah
|
Lubb
|
|
Muthma’innah
|
Fu’ad
|
|
Mulhamah
|
Qalb
|
Spiritual
|
Lawwamah
|
‘Aql
|
Intelektual
|
Ammarah
|
Nafs
|
Emosional
|
Sebenarnya, Danah Zohar bukannya tidak mengenal
adanya tingkat-tingkat yang lebih tinggi dari Diri luhur yang menurut Jung
merupakan pusat kesadaran pribadi. Dari siklus evolusi kosmologisnya, puncak
evolusi itu bukanlah kecerdasan spiritual manusia, akan tetapi adalah ruh
universal yang diidentifikasinya dengan vakum kuantum dan diinterpretasikannya
sebagai sunyata sesuai dengan tradisi agama Budha yang dianutnya. Dengan
demikian Zohar meletakkan dirinya sebagai seorang reformis zaman baru yang
mensintesakan spiritualitas dan sains.
Dikembalikan ke tataran peradaban Islam, maka
ruh universal versi Zohar itu harus digantikan dengan konsep ‘aql al-‘awal
dalam filsafat tradisional Islam, atau Haqiqat al-Muhammadiyah
dalam tradisi tashawuf. Dalam terminologi masa kini kita dapat mengidentifikasi
‘aql al-awal itu sebagai kesadaran kosmik, di mana pada fase
milenium ini kesadaran kosmik itu masih terlalu jauh dari jangkauan. Akan
tetapi tahap pertama menuju hal itu secara kolektif telah di depan mata kita.
Pada tahap pertama ini spiritualitas individu cukup ditingkatkan menjadi
spiritualitas kolektif dalam lingkup planeter.
Kesadaran planeter yang mungkin bisa disebut
kesadaran Gaia ini sebenarnya dapat diidentifikasikan dengan aql fa’al
yang menurut tradisi filsafat Islam merupakan limpahan terakhir aql
al-’awal yang diyakini oleh ahli hikmat Islam di masa lalu sebagai
kecerdasan pengatur alam bawah bulan alias bumi kita ini. Dengan demikian ini
berarti bahwa thariqah yang biasanya diidentifikasi sebagai proses pensucian
diri atau tazkiyah al-nafsi harus diperluas menjadi tazkiyah
al-madaniyati atau islamisasi peradaban.
Tampaknya, misi Danah Zohar untuk melakukan
spiritualisasi peradaban, jika diletakkan dalam konteks Islam, tidak lain dari
pada parsialisasi tazkiyah al-madaniyati yang merupakan misi
Rasulullah Muhammad SAW yang membawa Din al-Islam sebagai rahmatan
li al-‘alamin. Dengan demikian, penyakit krisis makna hidup yang di
alami peradaban Barat dewasa ini dan menyebar dengan semakin gencarnya
globalisasi di segala bidang, insya Allah, dapat ditangkal oleh dunia Islam
apabila kita dapat memaknai dan menghayati Din al-Islam secara kaafah
dan hakiki.
Kesimpulan
- Danah Zohar dan Ian Marshall adalah tokoh-tokoh zaman baru yang menyadari krisis spiritual peradabannya yaitu peradaban Barat modern yang sekuler yang paradigmanya berdasarkan paradigma Newtonian yang atomisitik.
- Kedua pemikir zaman baru itu berusaha memperbaiki peradabannya secara mendasar dengan menggantikan paradigma atomistik Newtonian dengan paradigma holistik relasional kuantum.
- Dengan reformasi paradigmatik ini keduanya mengharapkan terjadi transformasi personal melalui pemahaman diri, penyelenggaraan masyarakat dan penataan peradaban secara kuantum
- Untuk melakukan penataan kembali peradaban Barat, diperlukan transformasi personal para pembangun peradaban dengan mengembangkan kecerdasan spiritual yang mengatasi dan mengendalikan kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual yang lebih rendah.
- Gagasan kecerdasan spiritual Danah Zohar dan suaminya itu ternyata masih menggunakan psikologi analitis Jungian yang dikombinasikan dengan psikologi humanistik yang digabungkan dengan mitologi dan mistisisme tradisional yang berasal dari Barat maupun dari Timur.
- Gagasan kecerdasan spiritual ini diintegrasikan dengan wawasan holisme kuantum yang menganggap evolusi jagatraya sebagai pengembangan fluktuasi kuantum vakum yang diidentifikasi dengan sunyata dalam agama Budha
- Dengan melakukan dekonstruksi dan rekonstruksi integralis disimpulkan bahwa Din Islam yang dipahami secara integral merupakan alternatif Islami bagi solusi terhadap krisis multidimensional yang bersumber pada krisis spiritualitas seperti yang dipahami Danah Zohar.
SUMBER PUSTAKA
- Ken Wilber The Atman Project, The Theosophical Publishing House, Illinois 1980
- DR.M.Chatib Quzwain, MENGENAL ALLAH, sebuah studi mengenai ajaran tasawuf Syaikh 'Abdus-samad al-Palimbani, Bulan Bintang, Jakarta 1985Gorge Leonard The Silent Pulse, Bantam 1991
- Danah Zohar, Ian Marshal The Quantum Self, Bloomsbury , London 1990
- Danah Zohar, Ian Marshal The Quantum Society, Flamingo, London 1994
- Danah Zohar, Ian Marshal SQ, Spiritual Intelligence, the Ultimate Intelligence, Bloomsbury, London 2000
Seminar sehari: Spiritual Quotient dalam perspektif Tasawuf dan Psikologi
Himpunan Mahasiswa Psikologi IAIN Sunan Gunung Djati
Bandung, 16 Desember 2000