TEKNOLOGI DAN ISLAM
Armahedi Mahzar © 2010
Teknologi dalam perkembangannya yang mutakhir merupakan penerapan sains untuk kepentingan manusia. Pada umumnya penerapan itu adalah untuk menyejahterakan manusia seluruhnya, namun tak dapat dibantah bahwa pengembangan teknologi juga diarahkan pada pembuatan senjata pemusnah masal seperti misalnya senjata nuklir, kimia dan biologis. Di samping tujuan negatif dari pengembangan teknologi, teknologi yang dikembangkan untuk tujuan positif sekali pun bisa mempunyai dampak-dampak negatif pada lingkungan hidup, kehidupan sosial dan perilaku personal.
Bagi banyak kritisi, dampak-dampak negatif ini timbul karena adanya dikhotomi antara sains dan etika dalam paradigma sains modern. Dikhotomi sains etika ini yang banyak dianut di kalangan saintis yang menganggap bahwa penggunaan sains untuk pengembangan senjata pemusnah massal sebagai sesuatu yang berada di luar tanggung jawab sains yang netral secara etis. Begitu juga ketika terjadi dampak-dampak negatif sebagai akibat pengembangan teknologi sebagai sesuatu yang di luar tanggung jawab sains.
Namun belakangan muncullah kesadaran bahwa baik sains dan teknologi tak bisa dipisahkan satu sama lain karena keduanya adalah bagian yang tak terpisahkan dari peradaban manusia yang juga mencakup cabang-cabang lain seperti misalnya budaya, ekonomi dan politik Itulah sebabnya teknologi harus dikembangkan di atas sebuah landasan filosofis atau paradigma suatu peradaban dan semua peradaban yang besar berkembang di atas landasan agama. Itulah sebabnya berikut ini akan diajukan sebuah filsafat dasar teknologi yang islami.
Hakekat Teknologi menurut Al-Qur’an
Mengenai hakekat teknologi dapat dibaca pada anak kalimat pertama ayat di atas di mana disebutkan bahwa
أَلَمْ تَرَوْا أَنَّ اللَّهَ سَخَّرَ لَكُمْ
مَا فِي السَّمَاوَاتِ وَمَا فِي الأرْضِ
وَأَسْبَغَ عَلَيْكُمْ نِعَمَهُ ظَاهِرَةً وَبَاطِنَةً
....
Tiadakah kamu perhatikan, bahwa Allah menundukkan untukmu
apa-apa yang di langit dan apa-apa yang di bumi
dan menyempurnakan untukmu nikmat-nikmat-Nya yang dzahir dan yang batin
.....
(QS
Jadi sakh-khara pada kalimat ini menunjukan bahwa alam ditundukkan Allah pada manusia, bukan manusia yang menundukkannya melalui teknologi seperti dalam kepercayaan Barat sekuler mengenai teknologi. Teknologi, pada hakekatnya, adalah bagian dari peyempurnaan nikmat-nikmat Allah pada manusia baik yaitu yang eksternal. Sedangkan nikmat yang internal berupa kepuasan batiniah karena manusia telah menyempurnakan tugasnya sebagai khalifah yang memakmurkan bumi dan beribadah kepada Allah sebagai abdiNya.. ’Abid dan khalif adalah dua peran mendasar manusia sebagai makhluk pilihanNya.
Tujuan Teknologi dalam Al-Qur’an
Dalam pandangan Islam, ilmu yang diterapkan atau teknologi adalah untuk mensyukuri nikmatNya yang berupa ilmu yang diajarkan pada orang yang mau membaca tanda-tandaNya. Tasykir adalah konsekuensi dari ta’lim. Sedangkan tujuan akhir dari tasykir, yang juga merupakan fondasi dari ta’lim itu, adalah tawhid atau mengesakan Allah.
Teknologi adalah bagian dari amal manusia. Secara ringkas hal ini dapat dilukiskan sebagai berikut Hal ini sesuai dengan konsep amal sebagai syukur akan nikmat ilmu seperti yang difirmankanNya sebagai berikut :
وَإِذْ تَأَذَّنَ رَبُّكُمْ
لَئِنْ شَكَرْتُمْ لأزِيدَنَّكُمْ
وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ
إِنَّ عَذَابِي لَشَدِيدٌ
Dan ingatkah juga tatkala Tuhanmu memaklumkan :
“ Sesungguhnya jika kamu bersyukur, pasti Kami akan menambah nikmat kepadamu,
dan jika kamu mengingkari nikmatku ,
maka sesungguhnya azabku sangat pedih “ .
(QS, Surat Ibrahim,14: 7)
Ketika ta’lim dikaitkan dengan tawhid. maka hal ini tak lain dari manifestasi manusia sebagai abdi Allah subhana wata’ala seperti yang ditegaskanNya dalam firmanNya
وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَالإنْسَ إِلا لِيَعْبُدُونِ
Tidaklah kujadikan jin dan manusia kecuali mengabdi Aku
(QS,
Sedangkan kaitan ta’lim dan tasykir merupakan konsekuensi posisi manusia sebagai khalifatullah fil ‘ardh seperti Firman Allah subhana wa ta’ala
وَهُوَ الَّذِي جَعَلَكُمْ خَلائِفَ الأرْضِ
وَرَفَعَ بَعْضَكُمْ فَوْقَ بَعْضٍ دَرَجَاتٍ لِيَبْلُوَكُمْ
فِي مَا آتَاكُمْ
إِنَّ رَبَّكَ سَرِيعُ الْعِقَابِ
وَإِنَّهُ لَغَفُورٌ رَحِيمٌ
Dan Dia yang membuatmu menjadi khalifah di muka bumi
dan telah mengangkat sebagian dari kamu di atas yang lain dengan mengujimu dengan sesuatu yang telah diberikan kepadamu sekalian.
Sesungguhnya Tuhanmu apat cepat siksaanNya
dan sesungguhnya Dia Maha Maha Pengampun dan Maha Penyayang
(QS, Surat al-An’am 6:165)
Kekhalifahan manusia di muka bumi itu adalah konsekuensi eksistensi ruh yang ditiupkan Allah subhana wa ta’ala sebagai bagian dari kesempurnaannya sesuai dengan firman Allah
ثُمَّ سَوَّاهُ وَنَفَخَ فِيهِ مِنْ رُوحِهِ
وَجَعَلَ لَكُمُ السَّمْعَ وَالأبْصَارَ وَالأفْئِدَةَ
قَلِيلا مَا تَشْكُرُونَ
Kemudian Dia sempurnakan dan Dia tiupkan ruh ke dalamnya,
dan Dia adakan untukmu pendengaran, penglihatan dan hati
dan hanya sedikit orang yang bersyukur.
(QS
sebagai kelanjutan penciptaannya dari tanah dan air yang mengindikasikan sifatnya sebagai ’abid Allah dalam ayat-ayat sebelumnya yaitu ayat
الَّذِي أَحْسَنَ كُلَّ شَيْءٍ خَلَقَهُ
وَبَدَأَ خَلْقَ الإنْسَانِ مِنْ طِينٍ
Yang membuat segala sesuatu yang Dia ciptakan sebaik-baiknya
dan Yang memulai penciptaan manusia dari tanah.
(QS Surat al-Sajdah, 32:7)
dan ayat berikutnya
ثُمَّ جَعَلَ نَسْلَهُ مِنْ سُلالَةٍ مِنْ مَاءٍ مَهِينٍ
Kemudian Dia menjadikan keturunannya dari saripati air yang hina.
(QS Surat al-Sajdah, 32:8)
Konteks Teknologi menurut Al-Qur’an
Oleh sebab itu, teknologi harus dijalankan sesuai dengn etika atau petunjuk Allah yang belandaskan pada kitabNya seperti yang dapat kita pahami dari potongan ayat berikut ini
......
وَمِنَ النَّاسِ مَنْ يُجَادِلُ فِي اللَّهِ
بِغَيْرِ عِلْمٍ وَلا هُدًى وَلا كِتَابٍ مُنِيرٍ
.........
Di antara manusia ada yang membantah tentang Allah
tanpa ilmu, tanpa petunjuk dan tanpa kitab yang terang
(Quran Suci, Surat Luqman, 31:20)
Urutan penyebutan al-’Ilm, al-Huda dan al-Kitab menyarankan adanya hirarki ilmu - etika - religi. Dalam konteks ini ilmu yang dimaksudkan adalah teknologi, sehingga pada hakekatnya terdapat perjenjangan teknologi – etika – agama.
Etika teknologi dalam Al-Qur’an
Teknologi memang sarana manusia untuk menyampaikan rasa syukurnya pada Sang Pencipta. Dasar terdasar dari wawasan Islam tentang teknologi adalah pengakuan bahwa semua makhluk diciptakan Ilahi untuk mengagungkannya seperti Firman Ilahi
أَلَمْ تَرَ أَنَّ اللَّهَ يُسَبِّحُ لَهُ
مَنْ فِي السَّمَاوَاتِ وَالأرْضِ
وَالطَّيْرُ صَافَّاتٍ
كُلٌّ قَدْ عَلِمَ صَلاتَهُ وَتَسْبِيحَهُ
وَاللَّهُ عَلِيمٌ بِمَا يَفْعَلُونَ
Tidaklah kamu tahu bahwasanya Allah: kepada-Nya bertasbih
apa yang di langit dan di bumi
dan (juga) burung dengan mengembangkan sayapnya.
Masing-masing telah mengetahui sembahyang dan tasbihnya
dan Allah Maha Mengetahui apa yang mereka kerjakan.
(QS Surat An-Nur, 24:41)
Di atas dasar terdasa ini, etika teknologi dalam Islam bukanlah etika humanistik yang menganggap manusia sebagai penakluk alam, tetapi sebagai imam dari salat dan tasbih semesta dari semua ciptaanNya yang menurut Sang Maha Pencipta telah diberi hak
َمَا خَلَقْنَا السَّمَاوَاتِ وَالأرْضَ
وَمَا بَيْنَهُمَا
إِلا بِالْحَقِّ
.......
Dan tidaklah Kami ciptakan langit dan bumi
dan apa yang ada di antara keduanya,
melainkan dengan Haqq
........
(QS Surat Al-Hijr, 15:85) .
Jadi di dalam Islam bukan hanya manusia yang memiliki hak di antara makhluk Allah, tetapi semua isi semesta termasuk lingkungan hidupnya.
Disamping itu teknologi dalam pandangan Islam bukanlah merupakan sarana penakluk alam, akan tetapi merupakan sarana untuk menjaga keseimbangan. Prinsip keseimbangan yang disimbolkan melalui mizan atau neraca ini adalah juga merupakan prinsip dasar etika dan hukum Islam, seperti yang difirmankanNya
(7) وَالسَّمَاءَ رَفَعَهَا وَوَضَعَ الْمِيزَانَ
(8) أَلا تَطْغَوْا فِي الْمِيزَانِ
(9) وَأَقِيمُوا الْوَزْنَ بِالْقِسْطِ وَلا تُخْسِرُوا الْمِيزَانَ