Syaikh Yasin bin Isa Al-Faddani, Ulama Besar Makkah, Keturunan dari Sultan Minangkabau bin Sunan Giri
Syaikh Yasin Al-Faddani
Oleh:
Asy-Syaikh As-Sayyid Shohibul Faroji Azmatkhan Al-Hafizh
(Syekh Mufti Kesultanan Palembang Darussalam)
Di
antara ulama Nusantara yang kehebatannya diakui secara luas di dunia
Islam ialah Syaikh Yasin al-Faddani. Beliau merupakan tokoh Minang yang
terkemuka di Tanah Suci setelah Syaikh Ahmad Khatib Minangkabau. Namanya
terukir indah dalam buku-buku biografi ulama modern. Beliau digelari
sebagai muhaddits dan ahli fiqh abad ini. Selain menulis, beliau juga
mengajar dan mentadbir beberapa sekolah di Makkah.
Daftar Isi:
- Kelahiran Syaikh Yasin Al-Faddani
- Nasab Syaikh Yasin Al-Faddani
- Pendidikan Syaikh Yasin Al-Faddani
- Guru-guru Syaikh Yasin Al-Faddani
- Pengabdian Syaikh Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
- Karya-karya Syaikh Yasin Al-Faddani
- Pujian Para Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
- Memperkenalkan Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
- Murid-murid Syaikh Yasin Al-Faddani
- Syaikh Yasin Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
- Kesederhanaan Syaikh Yasin Al-Faddani
- Seorang Alim yang Menghargai Para Ahli Ilmu
- Tukang Sapu Makam Nabi Saw.
- Karamah Syaikh Yasin Al-Faddani
- Kewafatan Syaikh Yasin Al-Fadani
- Haul Syaikh Yasin Al-Faddani
1. Kelahiran Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh
Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah keluarga ulama yang taat
di Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban 1335H/17 Juni 1917M.
Beliau adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin Udiq
al-Faddani dan Maimunah binti Abdullah al-Faddani.
Sejak
kecil Syaikh Yasin sudah menunjukkan kecerdasan yang luar biasa. Bahkan
menginjak usia remaja Syaikh Yasin mampu mengungguli rekan-rekannya
dalam hal penguasaan ilmu hadits, fiqih, bahkan para gurunya pun sangat
mengaguminya.
2. Nasab Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh
Muhammad Yasin al-Faddani dilahirkan di tengah keluarga ulama yang taat
di Misfalah Makkah pada hari Selasa, 27 Sya’ban 1335H/17 Juni 1917M.
Beliau adalah putra dari pasangan Syaikh Muhammad Isa bin Udiq
al-Faddani dan Maimunah binti Abdullah al-Faddani. Beliau adalah
Generasi ke 36 dari Rasulullah melalui jalur keturunan dari Sultan
Minangkabau bin Sunan Giri Azmatkhan Al-Husaini.
Catatan
Nasab ini berdasarkan Catatan KH. Ali Maksum bin KH. Maksum Azmatkhan
(Pesantren Al-Munawwir Krapyak Yogyakarta), yang diserahkan kepada
As-Syaikh Sayyid Bahruddin Azmatkhan, pada tahun 1980.
- Muhammad Rasulullah SAW
- Sayyidah Fatimah Azzahra/Fatimah Al Batul
- Sayyidina Imam Husain Asshibti/Abu Syuhada
- As-Sayyid Imam Ali Zaenal Abidin/Ali Al Ausath/Ali Assajad
- As-Sayyid Imam Muhammad Al Baqir
- As-Sayyid Imam Ja'far Asshodiq
- As-Sayyid Imam Ali Al Uraidhi
- As-Sayyid Imam Muhammad An-Naqib
- As-Sayyid Imam Isa Arrumi
- As-Sayyid As-Sayyid Imam Ahmad Al Muhajir
- As-Sayyid As-Sayyid Imam Ubaidhillah/Abdullah
- As-Sayyid Imam Alwi Al Mubtakir/Alwi Al Awwal (Cikal Bakal lahirnya keluarga Alawiyyin)
- As-Sayyid Imam Muhammad Shohibus Souma'ah
- As-Sayyid Imam Alwi Shohib Baitu Jubair (Alwi Atsani)
- As-Sayyid Imam Ali Kholi 'Qosam
- As-Sayyid Imam Muhammad Shohib Mirbath
- As-Sayyid Imam Alwi Ammil Faqih
- As-Sayyid Imam Abdul Malik Azmatkhan
- As-Sayyid Imam Abdullah Amirkhan
- As-Sayyid Imam Ahmad Syah Jalaluddin
- As-Sayyid Imam Husein Jamaluddin Jumadhil Kubro
- As-Sayyid Ibrahim Zainuddin Akbar As-Samarqandi
- As-Sayyid Maulana Ishaq
- Sunan Giri bin Maulana Ishaq
- Abdurrahman/ Muhammad Syahabuddin I (Sultan Minangkabau) bin Sunan Giri
- Sultan Nuruddin/ Muhammad Syahabuddin II (L.1520 M) bin Abdurrahman/ Muhammad Syahabuddin I (Sultan Minangkabau)
- Sultan Bakilap Alam Sultan Alif 1 (Raja Bagewang) (L.1540M – W. 1580) bin Muhammad Syahabuddin II
- Sultan Khalifatullah Indermasyah bin Bakilap Alam Sultan Alif 1 (Raja Bagewang)
- Sultan Ahmadsyah bin Sultan Khalifatullah Indermasyah
- YDP Pagaruyung Raja Alam Indermasyah bin Sultan Ahmadsyah
- Sultan Khalifatullah bin YDP Pagaruyung Raja Alam Indermasyah
- Sultan Tunggal Alam Bagagar / Tangkal Alam Bagagarsyah bin Sultan Khalifatullah
- Malenggang Alam (Rajo Naro) bin Sultan Tunggal Alam Bagagar / Tangkal Alam Bagagarsyah
- Syaikh Udiq al-Faddani bin Malenggang Alam (Rajo Naro)
- Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani
- Syaikh Yasin Al-Faddani bin Syaikh Muhammad Isa bin Udiq al-Faddani
3. Pendidikan Syaikh Yasin Al-Faddani
Sejak
kecil beliau belajar kepada ayah beliau, Syaikh Muhammad Isa dan
dilanjutkan kepada paman beliau, Syaikh Mahmud. Kepada keduanya, beliau
belajar dan menghafal beberapa matan kitab dalam bidang ilmu fiqh,
tauhid, faraidh dan musthalah hadits.
Tahun 1346 H/1928 M
beliau melanjutkan pendidikan ke Madrasah ash-Shaulatiyah al-Hindiyah.
Beliau menimba ilmu di sani selama kurang lebih 7 tahun. Guru-guru
beliau selama di Madrasah ash-Shaulatiyah adalah Syaikh Muhktar Utsman
Makhdum, Syaikh Hasan al-Masysyath dan al-Habib Muhsin bin Ali
al-Musawa (seorang ulama Makkah yang lahir di Palembang tahun 1323
H/1905 M).
Pada tahun 1353 H/1935, beliau pindah ke
Madrasah Darul Ulum ad-Diniyah yang didirikan oleh al-Habib Muhsin bin
Ali al-Musawa bersama beberapa pemuka masyarakat Nusantara yang berada
di Makkah kala itu. Beliau adalah angkatan pertama Darul Ulum yang
kemudian menjadi pengurus Darul Ulum.
Kepindahan beliau ke
Darul Ulum tidak lepas dari sebuah peristiwa menarik yaitu ketika salah
seorang guru (direktur) di Madrasah ash-Shaulatiyah telah melakukan
tindakan yang sangat menyinggung pelajar yang kebanyakan dari Asia
Tenggara terutama dari Indonesia. Guru itu merobek surat kabar Melayu
yang dianggap melecehkan martabat Melayu, sehingga memacu semangat
beliau dan beberapa anak-anak Jawiy (sebutan untuk pelajar Nusantara)
untuk bangkit memberikan perlawanan dengan cara pindah dan memajukan
Madrasah Darul Ulum. Syaikh Yasin lah diantara yang mengemukakan ide
untuk mendirikan Madrasah Darul Ulum di Mekkah.
Hal ini
terbukti dengan berpindahnya 120 orang pelajar dari ash-Shaulatiyah ke
Madrasah Darul Ulum yang baru didirikan. Ini hampir tidak pernah dialami
oleh madrasah-madrasah yang baru dibuka mendapat murid yang begitu
banyak sebagaimana Darul Ulum. Akhirnya gelombang siswa yang masuk ke
Darul Ulum meningkat pada tahun berikutnya.
Syaikh Yasin
menjabat sebagai wakil direktur Madrasah Darul Ulum Mekkah. Disamping
itu Syaikh Yasin juga mengajar di berbagai tempat terutama di Masjidil
Haram. Materi-materi yang disampaikan oleh Syaikh Yasin mendapat
sambutan yang luar biasa terutama dari para pelajar asal Asia Tenggara.
Syaikh Yasin juga dikenal sebagai sosok ulama yang sering meminta ijazah
dari para ulama terkemuka sehingga beliau memiliki sanad yang luar
biasa banyaknya.
Selain belajar di Darul Ulum, beliau juga
aktif mengikuti pengajian-pengajian di Masjidil Haram. Rasa haus beliau
akan ilmu membuat beliau mendatangi kediaman para syaikh terkemuka
untuk belajar di tempat-tempat mereka seperti di Thaif, Makkah, Madinah,
Riyadh, maupun kota-kota lainnya. Bahkan beliau sempat ke luar Arab
Saudi seperti Yaman, Mesir, Syiria, Kuwait dan negeri-negeri lainnya.
Sejak
awal masa belajarnya, beliau telah dikenal sebagai seorang pelajar yang
memiliki kecerdasan yang luar biasa, sehingga mampu mengungguli
teman-temannya. Tidak mengherankan kemudian banyak teman-teman beliau
yang akhirnya malah belajar kepada beliau. Kecerdasan dan juga akhlak
beliau yang luhur yang membuat gurunya kagum terhadap beliau.
4. Guru-guru Syaikh Yasin Al-Faddani
Ketekunan
dan kesungguhannya dalam belajar membuat beliau semakin bersinar dengan
berbagai ilmu yang telah dikuasainya. Sejak muda beliau sangat gemar
kepada ilmu hadits. Hal ini menjadikan para gurunya amat sayang dan
simpati kepada Syaikh Yasin. Dintara guru beliau selama di Makkah
adalah:
- Asy-Syaikh Umar bin Hamdan bin Umar bin Hamdan
al-Mahrisi at-Tunisi al-Madani al-Mahrasi (beliau selalu mengikuti dan
membaca kitab kepadanya)
- Al-Habib Ali bin Muhammad bin Husein al-Habsyi al-Makki
- Al-Habib Abu Bakar bin Ahmad bin Husein bin Muhammad al-Habsyi al-Makki
- Asy-Syaikh Muhammad bin Ali bin Husain al-Maliki
- Asy-Syaikh Umar Bajunaid mufti Madzhab Syafi’i ketika itu (kepadanya beliau mempelajari fiqh Syafi’i)
- Asy-Syaikh Said bin Muhammad al-Yamani
- Syaikh Hasan al-Yamani
- As-Sayyid Muhsin bin Ali al-Musawa bin Abdurrahman (kepadanya ia belajar ilmu ushul)
- Asy-Syaikh Abdullah Muhammad Ghazi al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu sejarah)
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Daud bin Abdul Qadir al-Fathany al-Makki (kepadanya ia belajar ilmu bahasa)
- Al-Muhaddits as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki (untuk ilmu-ilmu lainnya)
- As-Sayyid Muhammad Amin al-Kutbi al-Hasani
- Al-‘Allamah Khalifah bin Hamd an-Nabhani al-Makki
- Asy-Syaikh Hasan bin Muhammad bin Abbas bin Ali al-Masysyath al-Maliki
- Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Muhammad al-Makhallalati
- Asy-Syaikh Muhammad al-‘Arabi at-Tabbani
- Asy-Syaikh Muhammad Nur Saif Hilal al-Makki
- Al-Habib Hasan bin Ahmad Assegaf
- Al-Habib Hasan bin Muhammad bin Abdullah Fad’aq al-‘Alawi al-Huseini
- Asy-Syaikh Hibatullah bin Syarafuddin bin Muhammad bin Ibrahim al-Alawi al-Makki
- Asy-Syaikh Umar bin Husein ad-Daghistani al-Makki.
Beliau juga berguru kepada para ulama besar di luar Makkah. Diantara guru-guru beliau dari luar Makkah adalah:
- Asy-Syaikh Ahmad bin bin Muhammad bin Abdul Aziz Rafi’ at-Tahthawi al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Ibrahim as-Samaluti
- Asy-Syaikh Muhammad Bakhit al-Muti’i
- Asy-Syaikh Muhammad Hasanain Makhluf
- Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz at-Tijani
- Asy-Syaikh Muhammad al-Khidhr Husain
- Asy-Syaikh Mahmud bin Muhammad ad-Dumi
- Asy-Syaikh Muhammad Anwar Shah al-Kasymiri
- Asy-Syaikh Asyraf Ali at-Tahanawi
- Asy-Syaikh Mufti Syafi’ ad-Dibandi
- Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
- Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Shiddiq al-Ghumari
- Asy-Syaikh Abdul Hayy al-Kattani
- Asy-Syaikh Ibrahim Afandi al-Jabali al-Azhari
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Hamud bin Ibrahim asy-Syafi’i az-Zabidi
- Asy-Syaikh Ibrahim bin Abdullah Yar Syah Muhammad bin Fadhlullah ad-Dihlawi
- Asy-Syaikh Ahmad bin Abdullah bin Shadaqah Dahlan
- Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad al-Ahmadi az-Zawahiri
- Asy-Syaikh Syarif bin Muhammad Syarif bin Muhammad bin Ali as-Sanusi
- Asy-Syaikh Ahmad bin Muhammad Mansur al-Fulfulani al-Malizi
- Asy-Syaikh Ahmad al-Marzuqi bin Ahmad al-Mirshad al-Jawi
- Asy-Syaikh Arsyad bin As’ad al-Banteni al-Indonesi
- Asy-Syaikh Amatallah binti Abdul Ghani ad-Dihlawi
- Asy-Syaikh Baqir bin Muhammad Nur bin Fadhil al-Jogjawi
- Asy-Syaikh Jam’an bin Ma’mun at-Tangerangi
- Asy-Syaikh Hamid bin Adin bin Ruslan ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Hamid bin Hasan bin Abdul Ma’bud al-Haifawi ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Hamid bin Syakir al-Halabi
- Asy-Syaikh Habiburrahman al-A’dzami al-Hindi
- Asy-Syaikh Hasan bin Muhammad Marzuq Habannakah al-Maidani ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Zakaria bin Abdullah bin Hasan bin Zainal Bilah
- Asy-Syaikh Zaki bin Ahmad bin Ismail al-Barzanji
- Asy-Syaikh Zamzam bin Muhammad Amin al-Himshi
- Asy-Syaikh Shabir bin Musa al-Jawi
- Asy-Syaikh Shaleh bin Ahmad bin Abdullah al-Madani al-Maliki
- Asy-Syaikh Shaleh bin Alawi bin Aqil
- Asy-Syaikh Thohir bin ‘Asyur at-Tunisi
- Asy-Syaikh Thanthawi bin Jauhari bin al-Mishri
- Al-Habib Thaha bin Ali bin Abdullah al-Haddad
- Asy-Syaikh Dzafar Ahmad bin Lathif Ahmad al-Hindi al-Utsmani at-Tahanawi ad-Diyubandi
- Asy-Syaikh Abbas bin Muhammad Amin bin Ahmad Ridhwan al-Madani
- Al-Habib Abdullah bin Umar bin Ahmad bin Umar asy-Syathiri
- Asy-Syaikh Abdullah bin Falih bin Muhammad bin Falih adz-Dzahiri
- Al-Habib Abdullah bin Muhammad bin Hamid Assegaf
- Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Ghazi al-Hindi al-Makki
- Asy-Syaikh Abdullah bin Muhammad Niyazi al-Bukhari
- Asy-Syaikh Abdul Hafidz bin Muhammad ath-Thohir al-Fahri al-Fasi
- Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad Salim al-Bisyri al-Mishri
- Asy-Syaikh Abdul Aziz bin Muhammad bin Ali bin Abdul Ghani Uyun as-Sud al-Himshi
- Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Taufiq asy-Syalabi
- Asy-Syaikh Abdul Qadir bin Shabir al-Mandaili al-Indonesi
- Asy-Syaikh Abdul Karim bin Ahmad bin Abdul Lathif bin Ali al-Khathib al-Faddani
- Asy-Syaikh Abdul Wasi’ bin Yahya bin Abdul Wasi’ ash-Shan’ani
- Asy-Syaikh KH. Abdul Wahab bin Hasbullah as-Surbawi
- Al-Habib Alawi bin Abdullah bin Ali Syihabuddin at-Tarimi
- Al-Habib Alawi bin Abdullah bin Idrus bin Syihab at-Tarimi
- Asy-Syaikh Ali bin Abdullah bin Mahmud bin Muhammad Arsyad al-Banjari
- Asy-Syaikh Ali bin Abdul Hamid bin Muhammad Ali Qudus as-Samarani
- Al-Habib Ali bin Abdurrahman bin Ismail bin Abi Bakar al-Ahdal
- Asy-Syaikh Ali bin Falih bin Muhammad bin Falih bin Muhammad adz-Dzahiri al-Mihnawi al-Madani
- Asy-Syaikh Muhammad bin Ahyad bin Muhammad Idris al-Bogori
- Asy-Syaikh Muhammad Imam bin Ibrahim as-Saqa al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Anwar Syah al-Kasymiri
- Asy-Syaikh Muhammad al-Baqir bin Muhammad Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
- Asy-Syaikh Muhammad Bakhit bin Husein al-Muthi’i al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad al-Hafidz bin Abdul Lathif bin Salim at-Tijani al-Mihsri
- Asy-Syaikh Muhammad Habibullah bin Abdullah asy-Syinqithi
- Asy-Syaikh Muhammad bin Hasanain bin Muhammad Makhluf al-Adawi al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Zahid al-Kautsari
- Asy-Syaikh Muhammad Salim bin Muhammad Sa’id bin Muhammad Rahmatullah al-Hindi
- Asy-Syaikh Muhammad Syafi’ ad-Diyubandi al-Hindi
- Asy-Syaikh Muhammad Shaleh bin Abdullah Farfur ad-Damsyiqi
- Asy-Syaikh Muhammad bin Abdullah bin Ibrahim al-‘Aquri al-Mishri
- Asy-Syaikh Muhammad Abdul Hayy bin Abdul Kabir bin Muhammad al-Kattani
- Asy-Syaikh Muhammad Isa bin Udeq al-Faddani
- Asy-Syaikh Muhammad bin Muhammad Makhluf at-Tunisi
- Asy-Syaikh Muhammad Mukhtar bin ‘Atharid al-Bogori
- Asy-Syaikh Muhammad Makki bin Muhammad Ja’far bin Idris al-Kattani
- Al-Habib Muhammad bin Abdul Hadi bin Hasan Assegaf
- Hadhratus Syaikh KH. M. Hasyim Asy`ari al-Jumbani
- Asy-Syaikh Muhammad al-Hasyimi bin Abdurrahman at-Tilmisani
- Al-Habib Muhammad bin Yahya Dum al-Ahdal al-Yamani
- Asy-Syaikh Najib bin Muhammad bin Yusuf Sirajuddin al-Halabi
- Asy-Syaikh Nasrullah bin Ahmad Afandi asy-Syathi asy-Syami
- Asy-Syaikh Hadi bin Ahmad al-Aiba’ al-Yamani
- Asy-Syaikh Washil bin Atha’illah bin Sa’dullah al-Kasymiri
- Asy-Syaikh Yusuf bin Ahmad bin Nashr bin Suwailam ad-Dijwi
- Asy-Syaikh Yusuf bin Ismail bin Yusuf bin Hasan an-Nabhani
- Dan lain-lain.
5. Pengabdian Syaikh Yasin Al-Faddani dan Gelar Al-Musnid Ad-Dunya
Tinggalnya
beliau di Tanah Suci Makkah memudahkan beliau bertemu dengan banyak
ulama Islam, baik dari Tanah Suci sendiri maupun dari berbagai pelosok
dunia yang datang ke Tanah Suci, seperti Syria, Libanon, Palestina,
Yaman, Mesir, Maghribi, Iraq, Pakistan, Rusia, India, Indonesia dan
Malaysia, sehingga terkumpullah di sisi beliau berbagai macam sanad
periwayatan ilmu dan hadits. Sehingga sepanjang perlajanan studinya,
beliau berguru lebih dari 700 orang guru yang beliau catat dalam
berbagai karya literaturnya yang berkaitan dengan ilmu sanad. Ini
merupakan satu jumlah yang memang sukar ditandingi apalagi untuk zaman
ini.
Setelah tiga tahun belajar di Darul Ulum, pada
permulaan tahun 1356 H/1938 M beliau mulai mengajar di almamaternya itu.
Pertengahan tahun 1359 H/1941 M karir beliau menanjak sebagai direktur
madarasah tersebut. Selain di Madrasah Darul Ulum, beliau juga mengajar
di Masjidil haram tepatnya di antara Bab Ibrahim dan Bab al-Wada’,
begitu pula di rumahnya dan di kantor sekolahnya.
Rekomendasi
untuk mengajar di Masjidil Haram beliau peroleh secara resmi tanggal 10
Jumadil Akhir 1369 H/29 Maret 1950 M dari Dewan Ulama Masjidil Haram.
Halaqah beliau mendapat sambuan hangat terutama dari kalangan masyarakat
Asia Tenggara dan Indonesia. Disamping itu setiap bulan Ramadhan beliau
mengkhatamkan dan mengijazahakan salah satu kitab dari Kutub as-Sittah.
Hal ini berlangsung selama 15 tahun.
Setiap ada
kesempatan beliau juga mengadakan perjalanan ilmiyah bersama para santri
dan ulama untuk mempraktekkan ilmu yang telah beliau ajarkan anatara
lain ilmu falak. Perjalanan beliau juga dipergunakan untuk memburu
sanad, silsilah periwayatan hadits dan ijazah ilmu atau kitab. Sehingga
beliau digelari al-Musnid ad-Dunya (pemilik sanad terbanyak di dunia).
Gelar itu diberikan kepada beliau karena beliau dipandang sebagai orang
yang paling banyak memiliki sanad bukan hanya di Makkah dan Timur Tengah
tapi juga di dunia.
Gelar al-Musnid ad-Dunya didapat
Syaikh Yasin lantaran bukan hanya karena banyaknya guru yang mencapai
700 orang, tetapi lebih dilihat pada kepakaran beliau dalam bidang yang
beliau geluti.
Merujuk pada Syaikh Mahmud Sa’id Mamduh,
salah seorang murid beliau, Syaikh Yasin kerap kali menerima permintaan
fatwa. Artinya beliau bukan hanya pakar dalam ilmu sanad tapi juga ahli
ilmu syariat lainnya. Bahkan permintaan fatwa bukan hanya datang dari
sekitar Makkah, tetapi juga dari luar Arab seperti Indonesia.
Menurut
kisah yang diceritakan oleh Abu Mudi Syaikh Hasanul Bashri HG, seorang
ulama Aceh, pimpinan LPI Ma’had al-‘Ulum ad-Diniyah al-Islamiyah Masjid
Raya, Samalanga, Aceh yang lebih dikenal dengan nama MUDI Mesra, pada
saat terjadi perdebatan antara Syaikh Abdul Aziz Samalanga dengan Syaikh
Jalal bin Syaikh Hanafiah, Abu Mudi kecil pada waktu itu sering kali
diminta oleh Syaikh Jalal bin Hanafiah untuk membawa surat beliau kepada
Syaikh Yasin ke kantor pos.
Hampir seluruh waktunya
beliau pergunakan untuk mengejar ilmu dan mengajarkan ilmu. Dalam musim
haji maupun di luar musim haji rumah beliau senantiasa ramai dikunjungi
para ulama dan pelajar baik dari Makkah maupun dari luar Makkah bahkan
dari luar negeri. Semuanya ingin menimba ilmu dan meminta ijazah hadits
dari beliau. Mereka semua memandang Syaikh Yasin sebagai guru meskipun
hanya mengambil ijazah kepada beliau.
Syaikh Yasin
memiliki perhatian yang sangat besar terhadap ilmu hadits dengan
berbagai cabang dalam ilmu yang sudah terbilang langka saat ini. Dalam
hal sanad, dengan kegigihan beliau mengumpulkan sanad dari ratusan para
ulama sehingga beliau dijuluki sebagai al-Musnid ad-Dunya.
Selain
itu beliau juga mengarang berbagai kitab dalam ilmu sanad. Ada sekitar
70 buah karya dalam berbagai ukuran yang telah disusunnya terkait ilmu
sanad. Karya-karya beliau ini membuktikan kemahiran dan kebijaksanaan
beliau dalam bidang ilmu sanad. Disamping memperlihatkan kekreatifan
beliau dalam sudut berbagai seni sanad.
Selain itu beliau
juga gigih dalam menghimpun sanad para ulama-ulama sebelum beliau. Ini
merupakan lazimnya dalam ilmu sanad, dimana kadang-kadang sanad seorang
ulama dibukukan oleh muridnya atau orang-orang sesudahnya. Inilah
diantara upaya yang dilakukan oleh Syaikh Yasin Al-Fadani terhadap
beberapa tokoh ulama yang memiliki sanad, seperti al-Kuzbari, Ibn Hajar
al-Haitami, Abdul Baqi al-Ba’li, Khalifah an-Nabhan, Sayyid Muhsin
al-Musawi, Muhammad Ali al-Maliki, Umar Hamdan dan Ahmad
al-Mukhallalati.
Dalam hal pengijazahan sanad Syaikh Yasin
memiliki kekreatifan tersendiri, baik ijazah khash, ijazah ‘am dan
ijazah muthlaq. Berkenaan dengan ijazah khash, beliau memberi perhatian
istimewa kepada beberapa tokoh ulama dan orang-orang tertentu yang
dirasakan kewibawaan mereka oleh beliau dengan menyusun kitab-kitab
ijazah sanad yang khusus buat mereka.
Diantara ulama-ulama yang mendapatkan ijazah khash dari Syaikh Yasin ialah:
1.
Prof. Dr. as-Sayyid Muhammad bin Alawi al-Maliki2. Asy-Syaikh
Aiman Suwaid3. Asy-Syaikh Dr. Yahya Ghautsani4. Asy-Syaikh
Abdullah al-Jarafi5. Asy-Syaikh Muhammad Riyadh al-Malih6.
Al-‘Allamah Muhammad Zabarah7. Al-Habib Abubakar Athas
al-Habsyi,8. Asy-Syaikh Ismail Zain al-Yamani9. Al-Qadhi
Muhammad al-‘Umari10. Asy-Syaikh Muhammad Taqiy al-Utsmani11. Al-Mufti
al-Habib Ibrahim bin Aqil bin Yahya12. Asy-Syaikh Dr. Mahmud Sa’id
Mamduh13. Asy-Syaikh Zakaria Bila14. As-Sayyid Muhammad al-Hasyimi15.
Dan lain-lain.
Beliau telah menyusun kitab-kitab ijazah
sanad yang khusus untuk mereka dan setiap satu dengan yang lainnya
memiliki ciri yang tidak ada pada lainnya. Sebagai contoh, ijazah beliau
kepada Syaikh Muhammad Riyadh al-Malih yang berjudul ar-Raudh al-Fa’ih.
Beliau telah menghimpunkan di dalam kitab tersebut secara khusus semua
guru-gurunya yang berasal dari negri Syam (Syiria, Libanon, Palestina
dan Jordan) yang berjumlah hingga 101 orang serta semua sanad-sanad
mereka, tidak termasuk yang lain.
Adapun dengan ijazah
‘am, Syaikh Yasin al-Faddani boleh dikatakan sebagai seorang ahli hadits
yang pemurah. Berulang kali beliau menyebut dalam beberapa kitab
sanadnya pernyataan tentang pengijazahan sanad kepada semua orang yang
hidup di zamannya, dengan objektif untuk memberi manfaat kepada para
penuntut ilmu dan menyebarluaskan sanad-sanad periwayatan. Sebagai
contoh, di akhir kitab Waraqat fi Majmu’at al-Musalsalat wa al-Awa’il wa
al-Asanid al-‘Aliyyah beliau menuliskan:
هذا وقد اجزنا بما فى هذه الورقات كل من اراد رواية ذلك عنا ممن ادرك حياتنا وكذا غيره مما تجوز لنا روايته وتثبت عنا معرفته ودريته
Dan di akhir kitab al-‘Ujalah fi al-Ahadits al-Musalsalah beliau menuliskan:
وقد اجزنا بها جميع اهل عصري ووقتى ممن اراد الرواية عني
Di akhir kitab an-Nafhat al-Miskiyyah fi al-Asanid al-Muttashilah lebih luas lagi beliau menyebutkan dengan ungkapan:
وقد
أجزت بالأوائل السنبلية خاصة، وبهذه النفحة المسكية بأسانيدنا المتصلة
بها، وكذا بجميع مؤلفاتي ومروياتي، كلّ مَن أرادجميع ذلك ممن أدرك حياتي،
أو وُلد في السنين المتممة لعقد وفاتي.اهـ
Walaupun
pengijazahan ‘am seperti ini masih dipersilisihkan di antara ulama,
namun Syaikh Yasin lebih memilih pandangan yang mengharuskannya. Di sisi
lain mayoritas ulama berpendapat bahwa ijazah demikian adalah jenis
ijazah yang paling lemah.
Perhatian Syaikh Yasin terhadap
kitab-kitab yang menghimpunkan sanad-sanad periwayatan seseorang ulama
ahli hadis amat besar. Beliau sering menyebutnya dengan berbagai
istilah, seperti thabat, fahrasah atau fihris, mu’jam, barnamij dan
masyyakhah.
Menurut Syaikh Abdul Hayy bin Abdul Kabir
al-Kattani: “Orang terdahulu memberikan istilah masyyakhah bagi kitab
yang menghimpunkan nama-nama guru dan riwayat-riwayat seseorang ahli
hadits, kemudian mereka menamakannya pula setelah itu sebagai mu’jam
karena nama-nama guru disusun sesuai dengan urutan abjad huruf
hijaiyyah. Penduduk Andalusia juga menggunakan istilah barnamij. Pada
abad-abad belakangan, ahli hadits di daerah Timur hingga sekarang
menyebutnya sebagai thabat, sedangkan ahli hadits di daerah Barat
menyebutnya sebagai fahrasah.”
Syaikh Yasin al-Faddani
mempunyai banyak riwayat bagi kitab-kitab yang berkaitan dengan
kesanadan. Selain itu Syaikh Yasin juga memiliki perhatian besar dalam
cabang ilmu hadits yang lain seperti periwayatan hadits musalsal,
riwayat ‘ali, tash-hih dan tadh’if, ilmu rijal dan ruwah.
6. Karya-karya Syaikh Yasin Al-Faddani
Syaikh
Yasin dikenal sebagai ulama yang produktif dalam menulis, karya beliau
mencapai ratusan, sehingga al-Habib Saqqaf bin Muhammad Assegaf seorang
ulama Hadhramaut memujinya dengan sebutan “Imam Suyuthi pada zamannya”
lantaran karyanya yang demikian banyak.
Ulama kelahiran
abad 20 ini menghasilkan karya-karya yang tak kurang dari 100 judul,
yang semuanya tersebar dan menjadi rujukan lembaga-lembaga Islam, pondok
pesantren, baik itu di Mekkah maupun di Asia Tenggara. Sejumlah murid
dan peneliti kini mulai berusaha menginventasrisir, mengkodifikasi dan
menerbitkan karya-karya tersebut. Kabarnya hingga saat ini baru sebanyak
97 kitab (diantaranya 9 kitab tentang ilmu hadits, 25 kitab tentang
ilmu dan ushul fiqih, 36 kitab tentang ilmu falak, dan sisanya tentang
ilmu-ilmu yang lain).
Bahkan kitab beliau al-Fawaid
al-Janiyyah dijadikan materi silabus mata kuliah ushul fiqh di Fakultas
Syari’ah Universitas al-Azhar Mesir. Sebagaimana diakui oleh kalangan
para ulama yang mengetahui kadar keilmuan beliau, faktor susunan bahasa
yang tinggi dan sistematis serta isinya yang padat menjadikan karya
Syaikh Yasin dijadikan oleh para ulama dan pelajar sebagai rujukan.
Meskipun
Syaikh Yasin al-Faddani mampu bertutur dalam bahasa Melayu, namun
beliau menulis seluruh karyanya dalam bahasa Arab. Karya beliau yang
terdiri dari kitab fiqh, hadits, balaghah, tarikh, falak, sanad serta
dalam cabang ilmu yang lain antara lain:
- Fath al-‘Allam fi Syarh Bulugh al-Maram
- Ad-Durr al-Madhud fi Syarh Sunan Abu Dawud 20 jilid
- Nail al-Ma’mul Hasyiyah ‘ala Ghayat al-Wushul ‘ala Lubb al-Ushul
- Al-Fawaid al-Janiyyah ‘ala Qawa’id al-Fiqhiyyah (terbit tahun 1417 H/1996 M)
- Syarh Jauhar Tsamin fi Arba’in Haditsan min Ahadits Sayyid al-Mursalin li al-‘Ajluni
- Syarh al-Musalsal bi al-‘Itrat ath-Thahirah
- Bulghat al-Musytaq fi ‘Ilm Isytiqaq
- Tashnif as-Sama’ fi Mukhtashar ‘Ilm al-Wadha’
- Hasyiyah ‘ala Risalah Hajar Zadah fi ‘Ilm Wadha’
- Idhah an-Nur al-Lami’ Syarh al-Kaukab as-Sathi’
- Hasyiyah ‘ala al-Asybah wa an-Nadzair fi Furu’ Fiqh asy-Syafi’i li as-Suyuthi
- Bughyat Musytaq Syarh al-Luma’ Abi Ishaq
- Ta’liqat ‘ala Luma’ Abi Ishaq asy-Syirazi fi ‘Ilm Ushul
- Hasyiyah ‘ala at-Talaththuf fi Ushul Fiqh
- Hasyiyah ‘ala al-Qawa’id al-Kubra li al-‘Izz bin Abdissalam
- Tatmim ad-Dukhul Ta’liqat ‘ala Madkhal al-Wushul ila ‘Ilm al-Ushul
- Ta’liqat ‘ala Syarh Mandzumah az-Zamzami fi Ushul at-Tafsir
- Taqrir al-Maslak li Man Arada ‘Ilm Falak
- Al-Khamaliyah Syarh Mutawasith ‘ala Tsamarat al-Wasilah
- Ar-Riyadh Nadzrah Syarh Nadzm al-‘Alaliy al-Muntatsirah fi al-Maqulat al-‘Asyrah
- Syarh ‘ala Risalah al-Adhud fi al-Wadha’
- Tatsnif as-Sami’ Mukhtashar fi ‘Ilm al-Wadh’i
- Syarh ‘ala Mandzumah Zubad li Ibni Ruslan fi al-Fiqh Syafi’i
- Kaukab al-Anwar fi Asma’ an-Nujum as-Samawiyah
- Al-Mukhtashar al-Muhadzdzab fi Istikhraj al-Auqat wa al-Qiblat bi ar-Rubu’ al-Mujayyab
- Manhal al-Ifadah Hawasyi ‘ala Risalah Adab al-Bahts wa al-Munadzarah li Thasy Kubra Zadah
- Ad-Durar an-Nadhid Hasyiyah ‘ala Kitab at-Tamhid li al-Asnawi fi Ushul Fiqh asy-Syafi’i
- Janiyy ats-Tsamar Syarh Mandzumah Manazil Qamar
- Thabaqat asy-Syafi’iyyah al-Kubra
- Thabaqat asy-Syafi’iyyah ash-Shughra
- Thabaqat ‘Ulama al-Ushul wa al-Qawa’id al-Fiqhiyyah
- Thabaqat ‘Ulama al-Falak wa al-Miqat
- Thabaqat Masyahir an-Nuhah wa Tasalsul Akhdzihim
- Al-Mawahib al-Jazilah Syarh Tsamrah al-Wasilah fi al-Fala
- Al-Fawaid al-Jamilah Syarh Kabir ‘ala Tsamarah al-Wasilah
- Husn ash-Shiqayah Syarh Kitab Durus al-Balaghah
- Risalah fi ‘Ilm al-Manthiq
- Ittihaf al-Khallan Taudhih Tuhfat al-Bayan fi ‘Ilm al-Bayan
- Ar-Risalah al-Bayaniyyah ‘ala Thariqat as-Sual wa al-Jawab
- Tanwir al-Bashirah bi Thuruq al-Isnad asy-Syahirah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Al-Qaul al-Jamil bi Ijazah as-Sayyid Ibrahim bin Aqil
- Al-Isyadat fi Asanid Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
- Al-‘Ujalah fi al-Hadits al-Mutsaltsal
- Asma al-Ghayah fi Asanid asy-Syaikh Ibrahim al-Hazazmi fi al-Qiraah
- Al-Asanid al-Kutub al-Haditsiyyah as-Sab’ah
- Al-‘Iqd al-Fard min Jawahir al-Asanid
- Ithaf al-Bararah bi Ahadits al-Kutub al-Haditsiyyah al-‘Asyrah (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Ithaf al-Mustafid bi an-Nur al-Asanid
- Qurrat al-‘Ain fi Asanid A’lam al-Haramain
- Ithaf Uli al-Himam al-‘Aliyyah bi al-Kalam ‘ala al-Hadits al-Musalsal al-Awwaliyyah
- Al-Waraqat fi Majmu’ah al-Musalsalat wa al-Awail wa Asanid al-‘Aliyyah (terbit tahun 1406H/1986M)
- Ad-Durr al-Farid min Durar al-Asanid
- Al-Muqtathaf min Ithaf al-Kabir bi Makkiy
- Ikhthiyar wa Ikhtishar Riyadh Ahli Jannah min Atsar Ahli as-Sunnah li ‘Abdul Baqi’ al-Ba’li al-Hanbali
- Al-Arba’un Haditsan min Arba’in Kitan ‘an Arba’in ‘an Arba’in Syaikhan (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Arba’un al-Buldaniyyah Arba’un Haditsan ‘an Arba’in ‘an Arba’in (terbit tahun 1407 H/1987 M)
- Al-Arba’un Haditsan Mutsaltsal bi an-Nuhad ila al-Jalal as-Suyuthi
- As-Salasil al-Mukhtarah bi Ijazah al-Muarrikh as-Sayyid Muhammad bin Muhammad Ziyarah
- Fath ar-Rabb al-Majid fi Ma li Asyyakhi min Faraid al-Ijazah wa al-Asanid
- Ailsilah al-Wushlah Majmu’ah Mukhatarah min al-Hadits al-Mustalsal
- Faidh ar-Rahmani bi Ijazat Samahah al-‘Allamah al-Kabir Muhammad Taqi al-‘Utsmani (terbit tahun 1406 H/1986 M)
- Nihayat al-Mathlab fi ‘Ulum al-Isnad wa al-Adab
- Ad-Durar an-Nadzir wa ar-Raudh an-Nadzir fi Majmu’ al-Ijazah bi Tsabat al-Amir
- Al-‘Ujalah al-Makkiyyah
- Al-Waraqat ‘ala al-Jawahir ats-Tsamin fi al-Arba’in Haditsan min al-Hadits Sayyid al-Mursalin ; dan
- Ta’liqat ‘ala Kifayat al-Mustafiq li asy-Syaikh Mahfudz at-Turmusi
- Tahqiq al-Jami’ al-Hawi fi Marmiyat asy-Syarqawi
- Ittihaf ath-Thalib as-Sirri bi al-Asanid ila al-Wajih al-Kuzbari
- Al-Asanid al-Faqih Ahmad bin Hajar al-Haitami al-Makki (terbit tahun 1429H/2008M)
- Faidh ar-Rahman fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Khalifah bin Hamd an-Nabhan
- Al-Waslu ar-Rati fi Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
- Faidh al-Muhaimin fi Tarjamah wa Asanid as-Sayyid Muhsin
- Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
- Faidh al-Ilah al-‘Ali fi Asanid ‘Abdil Baqi al-Ba’li al-Hanbali
- Al-Maslak al-Jaliy fi Tarjamah wa Asanid asy-Syaikh Muhammad ‘Aliy (terbit tahun 1408 H/1988 M)
- Ithaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Majma’ al-Wujdan (terbit tahun 1406H/1986M)
- Ittihaf al-Ikhwan bi Ikhtishar Madmah al-Wujdan fi Asanid asy-Syaikh Umar Hamdan
- Ittihaf as-Samir bi Auham Ma fi Tsabat al-Amir
- Ijazah as-Sayyid Muhammad ‘Alawi al-Maliki
- Ijazah asy-Syaikh Aiman Suwaid
- Al-Irsyad as-Sawiyyah fi Asanid al-Kutub an-Nahwiyyah wa ash-Sharfiyyah
- Bughyat al-Muris fi ‘Ilm al-Asanid
- Ta’liqat ‘ala al-Awail as-Sunbuliyyah
- Al-Awail as-Sunbuliyah wa Dhailuha (terbit tahun 1427 H/2006 M)
- Ta’liqat ‘ala al-Awail al-‘Ajluniyyah
- Ta’liqat ‘ala Tsabat asy-Syanwani
- Ta’liqat ‘ala Tsabat asy-Syibrazi
- Ta’liqat ‘ala Tsabat al-Kazbari al-Hafidz
- Tsabat al-Kazbari (terbit tahun 1403 H/1983 M)
- Ta’liqat ‘ala Husn al-Wafa li Ikhwan ash-Shafa
- Ad-Durr an-Natsir fi Ittishal bi Tsabat al-Amir
- Ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyat al-‘Adi wa ar-Raih bi Ijazah al-Ustadz Muhammad Riyadh al-Malih
- Ar-Raudh al-Fa-ih wa Bughyat al-Ghadi wa ar-Raih (terbit tahun 1426H/2005M)
- Al-‘Ujlah fi Ahadits al-Musalsalah (terbit tahun 1405 H/1985 M)
- Al-‘Iqd al-Farid min Jawahir al-Asanid
- Uqud al-Lujain fi Ijazah Syaikh Ismail Zain
- Faidh al-Bari bi Ijazah al-Wajih as-Sayyid ‘Abdurrahman al-Anbari
- Faidh al-Mabdi bi Ijazah asy-Syaikh Muhammad ‘Audh az-Zabidi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Kawakib ad-Darari fi Ijazah Mahmud bin Sa’id al-Qahiri
- Al-Kawakib as-Siyarah fi Asanid al-Mukhtarah
- Masyjarah bi Asanid al-Fiqh asy-Syafi’i
- Al-Muqtathif min Ittihaf al-Akabir bi Asanid al-Mufti Abdul Qadir
- Al-Mawahib
al-Jazilah wa al-‘Uqud al-Jamilah fi Ijazah al-‘Allamah al-Bahhatsah
al-Musyarik asy-Syaikh Abi Yahya Zakaria bin Abdullah Bila
- An-Nafhat al-Maskiyyah fi Asanid al-Makkiyyah (terbit tahun 1409H/1989M)
- An-Nafhat al-Hasaniyyah (terbit tahun 1396 H/1976 M)
- Nahj as-Salamah fi Ijazah ash-Shafi Ahmad Salamah
- Al-Wafi bi Dzail Tadzkar al-Masafi bi Ijazah Syaikh Abdullah al-Jarafi (terbit tahun 1429 H/2008 M)
- Al-Washl ar-Ratibi fi Tarjamah wa Asanid Syihab Ahmad al-Mukhallati
- Al-Washl as-Sami bi Ijazah Sayyid Muhammad al-Hasyimi
- Dan masih banyak yang lainnya.
Semua kitab beliau dari no. 40 merupakan kitab dalam bidang ilmu sanad.
Namun
sayang, agak sukar menjumpai karya-karya tersebut di tanah air. Karya
beliau lebih banyak dicetak di Beirut dan Syiria. Selebihnya masih
tersimpan dalam bentuk makhtutat di pustaka pribadi almarhum. Bahkan,
karyanya yang fundamental dalam bidang hadits, Fath al-‘Allam dan
ad-Durr al-Mandhud masih dalam bentuk manuskrip (penelitian tahun 2010).
Terkait
karya ulama yang juga ahli fikih ini, ada beberapa perkara yang
menarik. Pertama, Syeikh Fadani ternyata pernah menulis empat kitab
arba’in (hadits 40) sekaligus. Kitab hadits 40 yang telah mencuri
perhatian kaum muslimin selama berabad-abad ialah al-Arba’in
an-Nawawiyyah karya Imam an-Nawawi (w. 676 H/1278 M). Sudah selayaknya
juga, Syaikh Yasin yang menulis 4 versi kitab arba’in mendapat apresiasi
yang sama dalam arti yang luas di kalangan umat Islam. Antara kitab
arba’in beliau yaitu al-Arba‘un al-Buldaniyah, al-Arba’un Haditsan,
Syarh al-Jauhar ats-Tsamin fi Arba’in Haditsan dan al-Arba’un Haditsan
Musalsalah.
Kedua, karya Syaikh Yasin didominasi oleh
kitab sanad yang ditulis dengan sangat teliti. Hampir dipastikan, setiap
ilmu yang beliau tuntut ada susur galurnya hingga ke sumber pertama.
Hal ini, setidaknya menyiratkan nilai ketekunan, ketulenan (otoritatif)
dan keberkahan ilmu. Dengan ketekunan memelihara silsilah keilmuan
itulah para ulama menyebutnya sebagai al-Musnid ad-Dunya (pemegang sanad
di dunia) atau al-Musnid al-‘Ashr (pakar sanad zaman ini).
7. Pujian Para Ulama Kepada Syaikh Yasin Al-Faddani
Kealiman
dan kepakaran Syaikh Yasin diakui oleh banyak para ulama dari seluruh
penjuru dunia. Baik oleh para ulama semasa beliau maupun pada masa
sesudahnya. Beliau banyak dipuji oleh para ulama dan para gurunya.
Diantaranya adalah dari seorang ulama ahli hadits terkemuka dari Maroko,
al-Muhaddits as-Sayyid Abdul Aziz al-Ghumari, yang menjuluki Syaikh
Yasin sebagai ulama kebanggaan Haramain (Mekkah dan Madinah) dan sebagai
muahaddits (pakar hadits) terkemuka.
Syaikh as-Sayyid
Abdullah al-Ghumari, sebagaimana diceritakan oleh Syaikh Sa’id Mamduh:
“Dalam suatu kesempatan berkumpul dengan Syaikh as-Sayyid Abdullah
Shiddiq al-Ghumari pada musim haji tahun 1401 H/1991 M, beliau berkata
kepada sekumpulan jamaah: “Kita sebelum ini telah mengakui Syaikh
as-Sayyid Rafi’ at-Tahtawi sebagai al-Musnid al-‘Ashr. Namun sekarang,
ketahuilah bahwa Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai al-Musnid
al-‘Ashr, tanpa diragukan lagi.” Suatu pengakuan yang tulus dari seorang
pakar Islam yang kritis.”
Dalam muqaddimah kitab
al-Fawaid al-Janiyyah kita akan temukan beberapa pujian ulama besar
antara lain Syaikh Ismail Usman Zain al-Makki, Syaikh Abdullah bin Zaid
al-Maghribi az-Zabidi (ulama Zabid Yaman, 1315 H-1389 H) yang merasa
takjub dan kagum dengan kitab al-Fawaid al-Janiyyah, al-Habib
Abdurrahman bin Muhammad bin Abdurrahman al-Ahdal (Mufti Murawa’ah
Yaman, 1307 H-1372 H) yang secara khusus menyusun sebuah syair panjang
yang memuji SyeikhYasin diantara bait syair itu berbunyi:
أنت في العلم والمعاني فريد # وبعقد الفخار أنت الوحيد“Engkau tak ada taranya dalam ilmu dan hakekat. Dibangun orang kejayaan kaulah satu-satunya yang jaya.”
لــك
عـز قــد اشـرقت بعـــــــلاه # شمس فضل لها الضياء
يـريدعــــــــــلوم ابـدعـتـها بـمــفـهـوم # بحـــلاهـا تـــتوج
المســــتـفـيدعصـــت فيــها عــلى فــرائد در # فـى نــحو الـحسـان هم
العقودسـائرات كالشمس فى كــل قـطر # مشرقات والـجهل منـها يـبـيـدمن
يضـاهى هـذا المـقام المــعلى # ان هــذا عـــن غــيـره لــعــيـدواذا
انــتـمــى انـــاس لأصــــــل # انـت لـلســعـد اذ نسـبـت حفيد
Asy-Syaikh
Fadhal bin Muhammad ‘Audh Bafadhal at-Tarimi juga memuji kitab karangan
beliau dalam syairnya sebagai sebuah kitab yang dipenuhi permata.
Diantara baitnya ia berkata dalam syairnya:
فيا طالب العلم لب نداء # ياسين وافرح بهذا القرى“Wahai pencari ilmu sambutlah panggilan Yasin. Bergembiralah dengan sajian yang ia sajikan.”
Prof.
Dr. Ali Jum’ah salah satu Mufti Mesir dalam kitab Hasyiyah al-Imam
al-Baijuri ‘ala Jauharat at-Tauhid yang ditahqiqnya, pada halaman 8
mengaku pernah menerima ijazah sanad hadits hasyiah tersebut dari Syaikh
Yasin yang digelarinya sebagai Musnid ad-Dunya.
Syaikh
Zakaria Abdullah Bila, teman dekat pendiri Nahdlatul Wathan yakni Tuan
Guru KH. M. Zainuddin Lombok pernah berkata: “Waktu saya mengajar
Qawa’id al-Fiqh di ash-Shaulatiyyah, seringkali mendapat kesulitan yang
memaksa saya membolak-balik kitab-kitab yang besar untuk memecahkan
kesulitan tersebut. Namun setelah terbit kitab al-Fawaid al-Janiyyah
karangan Syaikh Yasin menjadi mudahlah semua itu, dan ringanlah beban
dalam mengajar.”
Syaikh Umar Abdul Jabbar berkata di dalam
surat kabar al-Bilad edisi hari Jum’at 24 Dzul Qa’dah tahun
1379H/1960M: “Bahkan yang terbesar dari amal bakti Syaikh Yasin adalah
membuka madrasah putri pada tahun 1362 H. Dimana dalam perjalanannya
selalu ada rintangan, namun beliau dapat mengatasinya dengan penuh
kesabaran dan ketabahan.”
Prof. Dr. Asy-Syaikh Yusuf
Abdurrazzaq (Dosen kuliah Ushuluddin Universitas al-Azhar Kairo) juga
memuji beliau dengan perkataan dan syi’ir yang panjang. Salah satu bait
syairnya berbunyi:
أنت فينا بقية من كرام # لا ترى العين مثلهم إنسانا“Engkau di tengah kami orang terpilih dari orang terhormat. Tak pernah mata melihat manusia seumpama mereka.”
Al-Habib
Saqqaf bin Muhammad Assegaf, seorang tokoh pendidik di Hadhramaut (1373
H) menceritakan kekaguman beliau terhadap Syaikh Yasin. Beliau
menjulukinya sabagai “Sayuthiyyu Zamanihi” (Imam al-Hafidz as-Suyuthi
pada zamannya). Beliau juga mengarang sebuah syair untuk memuji beliau,
diantaranya berbunyi:
لله درك يا ياسين من رجل # أم القرى أنت قاضيها ومفتيهافي كل فن وموضوع لقد كتبا # يداك ما أثلج الألباب يحديها“Bagus
perbuatanmu hai Yasin engkau seorang tokoh. Dari Ummul Qura engkau
Qadhi dan Muftinya.Setiap pandan judul ilmu tertulis dengan dua
tanganmu. Alangkah sejuknya akal pikiran rasa terhibur olehnya.”
Al-Muhaddits
as-Sayyid Alawi bin Abbas al-Maliki sebagai guru Madrasah al-Falah dan
Masjidil Haram, Syaikh M. Mamduh al-Mishri dan al-Habib Ali bin Syaikh
Bilfaqih Sewun Hadhramaut dan para ulama lainnya, pernah memuji
karangan-karangan beliau.
Prof. Dr. asy-Syaikh Yahya
al-Ghautsani pernah menghadiri majelis Syaikh Yasin untuk mengkhatamkan
Sunan Abu Dawud. Ketika itu hadir pula pakar hadits Maghribi (Maroko),
asy-Syaikh as-Sayyid Abdullah bin Shiddiq al-Gumari, asy-Syaikh
Abdussubhan al-Barmawi dan asy-Syaikh Abdul Fattah Rawah.
Pujian
tersebut bukan hanya datang dari ulama Ahlussunnah, seorang ulama
Wahabi Prof. Dr. asy-Syaikh Abdul Wahhab bin Abi Sulaiman (Dosen
Dirasatul ‘Ulya Universitas Ummul Qura) di dalam kitab al-Jawahir
ats-Tsaminah fi Bayan Adillat ‘Alam al-Madinah berkata: “Syaikh Yasin
adalah muhaddits, faqih, mudir Madrasah Darul Ulum, pengarang banyak
kitab dan salah satu ulama Masjidil Haram.”
Seorang tokoh
agama Najd dari Ibukota Riyadh (pusat paham Wahabi), yaitu Jasim bin
Sulaiman ad-Dausari pada tahun 1406 H pernah berkata:
أبلغوا
مني سلاما من صبا نجد # ذكيالأبي الفيض فدانيمسند الوقت بعيد عن نزول #
هابط أما لما يعلو فدانيفدى أسر الروايات فلوتنطق # لقالت: علم الدين فداني
Selain
itu, pujian kepada beliau juga datang dari ulama India, Syaikh Muhammad
Abdul Hadi serta ulama Seiwun Yaman, al-Habib Ali bin Syaikh Balfaqih
al-‘Alawi.
8. Memperkenalkan Nama-nama Ulama Nusantara ke Dunia
Salah
satu jasa besar Syaikh Yasin al-Faddani adalah memperkenalkan
tokoh-tokoh ulama Nusantara ke dunia luar. Tanpa usaha beliau mungkin
saja masyarakat luar Melayu tidak mengenali sama sekali peranan dan
sumbangsih tokoh-tokoh ulama dari Nusantara. Melaluinya, perawi-perawi
Arab dan non Melayu mengenal istilah “Kiyai” dalam bahasa Jawa yang
bermakna syaikh, ustadz atau orang alim.
Diantara nama-nama ulama Nusantara yang disebutkan oleh Syaikh Yasin al-Faddani adalah sebagai berikut:
1.
Syaikh Nawawi bin Umar al-Bantani2. Syaikh Abdushshamad bin
Abdurrahman al-Falimbani3. Hadhratus Syaikh KH. Hasyim Asy‘ari
al-Jombangi4. Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani5. KH.
Jam‘an bin Samun at-Tanqarani6. KH. Uhaid Ahyad bin Idris
al-Bogori7. KH. Ma’shum bin Ahmad al-Lasemi8. KH. Baidhawi bin
Abdul Aziz al-Lasemi9. KH. Baqir bin Nur al-Jogjawi10. KH.
Mahfudz bin Abdullah at-Termasi11. KH. Khalil bin Abdul Lathif
al-Bangkalani12. KH. Abdul Muhith bin Ya’qub as-Sidoarjowi13. KH. Umar
bin Shalih as-Samarani14. KH. Ali bin Abdullah al-Banjari15. KH.
Hasan bin Abdus Syakur as-Sarbawi16. Syaikh Zainuddin as-Sumbawi17.
KH. Mahmud bin Kenan al-Falimbani18. KH. Arsyad bin Abdushshamad
al-Banjari19. KH. Taib bin Ja‘far al-Falimbani20. KH. Abdullah bin
Azhari al-Falimbani21. KH. Ahmad Marzuqi bin Hamid as-Suwahani22. KH.
Muhammad bin Yasin al-Pekalongani23. KH. Abdul Hamid bin Zakaria
al-Betawi24. Syaikh Muhsin bin Raden Muhammad as-Sirangi25. KH.
Shiddiq bin Abdullah al-Lasemi26. KH. Hasan bin Syamsuddin
al-Qanquni27. KH. Bakri bin Sida al-Bantani28. Qadhi Musa bin Ibrahim
al-Melakawi29. Qadhi Abubakar bin Hasan al-Muari30. Syaikh Utsman bin
Abdul Wahhab as-Sarawaqi31. Syaikh Muhammad Shalih bin Idris
al-Kelantani32. Dan lain lain.
Ada juga tokoh Nusantara
yang diberi gelar sebagai muhaddits (ahli hadits) oleh Syaikh Yasin
al-Faddani, seperti al-Habib Syaikh bin Ahmad Bafaqih Botoputih
Surabaya. Menurut Syaikh Yasin: “Muhaddits di zaman akhir bermakna
seorang musnid (ahli sanad) yang luas periwayatannya serta banyak
memperoleh kitab sanad dan fihris secara bersambung dari para ulama
Timur dan Barat. Sekarang ini kira-kira terdapat 130 orang alim ulama
Nusantara.”
Diantara ulama yang paling banyak sanad
periwayatannya ialah Syaikh Aqib bin Hasanuddin al-Falimbani (1182 H),
Syaikh Abdushshamad bin Abdurrahman al-Falimbani (1211 H), Syaikh Abdul
Ghani bin Shubuh al-Bimawi, Syaikh Mahfudz bin Abdullah at-Termasi (1338
H), Syaikh Abdul Hamid Kudus, Syaikh Mukhtar bin Atharid al-Bogori dan
al-Habib Salim bin Jindan.
9. Murid-murid Syaikh Yasin Al-Faddani
Murid-murid
Syeikh Yasin sangat banyak sekali. Merekalah yang menjadi penyambung
silsilah keilmuan yang beliau miliki dari para guru untuk para murid.
Diantara murid-murid beliau antar lain:
1. Asy-Syaikh
Muhammad Ismail Zain al-Makki al-Yamani2. Prof. DR. as-Sayyid Muhammad
bin Alawi al-Maliki3. Asy-Syaikh Muhammad Mukhtaruddin al-Falimbani4.
Asy-Syaikh Muhammad Hamid Amin al-Banjari5. Al-Habib Umar bin Hafidz
Tarim6. Al-Habib Muhammad Hamid al-Kaf Makkah7. Asy-Syaikh Ahmad
Damanhuri al-Bantani8. KH. Abdul Hamid ad-Dari9. Asy-Syaikh Ahmad
Muhajirin ad-Dari Bekasi10. Asy-Syaikh KH. Muhammad Zaini Abdul Ghani
(Guru Ijai) Martapura11. Asy-Syaikh Mu’allim KH. M. Syafi’i Hadzami12.
DR. Burhanuddin Umar Lubis13. KH. Maimoen Zubair Rembang14. KH. Hasan
Azhari15. KH. Sahal Mahfudz Pati16. KH. DR. Abdul Muhith Abdul Fattah17.
KH. Zayadi Muhajir18. KH. Ahmad Junaidi19. KH. Idham Khalid20. KH.
Thahir Rahili21. KH. Ahmad Muthohar Mranggen22. DR. Muslim Nasution23.
KH. Yusuf bin Hasyim Asy’ari24. Prof. DR. Sayyid Agil Husain
al-Munawwar25. Prof. DR. Muhibbudin Wali al-Khalidi26. Asy-Syaikh
Muhammad Nuruddin Marbu al-Banjari27. DR. Yahya al-Ghaustani28.
As-Sayyid Abdullah Shiddiq al-Ghumari29. Asy-Syaikh Abdus Shubhan
al-Barmaw30. Asy-Syaikh Abdul Fattah Rawah31. Asy-Syaikh DR. Ali Jum’ah
Mufti Mesir32. Asy-Syaikh Muhammad Ali ash-Shabuni Damaskus33. DR.
Muhammad Hasan ad-Dimyathi34. Asy-Syaikh Hasan al-Qathirji35. Tuan Guru
KH. Abdullah bin Abdurrahman Pondok Lubuk Tapah Kelantan36. Tuan Guru
KH. Hasyim bin Abubakar Pondok Pasir Tumboh Kelantan37. Prof. Dr. M.
Hasan ad-Dimasyqi38. Asy-Syaikh Isma’il Zain al-Yamani39. Dan masih
banyak lagi.
Di Indonesia bisa dikatakan hampir semua
ulama di Jakarta dan beberapa daerah lainnya yang seangkatan dengan
beliau atau di bawah beliau merupakan murid beliau. Selain itu di
Malaysia, Thailand dan Brunei juga tersebar murid-murid beliau yang
sangat banyak.
10. Syaikh Yasin Al-Faddani Sosok yang Tawadhu’ dan Bersahaja
Meski
dikenal sebagai seorang maha guru, Syaikh Yasin tetap bersikap tawadhu’
kepada siapa saja. Beliau tak segan untuk meminta ijazah dan ilmu dari
para muridnya.
Syaikh Yasin juga sering berkunjung ke
Indonesia, negeri asal nenek moyangnya. Dalam kunjungan beliau ke
Indonesia beliau mengunjungi beberapa pondok pesantren antara lain di
Jakarta, Padang, Palembang, Jawa Tengah, Jawa Timur, Madura, NTB,
Kalimantan, Ambon dan Manado. Setiap pesantren yang beliau kunjungi
selalu dipenuhi oleh jamaah dari berbagai kalangan, ulama, santri maupun
masyarakat awam. Dalam setiap kesempatan beliau selalu menyampaikan
hadits sekaligus mengijazahkannya. Oleh karena itu banyak ulama menemui
Syaikh Yasin hanya karena ingin dianggap sebagai murid olehnya dan
meminta ijazah hadits.
Hal yang menarik dari sosok Syaikh
Yasin adalah, sekalipun beliau adalah seorang ulama tradisional namun
beliau memiliki wawasan yang luas. Beliau berpandangan belajar dan
mengajar bagi kaum wanita juga wajib sebagaimana yang telah disabdakan
Baginda Nabi Saw. Ini terbukti dengan usahanya mendirikan beberapa
lembaga pendidikan untuk kaum wanita.
Setelah sekian lama
menanamkan cita-citanya untuk membangun madrasah putri, pada tahun 1362
H/1943 M beliau mendirikan lembaga pendidikan untuk kaum wanita yang
dinamainya dengan Madrasah Ibtidaiyyah lil Banat. Lembaga pendidikan ini
merupakan yang pertama di Arab Saudi yang didirikan khusus untuk kaum
hawa. Setelah sekolah ibtidaiyah telah banyak dan membutuhkan tenaga
pengajar, Syaikh Yasin memandang perlu mendirikan lembaga pencetak guru
wanita. Maka pada bulan Rabi’ul Akhir tahun 1377 H beliau mendirikan
Ma’had lil Mu’allimat.
Dalam surat kabar al-Bilad edisi
Jum’at 24 Dzul Qa’dah 1379 H/1960 M, Syaikh Umar Abdul Jabbar, seorang
ulama dan kolumnis menulis esai sebagai berikut: “Bahkan yang terbesar
dari amal bakti Syaikh Yasin adalah membuka madrasah putri pada tahun
1362 H/1943 M. Inilah sekolah pertama perempuan yang didirikan di Negeri
Kerajaan Arab Saudi. Dalam perjalananya selalu ada rintanagn, namun
beliau dapat mengatasinya dengan penuh kesabaran dan ketabahan.”
Ketawadhu’an
beliau juga terlihat sebagaimana diceritakan oleh murid beliau, Syaikh
Mahmud bin Said Mamduh, bahwa karya Syaikh Yasin mengenai ushul fiqh,
syarah al-Luma’ sebaganyak dua jilid yang tebal terpaksa tidak jadi
dicetak lantaran guru beliau Syaikh Yahya Aman sudah terlebih dahulu
mengirimkan naskah karyanya dalam hal yang sama ke percetakan. Tampaknya
beliau berkaca pada kejadian sebelumnya, saat beliau mencetak kitab
Hasyiyah at-Taisir karya beliau, yang ternyata karya serupa dibuat oleh
guru beliau Syaikh Yahya Aman, yang akhirnya membuat karya Syaikh Yasin
kurang dikenal.
11. Kesederhanaan Syaikh Yasin Al-Faddani
Karena
sangat bersemangat dan giat dalam menuntut ilmu agama, Syaikh Yasin
hampir saja lupa menikah. Beliau termasuk terlambat dalam membina rumah
tangga. Hingga sampai pada usia empat puluh tahun beliau belum juga
menikah. Hal ini membuat orangtuanya merasa prihatin dan khawatir, juga
para guru dan rekan-rekan beliau. Mereka mengingatkan beliau bahkan ada
yang ingin menjadikan beliau sebagai menantu. Karena orangtua beliau
mengancam akan membakar kitab-kitab beliau dan beliau pun merasa takut
durhaka kepadanya, akhirnya masa lajang beliau akhiri tepat pada usia 40
tahun.
Hal yang sangat menarik dari sosok Syaikh Yasin
al-Fadani adalah kesederhanaannya. Walaupun beliau seorang ulama besar
namun beliau tidak segan-segan untuk keluar masuk pasar memikul dan
menenteng sayur mayur untuk memenuhi kebutuhan sehari hari. Dengan
memakai kaos oblong dan sarung, Syaikh Yasin juga sering nongkrong di
warung teh sambil menghisap Shisah (rokok Arab). Tak ada seorang pun
yang berani mencelanya karena ketinggian ilmu yang dimiliki Syaikh
Yasin.
KH. Sukarnawadi Husnuddu’at mengatakan: “Syaikh
Yasin orangnya santai, sederhana, tidak menampakkan diri, sering muncul
menggunakan kaos biasa, sarung, dan sering nongkrong di “Gahwaji” untuk
nyisyah (menghisap rokok Arab). Tak seorangpun yang berani mencela
beliau karena kekayaan ilmu yang beliau miliki. Yang ingkar kepada
beliau hanyalah orang-orang yang lebih mengutamakan tampang dzahir
daripada yang bathin.”
Jika musim haji tiba Syaikh Yasin
mengundang para ulama dari seantero dunia dan para pelajar untuk
berkunjung ke rumahnya untuk berdiskusi dan tak sedikit dari para ulama
yang meminta ijazah sanad hadits dari beliau. Namun walau musim haji
telah lewat, rumah Syaikh Yasin tetap selalu ramai dikunjungi para ulama
dan pelajar.
12. Seorang Alim yang Menghargai Para Ahli Ilmu
Syaikh
Yasin sering mengadakan kunjungan-kunjungan ke berbagai negara terutama
di Indonesia yang merupakan asal dari nenek moyangnya. Tak sedikit dari
para ulama yang bertemu Syaikh Yasin ingin dianggap sebagai murid oleh
beliau dan meminta ijazah sanad hadits.
Salah satu
kejadian yang menarik adalah sewaktu Syaikh Yasin berkunjung ke
Indonesia. Banyak para ulama dari berbagai daerah di Indonesai
berbondong-bondong menemui Syaikh Yasin untuk dianggap sebagai murid.
Salah satu dari mereka adalah Mu’allim KH. Syafi’i Hadzami. KH. Syafi’i
datang menemui Syaikh Yasin untuk diangkat sebagai murid. Namun Syaikh
Yasin menolaknya, bukan karena tidak suka atau ada hal lain, namun
Syaikh Yasin menganggap bahwa dirinya tidak pantas menjadi guru dan
beliau mengatakan bahwa dirinyalah yang pantas menjadi murid KH. Syafi’i
Hadzami.
Syaikh yasin menilai bahwa kedalaman ilmu yang
dimiliki KH. Syafi’i Hadzami tak diragukan lagi. KH. Syafi’i Hadzami
begitu terkenal namanya di Mekkah sebagai sosok ulama Indonesia yang
memiliki keluasan ilmu. Begitulah sosok Syaikh Yasin al-Faddani yang
sangat menghargai para ahli ilmu.
13. Tukang Sapu Makam Nabi Saw.
KH.
Maimoen Zubair adalah murid senior Syeikh Yasin al-Faddani yang
sekarang masih hidup. Sebagaimana diutarakannya, ia telah berguru pada
Syaikh Yasin al-Faddani sejak tahun 1370 H/1940 M. Kepada Syaikh Yasin
al-Faddani beliau mengaji kitab Sunan Abi Daud hingga tamat.
Syaikh
Yasin pernah bercerita pada Mbah Maimenn tentang kisah Syaikh al-Ajrum
yang melarang sebuah karyanya dicetak pada masa itu. Karya yang berjudul
al-Ajrumiyyah baru dicetak setelah wafatnya dan menjadi kitab yang baku
dalam pelajaran tata bahasa Arab dan termasyur di lembaga-lembaga
pendidikan Islam. Mungkin itulah sebab ada sebagian ulama yang melarang
karyanya dicetak di masa itu. Mereka melihat dengan mata batinnya, kelak
kitab itu dibutuhkan dan menjadi amal jariah setelah wafatnya.
Begitu
pula dengan karya al-Qadhi Abu Syuja’, Matn at-Taqrib. Al-Qadhi Abu
Syuja’ hidup selama 160 tahun lebih. 60 tahun digunakannya untuk
mengajar, dan 100 tahun dari usianya ia abdikan sebagai Kannas Qabr
an-Nabiy (tukang sapu makam Nabi Saw.). Ia senang dengan gelar itu
sehingga ia tak mau dirinya disebut Syaikh atau ‘Allamah.
Acap
kali saat membersihkan makam Nabi Saw., ia bermunajat agar dirinya
diberikan keberkahan umur dan karyanya akan kelak berguna bagi umat. Dan
di kemudian hari, kitabnya, Matn at-Taqrib, memang termasyur di
kalangan para penuntut ilmu.
14. Karamah Syaikh Yasin Al-Faddani
Allah
Swt. memang sangat mengasihi hambaNya yang shaleh dengan bentuk yang
beragam. Ada yang diangkat derajatnya dengan diberikan ilmu agama yang
mendalam dan ada pula yang diberikan kejadian yang luar biasa yang
disebut dengan karamah. Syaikh Yasin dimuliakan Allah dengan
kedua-duanya. Ini merupakan hasil istiqamah beliau dalam ilmu dan
beramal. Ada beberapa kisah yang masyhur di kalangan pecinta beliau
antara lain:
Pernah suatu ketika ada seorang tamu asal
Syiria, Zakaria Thalib, mendatangi rumah Syaikh Yasin pada hari Jum’at.
Ketika adzan Jum’at dikumandangkan, Syaikh Yasin masih saja di rumah.
Akhirnya tamu tersebut keluar dan shalat di masjid terdekat.
Seusai
shalat Jum’at, ia menemui seorang kawan dan ia pun bercerita pada
temannya bahwa Syaikh Yasin tidak shalat Jum’at. Namun hal itu dibantah
oleh temannya tersebut seraya berkata: “Kami sama-sama Syakh Yasin
shalat di Nuzhah, yaitu di Masjid Syaikh Hasan al-Masysyath yang
jaraknya jauh sekali dari rumah beliau.”
KH. M. Abrar
Dahlan juga pernah bercerita: “Suatu hari Syaikh Yasin menyuruh saya
membikin syai (teh) dan syisah (rokok Arab). Setelah saya bikinkan dan
Syaikh Yasin mulai meminum teh, saya keluar menuju Masjidil Haram.
Ketika kembali, saya melihat Syaikh Yasin baru pulang mengajar dari
Masjidil Haram dengan membawa beberapa kitab. Saya menjadi heran,
anehnya tadi di rumah menyuruh saya bikin teh, sekarang beliau baru
pulang dari masjid.”
Pernah salah seorang murid Syaikh
Yasin, KH. Abdul Hamid dari Jakarta, sewaktu beliau dihadapi kesulitan
dalam mengajar ilmu fiqih “bab diyat”, sehingga pengajian terhenti
karenanya. Malam hari itu juga, beliau mendapati sepucuk surat dari
Syaikh Yasin. Begitu membuka isi surat tersebut ternyata isinya adalah
jawaban dari kesulitan yang sedang dihadapinya. Ia pun merasa heran,
dari mana Syaikh Yasin tahu, sedangkan ia sendiri tidak pernah
menanyakan kepada siapapun tentang kesulitan ini.
Syaikh
Mukhtaruddin Palembang juga bercerita: “Ketika Bapak Presiden Soeharto
sedang sakit mata, beliau mengirim satu pesawat khusus untuk menjemput
Syaikh Yasin. Akhirnya Pak Soeharto pun sembuh berkat doa beliau.”
15. Kewafatan Syaikh Yasin Al-Fadani
Setelah
sekian lama membaktikan dirinya dalam pengembangan ilmu agama,
Hadhratus Syaikh al-‘Allamah Abu al-Faidh Muhammad Yasin bin Muhammad
Isa al-faddani al-Makki berpulang ke hadhiratNya pada hari Jum’at Shubuh
tanggal 27 Dzul Hijjah tahun 1410 H/20 Juli 1990 M dalam usia 75 tahun.
Dalam
waktu singkat berita kewafatannya menyebar luas. Orang-orang pun
berdatangan berduyun-duyun untuk bertakziyah. Roman wajah beliau ketika
wafat tampak berseri-seri dan tersenyum.
Setelah dishalati
usai shalat Jum’at jasad beliau dimakamkan di pemakaman Ma’la. Dan
kebesaran Allah ditampakkan oleh para hadirin yang hadir dalam prosesi
penguburan jenazah ulama besar tersebut. Begitu jenazah dimasukkan ke
liang lahat, bukan liang yang sempit dan lembab yang tampak tapi liang
tersebut berubah menjadi lapangan yang luas membentang disertai dengan
semerbak wewangian yang harum mewangi nan menyegarkan.
Beliau meninggalkan satu orang istri dengan empat orang putra yaitu Muhammad Nur ‘Arafah, Fahd, Ridha dan Nizar.
16. Haul Syaikh Yasin Al-Faddani
Seperti
biasanya jika telah datang tanggal 28 Dzul Hijjah maka banyak para
murid al-Maghfrulah Syaikh Yasin bin Muhammad Isa al-Faddani menghadiri
upacara haul peringatan wafatnya beliau yang biasanya diselenggarakan di
rumah putra beliau.
Tepatnya di masjid Jami’ al-Amjad
Jalan Prapanca Buntu, acara ini biasanya dipimpin oleh khalifah Syaikh
Yasin yaitu al-Habib Hamid bin Alwi al-Kaff dan Syaikh Muhammad Husni
Thamrin al-Banjari.
sumber