Perihal Totalisme Cybernetik
sebuah e-cerpen oleh Armahedi Mahzar
Pada suatu hari, saya jalan-jalan ke edge.org satu link yang dihadiahkan POET menemukan artikel Jaron Lanier, seorang pelopor teknologi VR, yang berjudul "One-half of a Manifesto." Saya sangat terkesan dengan artikel itu karena dia menyerang apa yang dinamakannya Cybernetic Totalism. Kenapa?
Karena saya telah menggunakan sebagian dari paradigma mereka itu sebagai kerangka memahami sejarah teknologi yang berujung pada singularitas teknologi di mana mesin-mesin ciptaan manusia akan menyamai bahkan dengan cepat tumbuh melebihi kecerdasan manusia. Yang terakhir ini adalah istilah profesor matematika universitas San Diego di Amerika Serikat.
Topik ini saya sampaikan dibeberapa forum diantaranya di milis cyberskau@egroups.com tahun 2000 lalu dengan judul tekateki milenium yang menghasilkan diskusi yang terpanjang dalam sejarah milis itu. Sebagai hasil diskusi itu saya mendapat ilham untuk menyelesaikan buku saya dengan suatu pandangan yang serasi dengan keyakinan CT yang dikritik habis-habisan oleh Lanier itu.
Itulah sebabnya, saya menjadikan artikel Lanier sebagai topik diskusi di milis cyberaki@egroups.com dengan harapan mendapatkan masukan yang sama "inspiring" nya dengan thread Tekateki Milenium di cyberskau@egroups.com mengingat jumlah peserta cyberaki jauh lebih banyak daripada peserta cyberaki.
Nah salah seorang yang serius menanggapi tekateki Criticality 2020 itu adalah Watung Arif. Dalam milis Watung bilang:
"Semakin dipikir, semakin nggak tahu nih arahnya mau kemana. Mungkin karena saya nggak begitu paham subyeknya."Oleh karena saya yang nayangin "teka-teki" ini saya perlu beri penjelasan mengenai tujuan Teka-Teki.
Maksud saya begini. Dengan mencoba menjawab TT ini,akan terbuka atau terungkap asumsi-asumsi yang mendasari pendapat kita selama ini. Asumsi-asumsi implisit itu, jika bersifat fundamental, akan merupakan keyakinan dogmatis. Keyakinan dogmatis itu bukan hanya dimiliki oleh agama, tetapi juga oleh ilmuwan,bahkan filsuf. Hanya saja apa yang diyakini seorang ilmuwan bukan disebut dogma, tetapi paradigma. Apa yang diyakini filsuf disebut prinsip, hanya saya prinsip-prisip dasar filosofis biasanya disadari oleh seorang filsuf.
Dibalik sebuah pandangan dunia, baik agama atau ilmu maupun filsafat dan ideologi, terdapat sejumlah keyakinan fundamental bawah sadar para agamawan, ilmuwan dan filsuf. Asumsi-asumsi fundamental inilah yang ingin kita angkat ke permukaan melalui proses perdebatan tentang TT ini. Setelah bermunculan ke permukaan, nanti akan nampak metafor tunggal yang mendominasi mendasari asumsi-asumsi. Proses ini yang saya sebut sebagai dekonstruksi konsep sibernetika ini.
Holisme Sibernetik
Artikel Jaron Lanier, one half of manifesto, berusaha mengangkat keyakinan fundamental sejumlah ahli komputer, ilmuwan dan filsuf informasi sezamannya. Dia mengidentifikasi ada 6 dogma yang diyakini mereka. Dulu, di depan SKAUER generasi POET, ZA dan lain-lainnya, saya pernah memberi analisa yang mengatakan bahwa paradigma atomisme mekanistik mekanika Newton mulai digeser dengan paradigma baru: holisme.
Banyak versi holisme ini. Salah satunya yang populer adalah holisme sibernetik disamping holisme kuantum. Holisme sibernetik inilah yang disebut Lanier asebagai Totalisme Cybernetik. Nabi-nabi mereka adalah para ilmuwan Turing (konseptor komputer universal), Wiener (penggagas konsep sibernetika), Shanon (pelopor teoori informasi kuantitatif) dan von Neuman (penggagas komputer dengan program tersimpan dalam memori).
Pelopor holisme sibernetik ini adalah Gregory Bateson antropolog yang suami antropolog Margaret Mead. Dia menggunakan konsep sibernetiknya Norbert Weiner untuk menjelaskan schizoprenia dalam bukunya Steps to the Ecology of Mind. Lalu dia mengembangkan teorinya bahwa seluruh Nature punya Mind. Mind menurut Baateson yang merupakan lingkaran-lingkaran feedback arus informasi.
Pan-sibernetisme
Model cybernetik ini sangat cocok dengan evolusionisme Darwin dimana variasi genetik dapat dianggap sebagai sinjal informasi suatu spesies dan seleksi alam dapat dianggap sebagai feedback lingkungan terhadap spesies. Dengan ditemukannya struktur kode DNA dan merebaknya teknologi komputer, maka pasangan komputer dan manusia dapat dianggap sebagai pasangan sibernetik dua komputer yaitu komputer mesin dan komputer biologis alias otak.
Dengan asumsi pan-siberisme, maka tak mengherankan jika mesin-mesin juga berevolusi seperti organisme. Dalam hal mesin-mesin, masyarakat-budaya manusia lah yang merupakan "lingkungan alami" bagi mesin-mesin itu. Selanjutnya dengan analogi institusi sosial sebagai mesin-mesin sibernetik, maka tak mengherankan jika masyarakat manusia dan budayanya ber-evolusi seperti makhluk hidup dengan mekanisme sibernetik yang sama.
Ultra-darwinisme
Semua ini biasa-biasa saja, sampai datang seorang revolusioner yang menjungkir-balikkan interpretasi makroskopis teori evolusi dengan interpretasi mikroskopis. Revolusioner itu adalah Richard Dawkins yang punya pendapat lucu. Menurut dia gene alias struktur informasi DNA bukanlah alat organisme untuk memperbanyak dirinya, Tetapi organisme adalah alat perang gene untuk memperbanyak dirinya. Lebih revolusioner lagi dia berpendapat bahwa teknologi dan institusi sosial adalah alat perang "meme" untuk memperbanyak dirinya. "Mem" adalah analogi kultural untuk "gen" biologis. Tentu saja ini disambut dengan baik oleh para cybernetician yang wawan kuantitatifnya telah bergeser dari yang analog kontinu ke yang digital diskrit.
Daniel Dennet adalah seorang filsuf darwinis yang segera mengembangkan konsep mem ini untuk menjelaskan bukan hanya fenomena sosiologis dan teknologis, tetapi juga fenomena psikologis. Dia menulis satu buku tebal untuk itu dengan judul CONSCIOUSNESS EXPLAINED . Maka fenomena kultural pun dijelaskan dengan ultra-darwinisme yang menghilangkan subyek. Dia menganggap subyektivitas tak lain dari perspektif merujuk diri otak, alias komputer organik manusia, terhadap dirnya sebagai bagian lain dari "rumah"nya yaitu tubuh manusia.
Bio-komputasionalisme
Analogi ini bisa diperluas ke skala molekuler. Jika otak manusia adalah komputer sebagai organ dari meme, maka DNA adalah komputer untuk gen. Ini adalah pandangan Douglas Hofstadter yang menulis buku GODEL, ESCHER, BACH yang sangat unik itu. Dalam bukunya dia menulis bahwa sistem formal matematik menurut Godel, lukisan visual Escher dan komposisi musik Bach mempunyai kesamaan yaitu rekursivitas alias perujukan diri. Dalam buku ini juga dia mengatakan bahwa gene adalah software buat komputer yang bernama DNA.
Dalam buku yang mempunyai subjudul menarik ini A METAPHORIC FUGUE ON MINDS AND MACHINES IN THE SPIRIT OF LOUIS CAROL, dia bilang bahwa sekumpulan semut disarangnya merupakan superorganisme inteligen seperti otak walaupun barangkali IQnya seperseribu IQ manusia.
Dengan bekal analogi ini, Dennett mengatakan bahwa otak manusia tak lain dari kumpulan sel-sel saraf yang menjadi cerdas dan sadar karena interaksi yang ketat antara satu sama lainnya. Memang ajaib kenapa otak simpanse tak secerdas otak manusia. Itulah sebabnya dia mencoba menerangkan keajaiban itu dengan teori SOCIETY OF MIND milik Bapak AI Marvin Minsky.
Dalam teori Marvin Minsky itu, otak manusia dihuni oleh agen-agen informasi, yaitu gabungan dari progam-program spesialis beserta jaringan sel-sel otak, berinteraksi satu sama lainnya secara hirarkis membentuk suatu masyarakat yang terstruktur secara cair. Marvin Minsky inilah orang yang dulunya secara tak sengaja menghambat perkembangan Neural Network sebagai model kecerdasan, dengan membuktikaan bahwa Perceptron, model NN yang pertama, itu salah. Sebagai gantinya dia mengajukan model Expert System yang memodelkan keahlian khusus seorang pakar.
Nyatanya pendekatan seperti ini sangat kaku, karena sistem pakar ini segera menjadi bodoh begitu situasi atau konteks kerjanya diubah sedikit saja. Itulah sebabnya pra peneliti AI berbalik ke jaringan neural yang dengan mudah dapat beljar menyesuaikan dirinya dengan perubahan lingkungan seperti suatu organisme. Model Society of Mind adalah Sintesa dari model Jaringan saraf dan model sistem pakar.
Rodney Brook adalah salah seorang pakar dari kubu neural network yang mengevolusikan kepintaran sistem jaringan saraf robot-robotnya melalui pengalaman-pengalaman lapangan.
Hans Moravec melakukan perhitungan bahwa dengan meningkatnya kepadatan memori dan prosesor, mengikuti Hukum Moore, maka pada dekade 40-an abad 21 ini, robot itu akan menyamai kecerdasan manusia karena pada masa itu satu chip prosesor sudah dapat menyimpan dan mengolah informasi sebanyak dan secepat otak manusia. Konon menurut pakar robot ini pada paruh akhir abad ini juga robot=robot yang lebih pintar dari manusia akan mengevolusikan dirinya meneruskan evolusi budaya manusia.
Yang membuat pan-sibernetisme ini menjadi ramai adalah impian Eric Drexler tentang rekayasa molekuler yang memungkinkan orang membangun benda-benda secara bottom-up dengan cara menata atom-atom zat itu satu persatu menggabungnya secara bertahap menjadi benda yang diinginkan. Dia menuliskan impiannya dalam THE ENGINE OF CREATION . Dalam buku itu dia memberi nama "nanoteknologi" bagi rekaya molekul itu. Hebatnya dia memimpikan menggabungkan AI dan mesin-mesin skala molekuler menjadi suatu nano-robot yang kemudian disingkat menjadi nanobot.
Mengikuti ultra-darwinisme Richard Dawkins dia membayangkan nanobot itu memperbanyak diri dan berevolusi seperti halnya molekul-molekul organik DNA. Lebih lanjut lagi kecerdasan mereka akan berlipat ganda mengikuti Hukum Moore selama evolusi mereka. Yang ditakutkan orang adalah bagaimana kalau nano-organisme ini berkembang biak tanpa kendali manusia dan mengakali manusia yang lebih bodoh dari mereka.
Nah, kita melihat wawasan pan-sibernetisme ini telah menjelaskan dari evolusi biologis, psikologis, sosiologis dan teknologis dengan satu pardigma yang sama: sibernetika. Tetapi bagaimana dengan yang pra-biologis. Karena kaum sibernetis total selalu menggunakan komputer sebagai metafor, maka upaya-upaya untuk melihat alam semesta sebagai suatu komputer akan mendukung paradigma mereka.
Satu hal perlu diingat jika mereka berbicara tentang komputer, mereka bicara tentang komputer yang lebih luas ketimbang komputer Von Neumann satu prosesor yang bekerja secara sekuensial. Mesin sekuensial hanyalah salah satu jenis yang meniru mesin Turing, mesin ideal abstrak yang dibangun oleh Alan Turing matematikawan Inggris bisa ditambahkan sebagai "nabi" dari "agama pan-cybernetisisme" (dia bersama Church yang mengatakan bahwa pikiran manusia adalah program otak manusia sebagai komputer).
Totalisme Sibernetik
Jenis yang lain adalah komputer paralel dengan banyak prosesor. Salah satu komputer dengan prosesor paralel itu adalah otamata seluler. Nah Edward Fredkin punya gagasan bahwa alam semesta sebenarnya juga merupakan sebuah otomata seluler. Kalau Fredkin bilang jagatraya adalah sebuah komputer, Wheeler bilang bahwa komputer semesta ini tidak terdiri dari atom-atom material, tetapi terdiri dari bit-bit informasi. Dia punya slogan "it from bit." Dengan demikian terbangunlah landasan interpretasi kosmologi sibernetis melengkapi interpretasi sibernetis tentang biologi, psikologi, sosiologi dan teknologi. Jadi semua yang ada tak lain dari pola sibernetis bit-bit.
Begitulah kurang lebih genealogi CT yang berpuncak pada kekhawatiran Criticality 2020 yang ditanggapi secara skeptis oleh Jaron Lanier di edge.com. Tulisan ini sangat kontroversial karena menohok keyakinan teknisisme yang ada dibawah sadar para teknolog pembangun abad 21, Yang menyakitkan mereka adalah kenyataan bahwa tohokan ini bukan berasal dari para pemikir humaniora yang didominasi oleh posmodernisme versi pos-strukturalis, yang mereka lecehkan, tetapi oleh seseorang dari kalangan mereka sendiri.
Bandung, 7 Februari 2001
1 comment :
Post a Comment