Sunday, January 19, 2014

Puji Allah, Terima-kasih Presiden

Puji Allah,
Terima-kasih Presiden


Tadi pagi saya mengalami kejadian yang betul-betul menjungkir-balikkan pemikiran saya selama
ini. Ketika saya SMA, saya membaca cerpen oleh Kafka yang mendongeng tentang bagaimana seorang individu tak berdaya dihadapan sebuah birokrasi. Bahkan, kemudian saya meyakini kebenaran istilah PKI yaitu kapitalisme birokrat yang saya pahami sebagai kolusi elite penguasa dan
pengusaha dalam menindas rakyat dan buruh.

Bahkan, belakangan, ketika kapitalisme telah membuana, maka saya pun menganggap bahwa penguasa dunia sebenarnya adalah para pengusaha besar multinasional dan pemerintah negara-negara
kebangsaan hanya berfungsi sebagai centeng atau satpam mereka. Memang pandangan itu ekstrim,
tapi bisa menerangkan banyak keganjilan ketidak adilan di dunia politik ekonomi pada tingkat
nasional maupun internasional.

Walaupun pandangan saya tentang dunia ini sangat pesimistik, namun pandangan saya tentang Yang
Maha Pencipta sangatlah optimistik. Saya percaya bahwa ditengah dunia yang serba pincang itu
Tuhan selalu melindungi dan menganugerahi hambaNya yang berjalan di JALAN nya menuju Dia dengan cara beramal baik sesuai dengan kehendakNya. Alhamdulillah kepercayaan saya ini mendapat pembuktian nyata dalam kehidupan saya sehari-hari sampai sekarang.

Saya, ketika menjadi pegawai negeri atau jadi bagian dari birokrasi pendidikan negeri, menyekolahkan anak-anak saya di sekolah dan universitas negeri mendapatkan kenyataan bahwa kedua anak saya berhasil lulus sebagai sarjana dengan pujian, walaupun bukan yang terbaik, dari
kampusnya. Kedua anak saya pun kemudian bekerja di swasta dengan gaji berlipat dari gaji saya
sebagai pegawai negeri.

Saya sendiri, walaupun ketika pensiun gaji terakhir saya menembus satu juta per bulan yang
ternyata sama dengan honor anak saya sebulan ketika bekerja membantu proyek dosennya, masih
bisa kemudian hidup sebulan bersama istri saya dari uang pensiun saya tanpa harus disubsidi
olehnya yang juga telah berhenti bekerja dari pegawai swasta karena usia telah senja. Dan saya
pun beruntung dapat menikmati layanan kesehatan dari puskesmas secara cuma-cuma sebagai bagian
dari elit pensiunan pegawai negeri.

Walaupun begitu, ketika puskesmas menyarankan saya untuk diperiksa ke rumah sakit askes, saya
agak terkejut karena masih harus membayar uang pendaftaran yang saya rasa agak terlalu mahal,
karena rumah sakit itu adalah rumah sakit Islam swasta. Namun saya harus bersyukur pada Allah,
meskipun ternyata saya sakit jantung yang diharuskan memakan lima macam obat sampai akhir
hayat, saya masih mendapatkan obat-obatan itu secara cuma-cuma diberi oleh pemerintah.

Hari ini, saya mengalami sesuatu yang luar biasa. Mulai tadi pagi, saya tidak perlu membayar
sepeserpun kepada rumah sakit swasta tempat saya kontrol setiap bulannya akan kondisi kesehatan
jantung saya. Hal yang luar biasa sekali, karena ternyata kemudahan itu bukan hanya terjadi
pada diri saya sebagai bagian elite mantan pegawai negeri yang disayangi pemerintah, tetapi
juga pada banyak sekali rakyat miskin Indonesia yang kini dijamin biaya kesehatannya oleh
pemerintah melalui BPJS kesehatan RI.

Kenyataan itulah yang telah meluruskan pandangan saya tentang birokrasi pemerintahan negara-
negara kebangsaan. Soalnya, apa yang saya alami sekarang ini sebenarnya sama dengan apa yang
dialami oleh anak dan cucu-cucu saya ketika tinggal di negara kapitalis kesejahteraan Inggris.

Jadi, kini saya percaya pada eksistensi birokrasi negara sebagai sarana bangsa untuk menyejahterakan rakyatnya. Oleh karena itu saya sekarang percaya bahwa birokrasi negara adalah jemariNya untuk menyejahterakan hambaNya. Makanya, saya ucapkan puji pada Allah swt dan terima kasih pada presiden sebagai puncak dari birokrasi pemerintahan RI, salah satu jariNya.



No comments:

Post a Comment