KEHIDUPAN SAUDAGAR
DI RANTAU PESISIR MINANGKABAU
Oleh
Ari Febrianto,
mahasiswa Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas
mahasiswa Sejarah Fakultas Sastra Universitas Andalas
Wilayah Minangkabau secara umum dapat dibagi ke dalam dua kategori yaitu Luhak dan Rantau. Luhak merupakan wilayah inti Minangkabau dan merupakan pusat kebudayaan Minangkabau. Daerah Luhak dikenal juga dengan sebutan daerah Darek (Darat) karena terletak di dataran tinggi. Wilayahnya meliputi Luhak Nan Tigo yaitu Luhak Tanah Datar, Luhak Agam, dan Luhak Lima Puluh Kota.
Daerah Rantau adalah
tempat orang Minangkabau merantau yang berada di luar wilayah Luhak. Rantau
adalah wilayah pemukiman yang dibangun oleh orang-orang yang berasal dari Darek. Oleh karena pada umumnya merupakan
pemukim pantai, daerah-daerah pemukiman ini adakalanya dibangun oleh orang-orang dari luar Minangkabau. Jika
Darek homogen dan asli dari segi
budaya maupun etnis, maka Rantau heterogen dan “campuran” (Kato, 1986; Naim, 1984).
Sepanjang sejarahnya,
masyarakat Minangkabau telah menyaksikan saling pengaruh- mempengaruhi yang tiada hentinya antara Darek dan Rantau. Rantau adalah
saluran ke luar dari sejumlah akibat kelebihan tenaga di Darek, kelebihan
penduduk, kekecewaan, keingintahuan, atau ambisi dan tenaga yang lebih bagi
perluasan Rantau. Darek turut menikmati kekayaan dan pembaharuan-pembaharuan
yang berasal dari Rantau; Darek memberikan identitas sebagai bagian dari Alam
Minangkabau, di samping menyediakan sumberdaya manusia yang perlu bagi
perluasannya. Dalam tata hubungan yang saling tergantung ini, Rantau bukanlah
sekedar embel-embel bagi Alam Minangkabau
(Kato, 1986).
Dalam usaha menggambarkan
masyarakat Minangkabau, baik tradisional maupun
modern, ada kecendrungan yang kuat untuk
memusatkan perhatian pada Darek, Sebab Darek dipandang sebagai perwujudan adat
Minangkabau yang lebih asli; namun Rantau sendiri pun perlu mendapat perhatian. Kehidupan saudagar di Pesisir memberi pemahaman bagaimana
Rantau yang sebenarnya dan bagaimana keadaan penduduknya. Jika
yang menjadi tokoh di Darek yang umumnya hidup dari sawah dan sifatnya lebih
menetap, adalah Penghulu, maka yang menjadi tokoh di Rantau yang sifatnya lebih
komersial itu adalah saudagar.
Kehidupan saudagar di daerah Pesisir selama ini
digambarkan dengan kehidupan pantai dan laut, tapi hal itu ternyata tidak
mutlak adanya, karena sebagian saudagar Pesisir ada yang tidak berkecimpung
dalam dunia maritim, dalam perkembangannya sekarang mereka lebih cendrung
beraktivitas di Darek dan lebih banyak memanfaatkan daratan, karena darat memiliki akses jalur transportasi ke daerah Darek lain yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan jalur Pesisir/laut.
Saudagar di Pesisir
Minangkabau, adalah suatu bentuk
kehidupan yang sangat menarik, karena apabila dilihat
dari pola
perdagangan di daerah Pesisir Minangkabau yang memiliki ciri khas tersendiri
yang berbeda dengan daerah Darek. Dinamika kehidupan yang dijalani oleh saudagar Pesisir yang unik, strategi yang dilakukan dalam
mempertahankan eksistensi perdagangan, dan pola hubungan yang dibangun dengan saudagar-saudagar yang lain,
baik yang berasal dari daerah yang sama maupun daerah yang berbeda.
Perdagangan
di Rantau Pesisir
Berdagang menjadi salah satu ciri
khas bagi orang Minang pada umumnya, karena sebagian yang merantau ke
daerah-daerah lain termasuk daerah Pesisir, mereka mayoritas melakukan
usaha/bekerja sebagai pedagang.
Berdagang
merupakan salah satu kultur yang menonjol dalam masyarakat Minangkabau. Bagi
masyarakat Minangkabau, berdagang tidak hanya sekedar mencari nafkah dan
mengejar kekayaan, tetapi juga sebagai bentuk eksistensi diri untuk menjadi
seorang yang merdeka. Dalam budaya Minangkabau yang egaliter, setiap orang akan
berusaha untuk menjadi seorang pemimpin. Menjadi sub-ordinat orang lain,
sehingga siap untuk diperintah-perintah, bukanlah suatu pilihan yang tepat.
Prinsip “lebih baik menjadi pemimpin kelompok kecil daripada menjadi anak buah
organisasi besar” (elok jadi kapalo
samuik daripado ikua gajah) merupakan prinsip sebagian besar masyarakat
Minangkabau.
Menjadi seorang pedagang
merupakan salah satu cara memenuhi prinsip tersebut, sekaligus menjadi
orang yang merdeka. Dengan berdagang, orang Minangkabau bisa memenuhi ambisinya, dapat menjalankan kehidupan
sesuai dengan keinginannya, hidup bebas tanpa ada pihak yang mengekang. Banyak
perantau muda Minangkabau lebih memilih berpanas-panas terik di pinggir jalan,
berteriak berjualan obral, daripada harus kerja kantoran yang acapkali disuruh
dan dimarah-marahi.
Berkembangnya kultur dagang dalam masyarakat Minangkabau
disebabkan dengan adanya harta pusaka tinggi yang menjamin kepemilikan tanah
dan keberlangsungannya bagi setiap kaum di Minangkabau. Dengan kepemilikan
tanah tersebut, posisi masyarakat Minangkabau tidak hanya sebagai pihak
penggarap saja, melainkan juga menjadi pedagang langsung yang menjual hasil-hasilnya ke pasaran.
Perkembangan dunia pedagang Minangkabau
sesungguhnya tidak dapat dipisahkan dari sistem budaya masyarakatnya. Seperti
sudah diungkapkan oleh banyak ahli, sistem budaya Minangkabau merupakan
lingkungan yang kondusif bagi tumbuhnya minat dagang dalam masyarakatnya. Akan
tetapi pada sisi lain sistem budaya Minangkabau itu juga menjadi bagian
perkembangan dunia pedagang Minangkabau. Dengan demikian nampaknya sistem
budaya Minangkabau itu bersifat ambivalen terhadap perkembangan dunia pedagang
Minangkabau.
Saudagar lebih banyak memanfaatkan dan
memperdagangkan hasil-hasil pertanian dan peternakan yang di hasilkan dari
daerahnya sendiri, seperti misalnya ikan kering, padi, karet, kayu manis, sapi,
kerbau dan beberapa produk lainnya yang menjadi komuniti di daerah Pesisir.
Kehidupan Saudagar di Rantau Pesisir
Kehidupan saudagar di daerah Pesisir
di identikkan dengan materi yang melimpah, kesuksesan, ketenaran, dan yang
paling mendukung adalah kepercayaan dari masyarakat, karena setiap saudagar
tidak selalu mengandalkan materi dalam berdagang, masyarakat lebih menghargai
kepercayaan dan kejujuran.
Dengan kehidupan yang serba
berkecukupan, masyarakat memandang seorang saudagar sebagai orang yang disegani
dan sukses, sehingga tidak dapat di pungkiri saudagar-saudagar di Rantau Pesisir
selalu memiliki hubungan baik dengan masyarakat dan sangat umum dikenal sebagai
orang yang memiliki banyak istri, karena di semua tempat yang pernah disinggahi
untuk berdagang pasti ditempat itu akan ada saja wanita yang mau di jadikan
istri, sebagai tempat bermalam.
Kehidupan saudagar di Rantau Pesisir
memang berbeda dan memiliki keunikan, saudagar memiliki ruang dan tempat
tersendiri di hati keluarga, masyarakat, bahkan memiliki hubungan baik dengan
saudagar-saudagar lain. Walaupun dalam berdagang mereka bersaing, tapi
dibelakang itu mereka memiliki kedekatan dan hubungan yang harmonis.
Kamar, yang merupakan
salah satu pedagang yang berasal dari daerah Pesisir, merupakan salah satu
profil saudagar tradisional yang menjadi kaya dengan usahanya tersebut. Kamar
yang pernah menikah sebanyak dua belas kali ini,
memilih melakukan perdagangan ke Kota Padang karena Padang memiliki akses jalur
transportasi ke daerah Darek yang jauh lebih baik jika dibandingkan dengan
daerah Pesisir lainnya. Jenis barang dagangan yang dibawa Kamar ke Padang
adalah barang-barang hasil pertanian dan hasil ternak seperti Padi, sapi, dan
kerbau yang dihasilkan dari Nagari Surantih dan nagari-nagari sekitarnya.
Sebagai saudagar, Kamar dalam menjalankan usaha dagang
tidak semata-mata mengandalkan materi dan uang yang berlimpah, tapi lebih
mengutamakan kejujuran dan kepercayaan. Dengan modal dasar ini, Kamar merintis
usaha dagangnya dan inilah yang membedakan dan membuat Kamar menjadi salah satu
saudagar yang berhasil dengan usaha yang dirintisnya.
sebagai
langkah awal dalam menekuni dunia persaudagaran, Kamar mendirikan “gudang roti gulo” yang menjadi semakin
laris dan mendapatkan keuntungan yang berlimpah, kemudian menambah usaha lain
dengan memperdagangkan sapi dan kerbau yang mulai di kirim ke Padang dengan
menggunakan jalur darat, walaupun memerlukan waktu yang cukup lama (enam hari
dengan berjalan kaki), memperkerjakan banyak orang yaitu satu ekor sapi akan
dikawal oleh 2 (dua) orang (kalau untuk kerbau 3 orang). Sebagai pedagang yang
memiliki naluri yang tajam dalam berdagang tidak terkecuali hasil pertanian juga diperdagangkan seperti
padi yang juga di kirim ke Padang mengunakan “biduak” sebagai transportasinya.
Dengan
kata petuah yang sering diucapkan dan diterapkannya “di dunia ini tidak ada
yang paling berharga kecuali kejujuran”. Kamar berhasil menjadi saudagar yang
disegani dan dihormati baik dikalangan sesama saudagar ataupun masyarakat.
Daftar
Pustaka
Abdullah,
Taufik. 1983. ”Sebuah Pengantar”, dalam Taufik Abdullah, Manusia Dalam Kemelut Sejarah. Jakarta: LP3S.
Abdullah, Taufik. 1984. “Studi tentang
Minangkabau”, dalam Ahmad Ibrahim (ed.). Minangkabau
Minangrantau. Medan: Penerbit Madju.
Adli, Adrial. 1994. “Perdagangan Hasil
Bumi Sumatera Barat di Kota Padang Pada Masa Kolonial (1900-1930)”. Tesis. Yogyakarta: PPS Universitas
Gadjah Mada.
Dobbin, Christine. 2008. Gejolak
Ekonomi, Kebangkitan Islam, dan Gerakan Padri Minangkabau 1784 – 1847. Depok:
Komunitas Bambu.
Dobbin.
Christine. 1992. Kebangkitan Islam dalam
Ekonomi Petani yang Sedang Berubah. Jakarta: INIS.
Kato, Tsuyoshi. 1986.
“Rantau Pariaman: Dunia Saudagar Pesisir Minangkabau Abad XIX” dalam Akira
Nagzumi. Indonesia dalam Kajian Sarjana
Jepang. Jakarta Yayasan Obor Indonesia.
Manan, Imran. 1989. “Enterpreneurship dan Corak Ekonomi Minangkabau dalam
Dunia Usaha”. Makalah. Bandung: Unit
Pencinta Budaya Minangkabau Universitas Padjadjaran.
Mansur, M.D. 1972. Sejarah
Minangkabau. Jakarta: Bhratara
Naim,
Mochtar. 1987. Merantau: Pola Migrasi
Suku Minangkabau. Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.
Navis,
A.A. 1984. “Pola Usaha Tradisional Minangkabau dan Bisnis Modern” dalam Majalah
Interaksi No. 4 Th. I.
Navis,
A.A. 1986. Alam Terkembang Jadi Guru.
Jakarta: Grafiti Press. 1986.
Yusuf, Mohammad. 1998. “Haji Mohammad
Said (1930-1990) Kisah Seorang Pedagang Minangkabau”. Skripsi. Padang: Fak. Sastra Universitas Andalas
sumber: http://yasminakbar11.blogspot.com/2012/09/kehidupan-saudagar-di-rantau-pesisir.html
sumber: http://yasminakbar11.blogspot.com/2012/09/kehidupan-saudagar-di-rantau-pesisir.html
No comments:
Post a Comment