Ahmad Sadali:
Pelukis Abstrak Islami
Pelukis Abstrak Islami
Sadali
adalah seorang yang religius. Baginya cuma ada segitiga Tuhan – Alam –
Manusia yang mendasari perputaran dunia ini. Bahwa Tuhan adalah sesuatu
yang diatas yang menciptakan alam ini, manusia adalah makhluk cerdas
ciptaan Tuhan yang harus mengolah alam dalam rangka mengabdi kepada
Tuhan. Sehingga dalam proses pengolahan alam tersebut, manusia harus
tunduk pada hukum Tuhan, yang diistilahkan sebagai Sunatullah.
Sunatullah
adalah hukum Tuhan yang mengatur perputaran bumi terhadap matahari,
bulan mengelilingi bumi, elektron mengelilingi inti atom, gunung
menyemburkan magma, melepaskan mineral untuk menyuburkan tanah, dan
seterusnya. Berbeda dengan aturan yang diberikan Tuhan untuk manusia,
dalam bentuk kitab-kitab yang diturunkan melalui para Nabi. Berisi
ajaran moral dan aturan sosial yang berlaku pada zamannya. Sunatullah
adalah aturan alam yang harus digali sendiri melalui kecerdasan manusia
yang diberikan Tuhan, dalam bentuk hukum fisika dan matematika.
Dari
kesadaran bahwa alam adalah pemberian Tuhan untuk diolah oleh manusia
sesuai dengan Sunatullah, maka manusia harus mengelola alam tersebut
secara benar dan bijaksana. Sehingga dalam upaya pengolahan alam,
manusia tidak akan merusak keindahan alam tersebut, apalagi membahayakan
jiwa manusia itu sendiri. Hubungan manusia dengan alam haruslah
harmonis, sesuai dengan motto Institusi dimana Sadali mengajar : In
Harmonia Progressio (maju secara harmonis).
Demikian
pula hubungan manusia dengan manusia lainnya, harus saling menghormati
dalam dialog yang setara. Juga hubungan antar manusia dalam agama yang
berbeda, harus saling memahami satu dengan lainnya sehingga perbedaan
agama tidak menimbulkan semangat saling menyerang tetapi sebaliknya
hubungan harus dibuat harmonis sehingga tercipta suasana damai di alam
ini.
Karena manusia yang sempurna itu - yang dalam istilah Islam disebut sebagai ulil albab - adalah manusia yang menggunakan sarana dan potensinya sebaik-baiknya secara seimbang dan tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap Maha Penciptanya.
*****
Karena manusia yang sempurna itu - yang dalam istilah Islam disebut sebagai ulil albab - adalah manusia yang menggunakan sarana dan potensinya sebaik-baiknya secara seimbang dan tidak terlepas dari tanggung jawab terhadap Maha Penciptanya.
*****
Pemikiran
seperti itulah yang selalu diulang-ulang dalam ceramah-ceramah Ahmad
Sadali, yang saat itu memangku dua peran : tokoh senirupa yang
mempelopori seni lukis abstrak di Indonesia dan juga pemuka agama Islam
yang sering memberikan ceramah di masjid. Sadali menuangkan idea
tersebut dalam seri gunungan. Segitiga gunungan menguasai komposisi
kanvas Sadali sejak tahun 1971 sampai akhir hayatnya. Kabupaten Garut
tempat Sadali dilahirkan, dikelilingi oleh gunung-gunung. Kalau timbul
sketsa komposisi segitiga, maka itulah suatu refleksi gunung dalam batin
Sadali. Segitiga bermakna tiga unsur : Tuhan disebelah atas (puncak),
sudut manusia di kiri-kanan dan sudut alam disebelah bawahnya.
Istilah Gunungan muncul dari dunia pewayangan. Dari sekian banyak boneka dalam satu kotak wayang
kulit purwa, kita mengenal gunungan atau kayon. Gunungan bentuknya
meruncing mirip gunung. Gunungan juga disebut kayon karena salah satu
unsur pokok yang terdapat di dalamnya berupa kayu (pohon). Gambar pohon
dalam gunungan melambangkan pohon kehidupan atau sumber ilmu
pengetahuan.
Bagi orang Jawa, Gunungan menjadi lambang hidup dan penghidupan. Di dalamnya berisi filsafat sangkan paraning dumadi (asal dan tujuan hidup), anasir makrokosmos dan mikrokosmos yakni jagad gede, alam semesta beserta isinya dan jagad cilik, pribadi manusia serta tatanan atau tingkatan kehidupan manusia.
Filsafat pewayangan membuat orang merenungkan hakekat, asal dan tujuan hidup, manunggaling kawula Gusti
(hubungan gaib antara dirinya dengan Tuhan), kedudukan manusia dalam
alam semesta, dan sangkan paraning dumadi (kembali ke asal) yang
dilambangkan dengan tancep kayon oleh sang dalang pada akhir pagelaran.
Konon
kata kayon berasal dari bahasa Arab “khayyu” yang berarti hidup. Kayon
atau Gunungan adalah pembuka dan penutup pagelaran wayang kulit.
Pembukaan ditandai dengan pencabutan kayon. Dan kayon juga digunakan
sebagai pembatas tiap-tiap adegan atau sebagai tanda pergantian waktu.
Sebelum wayang gunungan ditancapkan ditengah pakeliran, wayang-wayang
yang lain belum hidup, bahkan peletakannya di dalam kotak pun menempati
posisi paling atas.
Pengertian
lain adalah, bentuk gunungan seperti tumpeng. Gunungan menjadi lambang
hidup atau penghidupan. Karena orang Jawa senang berkumpul, melakukan
pekerjaan bersama-sama secara gotong royong. Demikian pula apabila
berhasil dalam mengerjakan sesuatu, maka orang Jawa melakukan upacara
pesta dalam bentuk syukuran dengan cara memotong tumpeng, nasi yang
susunannya dibuat mengerucut seperti gunung.
Nilai-nilai
itulah yang dalam masyarakat Jawa berfungsi sebagai pedoman tertinggi
bagi tata kelakuan manusia dalam rangka menjaga keteraturan sosial
masyarakat. Sesuatu yang baik, sesuatu yang diinginkan, yang pantas,
yang berharga, yang mempengaruhi perilaku sosial orang yang memiliki
nilai tersebut.
*****
Sadali menerjemahkan gunungan dalam kanvasnya yang disilang diagonal dari ujung satu ke sudut kanvas lainnya, membentuk tanda “X” yang memisahkan 4 bidang dimana masing-masing bidang mempunyai arti yang tersendiri. Bidang bawah menggambarkan alam, bidang atas adalah Tuhan. Dua bidang disamping kiri dan kanan adalah manusia. Manusia harus hidup harmonis, karenanya diletakkan dalam bidang yang sejajar di kiri dan kanan.
*****
Sadali menerjemahkan gunungan dalam kanvasnya yang disilang diagonal dari ujung satu ke sudut kanvas lainnya, membentuk tanda “X” yang memisahkan 4 bidang dimana masing-masing bidang mempunyai arti yang tersendiri. Bidang bawah menggambarkan alam, bidang atas adalah Tuhan. Dua bidang disamping kiri dan kanan adalah manusia. Manusia harus hidup harmonis, karenanya diletakkan dalam bidang yang sejajar di kiri dan kanan.
Segitiga
gunungan bisa juga mempunyai makna lain, Sadali kadang-kadang memaknai
sebagai hubungan keluarga. Tuhan di puncak, Sadali di bawah, Atika
istrinya dan Ravi putranya di kiri-kanan. Ravi adalah satu-satunya putra
beliau. Posisi atas dalam kanvas-kanvas Sadali adalah porsi yang
diberikan untuk Tuhan. Lihatlah karya “Lelehan emas pada bidang keriput”
disamping ini. Horizon abu-abu pada bagian atas menggambarkan langit,
dimana karunia Tuhan tercurah ke bumi dalam bentuk lelehan emas. Bidang
keriput menggambarkan waktu yang panjangnya relatif, besarnya waktu
adalah mulur-mungkret sesuai dengan filosofi Einstein. Waktu
diukur berdasarkan bagaimana manusia merasakannya. Kalau dalam kondisi
enak, manusia merasakannya sebagai sebentar sekali, sementara di dalam
kondisi yang tidak nyaman, manusia memperceive waktu sebagai “lama
sekali”. Tanda silang kecil dibagian kiri dan kanan atas adalah simbol
dari persilangan hidup, tanda silang seperti itu akan banyak terdapat
dalam karya-karya Sadali selanjutnya. Ini merupakan jejak pengaruh dari
seniman Spanyol, Antoni Tapies. Suatu sisi menarik dari kehidupan Sadali, yang kita akan bahas pada bagian akhir tulisan ini.
Hidup diyakini Sadali sebagai ibadah dalam rangka mencari keridlaan Illahi. Bila seni ada dalam hidup, maka seni mestinya juga ibadah, yaitu penyerahan diri kepada Allah. Manusia pada dasarnya mendambakan tiga jalan kebenaran : kebenaran yang dicapai melalui akal dan ilmu pengetahuan, keinginan untuk mendapatkan keindahan melalui seni, dan keinginan untuk mendapatkan kebaikan dan keadilan yang diperolehnya melalui agama. Ketiga hal tersebut, menurut Sadali, merupakan segitiga yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
*****
Hidup diyakini Sadali sebagai ibadah dalam rangka mencari keridlaan Illahi. Bila seni ada dalam hidup, maka seni mestinya juga ibadah, yaitu penyerahan diri kepada Allah. Manusia pada dasarnya mendambakan tiga jalan kebenaran : kebenaran yang dicapai melalui akal dan ilmu pengetahuan, keinginan untuk mendapatkan keindahan melalui seni, dan keinginan untuk mendapatkan kebaikan dan keadilan yang diperolehnya melalui agama. Ketiga hal tersebut, menurut Sadali, merupakan segitiga yang tidak dapat dipisah-pisahkan.
*****
Di sekolah ini - yang kemudian kritikus seni sering menyebut sebagai Bandung School – tidak ada lagi xenophobia
dan semangat anti Barat melatari pemikiran para mahasiswanya. Sehingga
pembahasan dibiarkan bebas terbuka dengan dilandasi pada pemikiran
Modern Art, tercermin pada karya-karya yang muncul di Bandung dalam
kurun waktu tersebut. Mereka percaya bahwa Art adalah fenomena
universal, tidak dibatasi pada kotak nasionalisme yang sempit. Dan
dikemudian hari sekolah Bandung dicap sebagai anti Nasionalisme dan
kebarat-baratan.
Pertama
kali pelukis-pelukis Bandung tersebut memperkenalkan diri kepada dunia
luar adalah di Balai Budaya, Jakarta, tahun 1954. Pameran itu dikritik
oleh kritikus seni Trisno Sumardjo (1917-1969) dalam suatu tulisannya yang terkenal, “Bandung mengabdi laboratorium Barat”. Sitor Situmorang
juga menyerang dengan sama kerasnya, menurutnya seni Modern itu tidak
mengandung arti, tidak mempunyai pesan dan tidak memiliki gambaran
dunia.
Pengaruh
Ries Mulder kepada murid-muridnya menjelma dalam bentuk-bentuk
geometrik abstrak yang disusun secara mosaik. Ries Mulder sendiri juga
terpengaruh pada pelukis Perancis, Jacques Villon (1875-1963). Penggunaan teknik warna subdued pastel hues
dapat diperhatikan dalam hasil karya Sadali, Mochtar Apin, AD Pirous,
dan But Muchtar, yang diciptakan pada tahun 1950-an, merupakan
representasi aliran Bandung di masa itu.
Dimulai
dengan Sadali pada tahun 1953, para seniman Bandung merombak bentuk
obyek menjadi motif yang datar, yang terjadi oleh perpotongan sejumlah
garis lurus dan lengkung. Seluruh lukisan terjadi oleh garis yang
membagi-bagi permukaan kanvas, serta warna-warni yang rata dengan
mengisi bidang-bidang geometris yang terbentuk oleh perpotongan garis.
Dengan demikian yang segera nampak pada lukisan, atau yang menguasai
pengelihatan, ialah suatu susunan garis dan bidang geometris
berwarna-warni, bentuk obyeknya tenggelam dalam jaringan itu.
Sadali kemudian dikirim ke Amerika pada tahun 1956 untuk mengambil post graduate di Iowa University, Colombia, dan New York University pada tahun 1957. Di saat itu abstract expressionism sedang marak disana. Kita melihat karya-karya Sadali mulai begeser setelah itu. Adalah seorang seniman abstract expressionist yang mempengaruhi Sadali setelah kembali dari Amerika, yaitu Mark Rothko.
sumber
Luar biasa massyaallah
ReplyDeleteKalau boleh tau, rumah prof. Ahmad Sadali dimana yha?
ReplyDelete..ruar biatsa...
ReplyDelete