Armahedi Mahzar
Kebudayaan
dan Peradaban:
pengertian Barat dan Islam
Kebudayaan dalam
penggunaan bahasa Indonesia modern adalah sepadan dengan culture dalam bahasa Inggris
atau kultur dalam bahasa Jerman. Sedangkan peradaban adalah terjemahan dari civilization dalam bahasa Inggris. Kedua pengertian itu kita pinjam
dari Barat, sementara di Barat sendiri terdapat kegalauan makna antara keduanya.
Literatur Barat
Kultur
Istilah culture dalam bahasa Inggris dan
"kultur" dalam bahasa
Jerman dan Prancis, konon kabarnya semua berasal dari kata Latin, cultura dan cultus yang pada mulanya berhubungan
dengan kata kerja cultivatio berarti
pemuliaan sesuatu atau penyembahan.
Nyatanya,
pada asalnya cultura hanya ada dalam kata majemuk seperti agri
cultura yang berarti pengolahan
tanah sehingga menjadi subur,
bahkan pada abad pertengahan sembahyang disebut sebagai agricultura Dei. Tetapi,kemudian dipakai untuk kegiatan-kegiatan lainnya seperti cultura animi yaitu proses pencerdasan jiwa.
Akhirnya timbullah istilah kultur dalam
pengertian kata benda abstrak yaitu
kondisi atau keadaan yang menunjukkan keterolahan. Kemudian pengertian pengolahan itu
diperluas menjadi semua proses humanisasi
atau pemanusiaan, bahkan selanjutnya semua hasil proses itu pun dimasukkan
dalam istilah kultur.
Pada
akhirnya istilah itu dipersempit lagi menjadi
proses dan hasil pemanusiaan dalam suatu wilayah
tertentu, oleh sekelompok orang, bangsa atau sukubangsa, dalam suatu kurun waktu tertentu.
Dalam pengertian terakhir ini kultur menjadi suatu istilah teknis untuk suatu
obyek studi disiplin
ilmu tertentu yaitu antropologi budaya.
Sivilisasi
Jika kultur telah
berubah dari kata sifat menjadi kata kerja dan berakhir dengan kata benda abstrak yang dikongkritkan
sebagai obyek studi suatu disiplin ilmiah tertentu, sivilisasi
mengalami nasib yang sama. Pada mulanya civilitas adalah sinonim dengan urbanitas yaitu kata sifat yang menandakan
seseorang itu adalah penduduk kota,
bukan penduduk desa atau padang pasir.
Kata
ini diberi konotasi
positip yaitu keunggulan penduduk kota yang
lebih beradab ketimbang penduduk lainnya. Ini
adalah manifestasi rasa supremasi orang Romawi yang kehidupannya berpusat di
kota. Istilah ini segera menjadi
kata kerja civilatio
yang mengikuti proses ekspansi imperium Romawi ke jantung benua Eropa.
Setelah
imperium Romawi runtuh di
Eropa, bangsa-bangsa bekas jajahannya menjadi pembangun-pembangun imperium dunia yang berpusat
di Eropa seperti Portugis, Spanyol,
Prancis dan Inggris. Istilah sivilisasi digunakan untuk proses pengeropaan bangsa-bangsa Timur
jajahan mereka.
Tetapi,
setelah mereka-menyadari bahwa bangsa mereka bukan
satu-satunya bangsa yang
beradab, maka istilah itu berubah menjadi
kata benda yaitu
proses dan hasil upaya
manusia untuk menjadi beradab. In berarti istilah peradaban menjadi sinonim
dengan istilah kebudayaan.
Misalnya Tylor bapak antropologi
Inggris meminjam istilah kultur
dari Jerman dan istilah civilization dari Prancis dan
menggunakannya sebagai sinonim. Dalam perkembangan selanjutnya peradaban sering
digunakan untuk
kebudayaan masa lalu yang menjadi obyek studi disiplin ilmu arkaeologi.
Literatur Islam
Sementara itu di khazanah budaya
Islam digunakan kata-kata
"tamaddun" dan "madaniyah" dalam bahasa Arab yang masing-masing
berarti kebudayaan dan peradaban.
Ini kata orang Indonesia, mungkin karena adanya pengaruh Persia yang menggunakan istilah tamaddon dan madaniyat untuk
peradaban yang dalam
bahasa Turki disebut medentyet.
Begitu pula kaum
Muslixnin di anak benua India-Pakistan-Bangladesh menggunakan istilah tamaddun untuk pengertian kebudayaan,
sedangkan untuk pengertian
peradaban mereka gunakan istilah tahdhib yang berarti perbaikan diri, padahal
orang-orang Timur Tengah menggunakan
istilah madaniyah untuk peradaban.
Untuk pengertian kebudayaan orang-orang Arab modern menggunakan istilah bukan
tamaddun tetapi hadharah yang dalam pengertian asalnya
adalah berarti kehidupan
kota. Sementara itu, beberapa penulis Arab menggunakan istilah madaniyah sebagai sinonim dari hadharah yang berarti kebudayaan, sedangkan untuk
peradaban mereka gunakan istilah lain yaitu
tsaqafah yang berarti perbaikan,
penyesuaian, perubahan spesifik atau terapi.
Namun dalam bahasa Arab
modern sendiri kata civilization sering diterjemahkan menjadi kata 'madaniyyah' (Muhammad Abduh) atau 'tamaddun' (Abdul Jabar Beg) dan 'umran' (Ziauddin Sardar). Kata madaniyyah digunakan oleh cendekiawan Mesir
Farid Wajdi untuk
bukunya yang berjudul
"Al-Madaniyyah wa
al-Islam" (1899).
Kata
ini juga digunakan oleh Muhammad
Abduh dalam bukunya yang diterbitkan pada tahun
1910 berjudul "Al-Islam
wa al-Nashraniyyah ma'al Ilmi wa al- Madaniyyah". Padahal,
kata madaniyyah sendiri
pertama kalinya digunakan oleh filsuf Islam Abu Nashr al-Farabi (meninggal 339 H) dalam bukunya tentang ihnu politik
yaitu "al-Siyyasah al-Madaniyyah" dalam pengerian kehidupan kota atau urban.
Perubahan ma'nawi kata madaniyyah itu juga dialami oleh kata 'hadharah'. Pada mulanya kata 'hadharah' digunakan untuk pengertian kehidupan menetap oleh bapak ilmu sosiologi dari Tunisia, Ibn Khaldun, di abad XIV. Pada abad XX kata ini digunakan untuk penngertian civilization oleh penulis-penulis Arab seperti Kurd Ali ( "Al-Islam wa al Hadharah al Arabiyyah"), dan Prof Jamaluddin Surur ("Tarikh al Hadharah al-Islamiyyah fi l-Syarq").
Sementara itu penulis Arab lainnya lebih
suka menggunakan 'tamaddun' untuk
menterjemahkan kata peradaban. Misalnya Jurji Zaidan menulis buku Ta'rikh alTamaddun al-Islami (Sejarah Peradaban Islam). Kata itu menjadi populer di kawasan Melayu yaitu Malaysia dan
Indonesia. Tetapi
di kawasan Indo-Pakistan, para penulis di sana menggunakannya untuk
pengertian kebudayaan atau kultur, bukan untuk peradaban.
Pendapat ini senafas dengan pemikir muslim dari Libanon, 'Effat al-Sharqawi, yang menulis:
"Kebudayaan
(hadharah), menurut kami adalah khazanah historis yang terefleksikan dalam kredo dan nilai, yang menggariskan bagi tujuan ideal dan makna rohaniah yang dalam, yang
jauh dari
kontradiksi-kontradiksi ruang dan waktu.
Sedang peradaban (madaniyah) adalah khazanah pengetahuan
terapan yang dimaksudkan untuk mengangkat dan meninggikan manusia dari peringatan penyerahan diri
terhadap kondisi-kondisi alam
di sekelilingnya".
(Filsafat
Kebudayaan Islam , Pustaka
1983 hal. 6 )
Begitu juga pemikir
bnlian Ikhwanul Muslimin Sa'id Hawwa berpendapat sama ketika dia berkata
Madaniyah (peradaban)
suatu bangsa berarti aspek material yang ada pada bangsa
ini tsaqafah (kebudayaan suatu bangsa berarti aspek lain dari kehidupan bangsa itu sendiri .... hadharah suatu bangsa berarti gabungan tsaqafah dan madaniahnya."
(Agar
Kita Tidak Dilindas Zaman, Pustaka
Mantiq, Jakarta 1989, hal 95).
Penulis-penulis lainnya menggunakan
peristilahan itu
secara terbalik. Tsaqafah menurut mereka berarti kebudayaan sedangkan hadharah berarti
peradaban. Ismail Faruqi mengusulkan istilah
'adab untuk menggantikan tsaqafah. Ini
lebih dekat dengan istilah Indonesia
peradaban.
Kerancuan Maknawi
Lalu timbullah kerancuan maknawi yang diwariskan
dari Barat ke Timur bersama dengan
proses westernisasi dunia Timur. Peradaban
dan kebudayaan itu sama atau tidak? Kalau tidak apa yang membedakannya? Ada yang mengatakan peradaban
bersifat material,
sedangkan kebudayaan yang bersifat ideal atau spiritual, tetapi
ada pula yang berpendapat sebaliknya.
Yang lain lagi
berpendapat bahwa baik
kebudayaan maupun peradaban sama-sama mempunyai aspek material maupun spiritual tetapi
berbeda dalam lingkup pcngaruh dan tingkat kemusykilannya: peradaban lebih luas
dan lebih kompleks ketimbang kebudayaan. Tampaknya perbedaan di sini hanyalah perbedaan dalam perjanjian penggunaan istilah.
Tampaknya di kalangan penulis Arab kontemporer, terdapat kegalauan semantik penggunaan istilah peradaban dan
kebudayaan. Tetapi
sumber kekacauan sebenarnya adalah kenyataan, bahwa kedua pengertian itu tidak terdapat dalam
sumber-sumber asli Islam, ur'an
dan hadits
Perjanjian Integralisme
Selanjutnya marilah
kita gunakan perjanjian berikut. Madaniyah adalah sinonim dengan peradaban atau civilisasi
dan tamaddun sinonim dengan kebudayaan
atau kultur. Selanjutnya marilah kita berjanji untuk menganggap peradaban mempunyai
lingkup yang lebih
besar daripada
kebudayaan dan lebih kompleks.
Dalam suatu peradaban bisa terdapat lebih dari satu buah
kebudayaan. Misalnya dalam peradaban
Barat kita melihat adanya kebudayaan Amerika, kebudayaan Prancis dan lain sebagainya, sedangkan dalam peradaban Islam kita lihat adanya kebudayaan Arab, Turki, Parsi dan lain sebagainya.
Perjanjian in kita sebut perjanjian integralis, karena dengan pejanjian in kita menghindari kecenderungan berpikir dualis pada peradaban Barat dan kencenderungan
berpikir reduksionisnya. Dengan
integralisme kita menghindari pandangan bahwa realitas hanya mempunyai dua sisi.
Dengan Integralisme kita juga menghindari kecenderungan reduksionisme yang mencoba
menyelesaikan dualisme
itu dengan monisme reduksionis yang menganggap hanya salah satu dari kedua sisi
realitas itulah yang merupakan realitas hakiki, sedangkan yang lainnya
hanyalah realitas semu.
Integralisme mengajukan sebuah stratifikasi kebudayaan
lapis empat sebagai
berikut:
Ringkasnya kebudayaan itu dapat dianggap sebagi suatu sistem integral yang terdiri dari empat buah subsistem yaitu: 1. Subsistem
teknikal atau
tata sarana kebudayaan bendawi)2. Subsistem
inatitusional atau
tata lembaga (pola perilaku yang nampak)3. Subsistem ideasional atau tata cita (pola tersirat bagian luar)4. Subsisten valuasional atau tata
nilai (pola perilaku tersirat
bagian dalam).
(Integralisme
: sebuah
rekonstruksi
Filsafat Islam, Penerbit Pustaka 1983, hal 86)
Selanjutnya, dalam kuliah ini,
kita dapat memandang
peradaban sebagai kebudayaan yang lebih kompleks dan lebih luas
wilayahnya. Dengan susunan
terstratifikasi seperti ini, kita bisa memandang ummat sebagai tubuh dari peradaban dan teknologi sebagai pakaiannya. Tetapi kita juga menggabungkan ummat dengan lingkungan hidupnya, yang alami maupun buatan sebagai tubuh
peradaban yang disebut sebagai
madinah
No comments:
Post a Comment