Rumah Sakit BPJS
Armahedi Mahzar (c) 2014
Awal tahun ini, saya menulis sebuah blog berjudul "Puji Allah, Terimakasih Presiden" karena untuk pertama kalinya saya membayar 0 rupiah untuk perawatan dan obat penyakit kronis di sebuah RS swasta Islam . Sebelumnya, saya sebagai pensiunan pegawai negeri yang ikut asuransi kesehatan hanya obatnya digratiskan, pendaftaran RS dan ongkos dokter spesialis tetap bayar. Maka tak mengherankanlah jika saya menulis blog syukur dan terima kasih pada waktu itu. Tulisan itu adalah reaksi spontan saya terhadap diberlakukannya BPJS Kesehatan .
Pada akhir tulisan tersebut, saya tuliskan bahwa saya baru menyadari bahwa negara adalah sebuah megaorganisme sebagai tangan Tuhan untuk menolong hambaNya dan birokrasi rumah sakit adalah jemariNya untuk menolong makhluk-makhlukNya. Namun, pada waktu itu saya sadar bahwa jemariNya adalah juga makhluk fisik yang pada waktunya akan mengalami proses degenerasi seperti halnya organ tubuh organisme biologis. Birokrasi hanyalah organ sebuah megaorganisme sosial bernama negara.
Sekarang, BPJS sudah hampir berumur satu tahun. Seharusnya birokrasi di RS pelaksananya menjadi lebih gesit dan lebih memudahkan. Memang demikianlah yang saya alami bulan-bulan pertama. Pada mulanya terjadi desentralisasi proses dokumen mengingat melonjaknya peserta BPJS. Kemudian dipermudah dengan bifurkasi pelayanan pendaftaran dengan diberlakukannya pelayanan online (antri lewat SMS) di samping pelayanan onsite (antri di loket fisik).
Nah, sudah tiga kali saya mengalami kemudahan pelayanan online itu. Soalnya, saya harus kembali sebulan sekali untuk pemeriksaan dokter dan penerimaan resep yang ditukarkan obat secara gratis. Saya pun, senang sekali melihat sebuah rumah sakit umat Islam tumbuh kembang sebagai organisasi belajar yang memperbaiki layanannya secara kontinu berdasarkan pengalamannya. Ini serasi dengan wawasan saya tentang peradaban Islam sebagai penebar rahmatNya ke seluruh penjuru alam.
Begitulah, saya bangga ketika tadi pagi halaman rumah sakit itu bertabur karangan bunga ucapan selamat akan berhasilnya dia menjadi the best hospital di kota Bandung. Namun kebanggaan itu segera luntur setelah mengalami kegagalan-kegagalan birokratis dalam satu hari ini. Awalnya, saya terpaksa datang pagi hari setelah subuh (seperti sebelum berlakunya BPJS), karena kemarin pendaftaran online saya tak berjawab, meskipun saya telah mengirim SMS pendaftaran di awal jam pendaftaran (jam 8.00) dan sejam sesudahnya saya mengirimkan SMS yang sama.
Tentu saja, saya berharap kedatangan saya akan berujung pada ambil nomor antri untuk mendapat nomor antri pelayanan dokter setelah kartu askes dan rujukan puskesmas sudah dikonfirmasi. Alangkah kagetnya saya ketika diberi tahu satpam bahwa nomor antri pendaftaran habis, lalu dia menunjukkan pengumuman yang mengatakan pelayanan BPJS dibatasi 500 pasien per hari (untuk semua jenis penyakit). Namun untunglah ada seseorang yang memberi tahu saya untuk pergi ke belakang masjid untuk bisa antri pendaftaran di siang hari.
Sayangnya, loket belakang masjid itu baru katanya baru buka jam 8:00 pagi. Meskipun begitu, saya sempat menulis nomor urut 150 di atas sehelai kertas, tanpa memperoleh karcis pendaftaran. Menunggu bukanya loket saya pergi ke loket pendaftaran SMS untuk memprotes pelayanan online yang mengecewakan itu. Nyatanya dokter X yang biasanya memeriksa kondisi saya tidak bertugas hari ini karena itu antrian online saya tak diproses. Tetapi dokter X digantikan oleh dokter Y. Karena saya kurang cocok dengan dokter Y sayapun batalkan pendaftaran untuk siang ini.
Lalu, saya mendaftar lagi lewat SMS jam 8:05 untuk pelayanan esok hari dan jam 9:00 saya datang lagi ke loket pelayanan online untuk mendapat kabar bahwa dokter X yang saya harapkan untuk memeriksa besok sedang cuti digantikan oleh dokter Y yang kurang saya sukai itu. Apa boleh buat, saya tunggu saja jawaban bagi SMS saya yang baru tadi. Namun, setelah sejam saya daftarkan lewat SMS, jawaban belum juga saya peroleh. Oleh sebab itu saya ke bagian informasi untuk melaporkan pengalaman saya.
Apa lacur, di loket informasi saya diberitahu bahwa besok dokter Y tidak praktek, melainkan dokter Z. Maka saya ingin mendaftarkan diri pada dokter Z, akan tetapi dikatakan bahwa nomor pendaftaran itu sudah habis. Saya pun dianjurkan mendaftar besok saja lewat SMS untuk bisa dilayani lusa. Tentu saja pengalaman negatif selama dua kali berturut-turut ketika mendaftar online membuat saya jadi ragu-ragu.
Di tengah keraguan itu, tiba-tiba saya ditawari karcis oleh satpam untuk antri onsite sore ini buat pelayanan besok lusa. Maka dengan senang hati saya terima karcis nomor 339 yang baru akan dilayani pendaftarannya jam 4 sore hari ini. Maka saya pun tersadar bahwa terjadi reformasi birokrasi pelayanan pendaftaran. Kini ada pelayanan pendaftaran onsite untuk pelayanan dokter dua hari kemudian. Sayangnya hal itu tak dijelaskan secara tertulis.
Dengan demikian, saya pun berkesimpulan bahwa jariNya berupa birokrasi RS telah mengalami degenerasi alias perentaan dengan kekakuan peraturan (penggantian dokter tidak otomatis), pengurangan responsifitas (tidak menjawab pendaftaran online) dan penundaan pelayanan (tanpa peraturan tertulis). Benar-benar ini mengejutkan saya perentaan organisme sosial BPJS super cepat ketimbang perentaan organisme biologis seperti misalnya tubuh kita.
Menghadapi kontradiksi itu (penghargaan rumah sakit terbaik versus penurunan layanan birokratis), saya pun berpikir panjang. Benarkah degenerasi megaorganisme sosial lebih cepat daripada degenerasi organisme biologis? Ataukah itu hanya tanda kurangnya kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap lonjakan pasien yang harus dilayani? Untunglah, saya belum mengalami pengurangan jatah obat seperti dialami pasien lain.
Saya hanya bisa berdoa agar rumah sakit itu sanggup memperbaiki pelayananannya sesuai dengan slogannya: sehat bermanfaat, difabel bersabar dan wafat husnul khatimah. Saya pikir, manajemen dan pegawai Rumah sakit itu adalah orang-orang sehat yang ingin bermanfaat pada orang lain. :)
Pada akhir tulisan tersebut, saya tuliskan bahwa saya baru menyadari bahwa negara adalah sebuah megaorganisme sebagai tangan Tuhan untuk menolong hambaNya dan birokrasi rumah sakit adalah jemariNya untuk menolong makhluk-makhlukNya. Namun, pada waktu itu saya sadar bahwa jemariNya adalah juga makhluk fisik yang pada waktunya akan mengalami proses degenerasi seperti halnya organ tubuh organisme biologis. Birokrasi hanyalah organ sebuah megaorganisme sosial bernama negara.
Sekarang, BPJS sudah hampir berumur satu tahun. Seharusnya birokrasi di RS pelaksananya menjadi lebih gesit dan lebih memudahkan. Memang demikianlah yang saya alami bulan-bulan pertama. Pada mulanya terjadi desentralisasi proses dokumen mengingat melonjaknya peserta BPJS. Kemudian dipermudah dengan bifurkasi pelayanan pendaftaran dengan diberlakukannya pelayanan online (antri lewat SMS) di samping pelayanan onsite (antri di loket fisik).
Nah, sudah tiga kali saya mengalami kemudahan pelayanan online itu. Soalnya, saya harus kembali sebulan sekali untuk pemeriksaan dokter dan penerimaan resep yang ditukarkan obat secara gratis. Saya pun, senang sekali melihat sebuah rumah sakit umat Islam tumbuh kembang sebagai organisasi belajar yang memperbaiki layanannya secara kontinu berdasarkan pengalamannya. Ini serasi dengan wawasan saya tentang peradaban Islam sebagai penebar rahmatNya ke seluruh penjuru alam.
Begitulah, saya bangga ketika tadi pagi halaman rumah sakit itu bertabur karangan bunga ucapan selamat akan berhasilnya dia menjadi the best hospital di kota Bandung. Namun kebanggaan itu segera luntur setelah mengalami kegagalan-kegagalan birokratis dalam satu hari ini. Awalnya, saya terpaksa datang pagi hari setelah subuh (seperti sebelum berlakunya BPJS), karena kemarin pendaftaran online saya tak berjawab, meskipun saya telah mengirim SMS pendaftaran di awal jam pendaftaran (jam 8.00) dan sejam sesudahnya saya mengirimkan SMS yang sama.
Tentu saja, saya berharap kedatangan saya akan berujung pada ambil nomor antri untuk mendapat nomor antri pelayanan dokter setelah kartu askes dan rujukan puskesmas sudah dikonfirmasi. Alangkah kagetnya saya ketika diberi tahu satpam bahwa nomor antri pendaftaran habis, lalu dia menunjukkan pengumuman yang mengatakan pelayanan BPJS dibatasi 500 pasien per hari (untuk semua jenis penyakit). Namun untunglah ada seseorang yang memberi tahu saya untuk pergi ke belakang masjid untuk bisa antri pendaftaran di siang hari.
Sayangnya, loket belakang masjid itu baru katanya baru buka jam 8:00 pagi. Meskipun begitu, saya sempat menulis nomor urut 150 di atas sehelai kertas, tanpa memperoleh karcis pendaftaran. Menunggu bukanya loket saya pergi ke loket pendaftaran SMS untuk memprotes pelayanan online yang mengecewakan itu. Nyatanya dokter X yang biasanya memeriksa kondisi saya tidak bertugas hari ini karena itu antrian online saya tak diproses. Tetapi dokter X digantikan oleh dokter Y. Karena saya kurang cocok dengan dokter Y sayapun batalkan pendaftaran untuk siang ini.
Lalu, saya mendaftar lagi lewat SMS jam 8:05 untuk pelayanan esok hari dan jam 9:00 saya datang lagi ke loket pelayanan online untuk mendapat kabar bahwa dokter X yang saya harapkan untuk memeriksa besok sedang cuti digantikan oleh dokter Y yang kurang saya sukai itu. Apa boleh buat, saya tunggu saja jawaban bagi SMS saya yang baru tadi. Namun, setelah sejam saya daftarkan lewat SMS, jawaban belum juga saya peroleh. Oleh sebab itu saya ke bagian informasi untuk melaporkan pengalaman saya.
Apa lacur, di loket informasi saya diberitahu bahwa besok dokter Y tidak praktek, melainkan dokter Z. Maka saya ingin mendaftarkan diri pada dokter Z, akan tetapi dikatakan bahwa nomor pendaftaran itu sudah habis. Saya pun dianjurkan mendaftar besok saja lewat SMS untuk bisa dilayani lusa. Tentu saja pengalaman negatif selama dua kali berturut-turut ketika mendaftar online membuat saya jadi ragu-ragu.
Di tengah keraguan itu, tiba-tiba saya ditawari karcis oleh satpam untuk antri onsite sore ini buat pelayanan besok lusa. Maka dengan senang hati saya terima karcis nomor 339 yang baru akan dilayani pendaftarannya jam 4 sore hari ini. Maka saya pun tersadar bahwa terjadi reformasi birokrasi pelayanan pendaftaran. Kini ada pelayanan pendaftaran onsite untuk pelayanan dokter dua hari kemudian. Sayangnya hal itu tak dijelaskan secara tertulis.
Dengan demikian, saya pun berkesimpulan bahwa jariNya berupa birokrasi RS telah mengalami degenerasi alias perentaan dengan kekakuan peraturan (penggantian dokter tidak otomatis), pengurangan responsifitas (tidak menjawab pendaftaran online) dan penundaan pelayanan (tanpa peraturan tertulis). Benar-benar ini mengejutkan saya perentaan organisme sosial BPJS super cepat ketimbang perentaan organisme biologis seperti misalnya tubuh kita.
Menghadapi kontradiksi itu (penghargaan rumah sakit terbaik versus penurunan layanan birokratis), saya pun berpikir panjang. Benarkah degenerasi megaorganisme sosial lebih cepat daripada degenerasi organisme biologis? Ataukah itu hanya tanda kurangnya kemampuan organisasi untuk menyesuaikan diri terhadap lonjakan pasien yang harus dilayani? Untunglah, saya belum mengalami pengurangan jatah obat seperti dialami pasien lain.
Saya hanya bisa berdoa agar rumah sakit itu sanggup memperbaiki pelayananannya sesuai dengan slogannya: sehat bermanfaat, difabel bersabar dan wafat husnul khatimah. Saya pikir, manajemen dan pegawai Rumah sakit itu adalah orang-orang sehat yang ingin bermanfaat pada orang lain. :)
No comments:
Post a Comment