Australia adalah Wilayah Nusantara
Bung Karno pernah mengatakan Jangan Melupakan Sejarah (jasmerah).Pertanyaanya adalah apa yang membuat kita bangga sebagai bangsa Indonesia, apa yang bisa dibanggakan dari Indonesia. Tahun lalu kita dilanda wabah Cheng ho, banyak media baik cetak maupun elektronik menampilkan berita tentang Cheng ho, seakan-akan 600 tahun yang lalu Cheng Ho datang ke majapahit dengan 300 junk untuk mengajarkan budaya pada kita. Hal itu tidak benar, kita sudah berbudaya jauh sebelum Cheng ho datang.
Saudara-saudara marilah kita memasuki terowongan waktu, 3000 tahun sebelum Masehi,
atau tepatnya 5000 tahun yang lalu kepulauan kita disebut Swarna Dvipa, banyak dari pulaunya masih menyatu belum dipisahkan laut. Di atas kepulauan kita ada Pulau besar yang disebut Jambu Dvipa, karena di sana banyak jambunya, (jambu kluthuk bukan jambu air) maka disebut
Jambu Dvipa. Antara kepulauan Jambu Dvipa dan Swarna Dvipa ada kepulauan yang disebut Astralaay yang sekarang dikenal dengan Australia. Astralaay diperintah oleh seorang Maha Raja Kuvera, beliau sangat kaya dan industri utamanya adalah persenjataan.
Kepulauan Svarna Dvipa adalah bemper bagi Astralaay. Bila Astralaay ingin mengekspor senjata agreementnya didapat dari negeri kita. Mau kemana senjata ini dijual dan untuk tujuan apa senjata ini dijual, negara mana yang membeli adalah hak prerogatif dari Svarna Dvipa. Maka Jambu
Dvipa selalu menjalin hubungan baik dengan Svarna Dvipa. Pada saat itu di Jambu Dvipa terjadi perang besar, Perang Bharatayudha yang melibatkan negara-negara dari seluruh dunia.
Svarna Dvipa ikut mengirimkan salah satu putranya yang dikenal dengan Gathotkaca, Saat itu perang Bharata Yudha adalah perang teknologi tinggi, perang dengan nuklir. Maka Gathotkaca tidak mungin datang dengan bambu runcing. Saat itu pun kita sudah menguasai teknologi nuklir. Kita sudah menguasai teknologi dirgantara. Pesawat Gathotkaca dikenal dengan nama Wiman. Saat ini Nepal masih menggunakan Wiman sebagai nama maskapai udaranya.
Kita maju beberapa ribu tahun. Sriwijaya pada abad ke 8 sudah melakukan ekspor rempah-rempah ke manca negara. Sriwijaya adalah dinasti terlama di dunia berkuasa 800 tahun. Pusatnya di Sumatera, Palembang dan Jambi. Angkor Watt dibangun oleh arsitek dari Sriwijaya. Dan tidak pernah ada pejabat yang berkepentingan untuk belajar sejarah. Ada yang tahu mengapa anak tangga di borobudur sangat tinggi, itu karena tinggi manusia Indonesia saat itu 12 feet. Di salah satu museum disimpan gigi dari buddha yang besarnya 2,5 kali manusia dewasa ini. Saat ini saja kita menciut karena kita melupakan jati diri kita.
Dari jaman Sriwijaya sampai Majapahit selama 13 abad kita selalu mengekspor rempah-rempah kita. Saat itu rempah-rempah harganya lebih mahal dari emas. Salah satu yang saya ketahui adalah pala. Terdapat bukti di museum Andalusia (turki) bahwa jaman Khalifah ketiga Umar terdapat hubungan surat menyurat dengan Raja Sriwijaya. Saat itu Umar Bin Khatab menulis, anda adalah bangsa yang besar dan berbudaya, kami ingin belajar dari Anda. Umar bin Khatab ingin belajar dari
Indonesia, sekarang kita belajar dari Arab. Saat itu rakyat Sriwijaya beragama Buddha dan Rajanya beragama Islam dan tidak ada masalah.
Apa yang menyebabkan Majapahit yang perkasa runtuh. Jawabannya adalah budaya, saat itu Majapahit sangat makmur dan pejabatnya mulai mapan, melupakan budaya. Dari jaman Hayam Wuruk sampai jaman hancurnya Majapahit tidak ada satu pun karya sastra yang bermutu.
Kejayaan Islam adalah ketika Islam membuka diri dengan pengetahuan dari dunia
luar. Seorang Khalifah, Harun Al Rasyid memerintahkan untuk menerjemahkan naskah dari India dari seluruh penjuru dunia termasuk dari Indonesia. Dan setiap stau terjemahan dibayar dengan satu batang emas. Islam sudah ada di Indonesia sejak abad ke 7 jaman Sriwijaya. Jadi saya menentang pendapat yang mengatakan Islam mulai masuk Indonesia sejak jaman Wali Songo. Keruntuhan di Majapahit disebabkan oleh politisasi agama, agama dipakai untuk tujuan poltik dan tujuannya untuk mengambil kekuasaan.
Aceh pernah mencapai kejayaan ketika diperintah oleh secara berturut-turut oleh 3 orang Sultana, 3 orang raja perempuan. Karena saat itu Sultana dari Aceh menolak menjual hasil buminya pada orang arab, maka ada fatwa dari arab bahwa tidak boleh ada pemimpin perempuan. Marilah
kita letakkan agama pada porsi yang semestinya. Marilah kita berhenti untuk melakukan politisasi agama.
Anand Krishna
dalam
Sarasehan Budaya dengan tema kembali ke Jati diri Bangsa :
Belajar dari dinasti Majapahit
Trowulan, 21 Februari 2008
sumber
No comments:
Post a Comment