Einstein dan Gerhana Matahari 1929
Hampir seratus tahun silam, tepatnya pada bulan November 1915, Albert Einstein memantik revolusi ilmu pengetahuan baru di tengah dunia yang muram seiring berkecamuknya Perang Dunia 1. Melalui pergulatan pemikiran yang melelahkan selama sepuluh tahun, Einstein akhirnya mengumumkan lahirnya relativitas umum lewat rangkaian empat ceramahnya di hadapan anggota-anggota Akademi Sains Prusia, bertempat di Aula Perpustakaan Negara Prusia, jantung kota Berlin. Inilah teori revolusioner yang mengubah cara-pandang kita akan jagat raya. Inilah teori yang bisa menjelaskan perilaku benda-benda langit mulai dari Matahari hingga galaksi dan benda-benda langit yang aneh mulai dari bintang cebol putih hingga sekelas lubang hitam yang misterius.
Sebagai gagasan baru yang terasa menyebal dari akal sehat, relativitas umum butuh bukti kuat agar diterima menjadi teori mapan. Relativitas umum memang berhasil meramalkan gerak-gerik Merkurius yang aneh dan hasilnya sesuai dengan hasil observasi para astronom, meski banyak pula yang masih meragukannya. Tetapi relativitas umum juga menawarkan kemungkinan pembuktian lain yang menggoda: seberkas cahaya tak lagi merambat lurus kala melintas di dekat benda massif seperti Matahari dan bintang-gemintang lainnya, melainkan sedikit membelok. Dan Gerhana Matahari Total menyediakan peluang terbaik untuk membuktikan hal itu.
Tatkala siang mendadak menjadi gelap akibat tertutupinya cakram Matahari oleh bundaran Bulan sepenuhnya, bintang-bintang yang nampak ada di dekat Matahari saat itu bakal terlihat sehingga posisinya bisa diukur. Jika relativitas umum benar, maka posisi bintang-bintang tersebut bakal beringsut sedikit dari posisi sesungguhnya. Pembelokan cahaya yang memesona ini memang berhasil diamati dalam Gerhana Matahari Total 29 Mei 1919 oleh tim pengamat dari observatorium Greenwich (Inggris) yang dipimpin Arthur Eddington.
Namun akibat langkanya peristiwa Gerhana Matahari Total dan cuaca yang tak selalu mendukung, dalam 10 tahun kemudian hanya ada dua pembuktian-ulang. Dan Indonesia turut berperan dalam momen penting ini, tepatnya dari kota kecil Takengon di tepi Danau Laut Tawar (Aceh).
Adalah Erwin F. Freundlich, (baju putih di tengah) astronom muda Jerman dan sekaligus tangan kanan Einstein sendiri, yang membawa rombongan tim observatorium Postdam (Jerman) untuk mengabadikan Gerhana Matahari 9 Mei 1929. Tujuh buah lempeng foto berhasil diambil, dengan waktu paparan antara 14 hingga 90 detik dengan luas cakupan foto antara 3 x 3 derajat hingga 7,5 x 7,5 derajat. Hasilnya? Einstein benar.
Matahari melengkungkan ruang-waktu disekitarnya sedemikian rupa sehingga seberkas cahaya tak punya pilihan lain kecuali bergerak dalam lengkungan kosmos tersebut. Dan observasi Takengon menjadi observasi paling presisi yang pernah ada hingga saat itu.
Gerhana matahari total pernah melintasi Indonesia yang saat itu masih berstatus Hindia Belanda pada 9 Mei 1929. Saat itu gerhana melintasi Aceh lalu bergerak ke Laut Cina Selatan. Fenomena alam yang langka ini menarik astronom dari berbagai negara datang ke Hindia Belanda. Mereka hendak meneliti matahari demi membuktikan teori relativitas yang dikemukakan fisikawan Albert Einstein pada 1911.
Gerhana 1929 yang terbilang cukup lama, yakni lima menit totalitas, dianggap momen tepat buat menguji benarkah terjadi defleksi atau pembelokkan cahaya seperti disampaikan Einstein. Sebab posisi matahari sedang berada di antara banyak bintang, sehingga ada cukup banyak objek buat meneliti benarkah cahaya bintang itu mengalami pembelokkan ketika melewati matahari.
Seperti diberitakan mingguan berbahasa Belanda, Sumatera Post edisi 18 April 1929, salah satu rombongan peneliti yang datang ke Aceh berasal dari Obervatorium Postdam, Jerman. Tim ekspedisi ini dipimpin oleh astrografer Harald von Klüber. Klüber adalah pakar fisika matahari dan salah satu penggagas pembuatan "Einsteintrum" atau Menara Einstein, teleskop matahari yang dibuat khusus untuk menguji teori relativitas Einstein. Ia juga dikenal hobi mengambil topik penelitian yang pelik seperti menentukan "defleksi Einstein" bintang-bintang di dekat matahari saat terjadinya gerhana matahari total.
Menurut Sumatera Post, Van Kluber dan timnya memusatkan penelitiannya di wilayah Takengon yang kini menjadi Ibu Kota Kabupaten Aceh Tengah. "Takengon dipilih karena wilayahnya yang sejuk dan diprediksi akan cerah," tulis koran itu mengutip Van Kluber. Selain membuktikan teori Einstein, para peneliti gerhana yang datang ke Hindia-Belanda juga ingin mengamati bintang. Mereka hendak mengetahui apakah bintang akan terlihat ketika langit menjadi gelap saat gerhana matahari total terjadi. Menyambut kedatangan tim ekspedisi Potsdam, pemerintah Hindia Belanda sudah menyiapkan lokasi dan transportasi sejak dua pekan sebelum gerhana. "
Menurut Van Kluber, ekspedisi gerhana matahari total ini sangat bermanfaat bagi dunia ilmiah, khususnya bidang astronomi dan astrografi," tulis pemerintah dalam Laporan Umum Pemerintah Hindia-Belanda, Algemen Handelsblaad 16 Februari 1929. Royal Astronomical Society mencatat ekspedisi Klüber pada 1929 itu sukses besar.
Itu adalah kedua kalinya Klüber ke Hindia Belanda, karena ia juga memburu gerhana matahari total 14 Januari 1926 yang melintasi Sumatera bagian selatan, serta Kalimantan bagian barat dan timur.[] Sumber:
2 comments :
Post a Comment